Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Tahun Terakhir, Kupu-kupu Kian Langka, Tanda Bahaya untuk Kita

Kompas.com - 05/05/2025, 12:03 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Populasi kupu-kupu merosot hingga 20 persen dalam dua dekade terakhir. Meskipun terdengar sepele, penurunan jumlah serangga cantik ini bisa berdampak serius bagi manusia.

Guru Besar IPB University dari Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan), Noor Farikhah Haneda, menjelaskan bahwa kupu-kupu bukan cuma cantik buat foto, tapi juga penting buat ekosistem.

Kupu-kupu berperan penting dalam rantai makanan dan proses polinasi. Tanpa mereka, penyerbukan tanaman yang bergantung pada mereka juga akan berkurang. Akibatnya, hasil pertanian dan tanaman liar pun menurun,” ujar Noor dalam keterangannya, Senin (05/05/2025).

Tanpa kupu-kupu, hasil pertanian bisa drop. Artinya, makin sedikit kupu-kupu, makin terancam juga produksi makanan kita.

Noor menyebut, penurunan jumlah kupu-kupu disebabkan oleh berbagai faktor, seperti polusi, perubahan iklim, kekurangan makanan, dan hilangnya habitat alami.

“Faktor-faktor seperti penurunan kualitas udara, perusakan habitat, dan berkurangnya ketersediaan pakan menjadi penyebab utama dari penurunan populasi kupu-kupu ini,” katanya.

Baca juga: Daftar 26 Kupu-kupu Indonesia yang Langka dan Dilindungi

Solusinya?

Menurut Noor, ada dua langkah penyelamatan kupu-kupu yang bisa dilakukan:

Solusi jangka pendek: Menyediakan cairan madu di lokasi-lokasi tertentu yang ramah kupu-kupu. Contohnya, di area Fakultas Pertanian IPB dan Graha Widya Wisuda.

Solusi jangka panjang: Menanam tanaman berbunga dan menciptakan habitat baru bagi kupu-kupu.

Tapi, tantangannya besar.

Di tengah semangat pembangunan ekonomi, pelestarian kupu-kupu masih menghadapi dilema.

“Pembangunan yang pesat turut meningkatkan tingkat polusi—salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan populasi kupu-kupu—sekaligus menyulitkan upaya penciptaan habitat yang sesuai bagi mereka,” jelas Noor.

Padahal, pemerintah sebenarnya sudah punya aturan soal ruang terbuka hijau (RTH).

Sesuai UU No. 26 Tahun 2007, minimal 30 persen dari luas kota harus berupa RTH, dengan rincian 20 persen untuk publik dan 10 persen untuk privat.

“Namun, implementasi dan pengawasan terhadap regulasi ini masih menjadi tantangan,” ujar Noor.

Karena itu, ia mendorong pemerintah daerah agar lebih tegas dalam pengawasan, terutama di kawasan industri dan pabrik.

“Langkah-langkah seperti menyediakan habitat dan sumber makanan bagi kupu-kupu, di tengah pesatnya pembangunan, menjadi sangat penting agar tatanan ekosistem tetap seimbang,” tutupnya.

Baca juga: Studi Ungkap, Ruang Hijau di Tepi Jalan Tingkatkan Keragaman Kupu-Kupu

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau