Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IHSG Anjlok, Peluang Besar bagi Investasi EBT

Kompas.com, 19 Maret 2025, 14:00 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai bahwa anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membuka peluang investasi di sektor energi baru terbarukan atau EBT.

Diketahui, IHSG ambruk di atas 5 persen dan menyebabkan Bursa Efek Indonesia menghentikan sementara perdagangan saham pada Selasa (18/3/2025).

"Justru, menurut saya, ini perluangan besar. Satu, tidak banyak perusahaan EBT yang main di bursa saham. Kedua secara real proyek-proyek energi terbarukan terus berjalan, tidak terganggu oleh sentimen pasar," ujar Bhima saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/3/2025).

Bhima menjelaskan, pola serupa terjadi saat pandemi Covid-19 melanda dunia mulai 2020. Kala itu, investasi EBT justru naik hingga 9 persen atau senilai 501 miliar dolar AS dibandingkan 2019.

Dia tak memungkiri, ketika terjadi koreksi pada pasar saham menyebabkan keterlambatan pada proyek yang tengah dijalani.

"Tetapi, sebenarnya selama minat untuk melakukan transisi energi itu jelas, dan dalam jangka panjang memang arahnya adalah untuk menggantikan fosil, khususnya pembangkit batu bara di Indonesia maka bisa tetap meningkatkan investasi energi terbarukan," jelas Bhima.

Menurut dia, saat ini merupakan momentum yang tepat di tengah naik-turunya harga di sektor fosil untuk mendorong investasi EBT. Pemerintah dinilai perlu menarik investasi terutama pada baterai energy saving storage atau sistem penyimpanan energi baterai, serta jaringan transmisi hijau.

Baca juga: Kurangnya Rencana Adaptasi Iklim Asia Hambat Investasi Swasta 

"Agar ekonomi Indonesia tidak terlalu bergantung pada fluktuasi harga komunitas fosil, yang berpengaruh ke situasi fiskal, pembengkakan subsidi energi, penerimaan pajak, PNBP yang naik turun. Karena IHSG itu, yang salah satunya dipengaruhi selain RUU TNI, dipengaruhi juga oleh fiskal," papar Bhima.

"APBN kita lagi enggak bagus, karena kebergantungan terhadap energi yang ekstraktif," imbuh dia.

Investasi Timur Tengah

Bhima mengatakan, Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, Qatar, dan Oman menjadi negara yang berpeluang besar untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan di Indonesia.

Kondisi ekonomi global yang menurun ditambah mundurnya Amerika Serikat dari Perjanjian Paris serta Just Energy Transition Partnership (JETP), dianggap dapat mendorong UEA menggelontorkan investasi untuk transisi energi.

"Ini pentingnya pembentukan tim khusus yang terdiri dari Kementerian ESDM, Kementeraian Luar Negeri, Kementerian Investasi atau Danantara," ungkap Bhima.

Pembetukan tim khusus bertujuan membaca pasar lalu menentukan perusahaan mana yang akan dibidik dengan peluang nilai investasinya.

Hal tersebut dapat mendorong investasi Timur Tengah, serta memastikan regulasi dan kebijakan Indonesia bisa mendukung kebutuhan investor di sektor EBT.

"Timur Tengah adalah region yang pertumbuhan ekonominya masih akan tumbuh dan stabil sampai 2026. Jadi global economy lagi turun sekarang, Amerika. China lagi turun outlook-nya. Cuma Timur Tengah yang tertarik energi terbarukan dan kayaknya enggak terlalu terpengaruh terhadap gejolak IHSG," sebut Bhima.

Baca juga: AS Keluar dari JETP, Pemerintah Perlu Tarik Investasi Besar untuk Transisi Energi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau