Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuku dan Gen Z Dorong Budaya Kopi yang Ramah Lingkungan

Kompas.com, 16 Mei 2025, 18:58 WIB
Eriana Widya Astuti,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Pendiri Toko Kopi Tuku, Andanu Prasetyo, menegaskan bahwa meraih keuntungan dalam bisnis memang penting, tetapi menjalankan usaha tanpa merusak lingkungan juga tak kalah krusial.

Pernyataan ini ia sampaikan dalam acara World Coffee Asia, SCA Lecture bertajuk Promoting Sustainable Consumption and Production in Coffee di Jakarta Convention Center, Kamis (15/5/2025).

Didirikan pada 2015, Kopi Tuku awalnya dibangun dengan misi sederhana: meningkatkan konsumsi kopi. Gagasan itu muncul setelah berdialog dengan para petani kopi tentang kondisi yang saat itu mengkhawatirkan bagi keberlanjutan mereka.

“Tapi, semakin banyak profit yang didapatkan, timbul keinginan untuk tidak menyakiti orang lain, makhluk lain,” ujar Andanu.

Baca juga: Perusahaan Susu dan Kopi Lambat Atasi Emisi Metana

Ia mengaku merasa tidak adil jika dirinya menikmati manfaat dari alam, sementara kegiatan bisnis justru merusaknya. Karena itu, Tuku mulai menerapkan praktik bisnis yang bertanggung jawab.

Meski begitu, menurutnya, tantangan tidak banyak berubah: konsumen masih cenderung abai terhadap isu keberlanjutan dan dampak lingkungan dari konsumsi mereka.

Namun, Andanu melihat hal ini lebih sebagai masalah keterbatasan informasi. “Oleh sebab itu, kami membangun konsep model bisnis yang berkelanjutan,” tambahnya.

Membangun bisnis dengan prinsip berkelanjutan, menurutnya, bukan hanya untuk memastikan agar operasional tidak memberikan dampak negatif pada lingkungan, tetapi juga sebagai upaya mengedukasi konsumen dan menciptakan sistem yang memungkinkan terciptanya hubungan yang ramah lingkungan antara kegiatan bisnis dan pelanggan.

Keberlanjutan pun diterapkan secara menyeluruh dalam ekosistem bisnis mereka, tidak hanya dalam operasional internal tetapi juga dalam interaksi dengan pelanggan — atau “Tetangga”, sebutan khas Tuku bagi konsumennya.

Dalam perjalanannya selama satu dekade, Tuku kini memiliki 62 cabang, 1.000 barista, memproduksi 600 kilogram biji kopi dan 200.000 kilogram gula aren, serta menjual 50.000 gelas kopi per hari. Seluruh rantai pasok, menurut Andanu, dipastikan bertanggung jawab dan berbasis prinsip keberlanjutan.

Baca juga: Tantangan Besar Petani di Balik Kenikmatan Kopi Gayo

Tidak hanya itu, Tuku juga mengklaim mendaur ulang 100 persen cangkir dan botol kopi yang digunakan. Bahkan, wadah pengiriman krimer berbahan aluminium foil dan plastik juga diolah kembali menjadi produk merchandise.

“Hal-hal seperti ini membantu kami mengurangi limbah yang merugikan orang lain atau bahkan alam,” kata Andanu.

Ia menambahkan bahwa keberlanjutan kini telah menjadi kebiasaan hidup dalam ekosistem bisnis Tuku, dan perlahan mulai memengaruhi masyarakat, terutama generasi muda.

Sementara itu, Co-founder Anomali Coffee, Irvan Helmi, menilai asumsi bahwa konsumen tidak peduli terhadap isu keberlanjutan tidak sepenuhnya tepat. Menurutnya, generasi muda, khususnya Gen Z, justru menunjukkan kecenderungan terhadap hal-hal yang autentik dan berdampak positif terhadap lingkungan.

“Mereka memiliki kecenderungan menyukai hal-hal yang autentik dan memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan,” ujarnya.

Irvan menambahkan bahwa perubahan ini menandai transformasi pasar menuju keberlanjutan. Apa yang dulu menjadi tantangan bagi Tuku, kini menjadi peluang untuk inovasi produk yang berkelanjutan dan memberi dampak nyata.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
Pemerintah
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Swasta
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
Pemerintah
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Pemerintah
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
LSM/Figur
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Swasta
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
LSM/Figur
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
LSM/Figur
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Pemerintah
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Pemerintah
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
LSM/Figur
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Swasta
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
LSM/Figur
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau