KOMPAS.com — Saat dunia berusaha menghentikan pemanasan global dengan menghentikan penggunaan bahan bakar fosil sesuai dengan target iklim, penelitian baru menemukan bahwa memberikan standar hidup layak untuk semua orang tetap bisa dilakukan, asalkan pengurangan emisi dilakukan dengan cepat dan serius.
Penelitian ini dilakukan oleh Jarmo Kikstra dari Program Energi, Iklim, dan Lingkungan di International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA), Austria. Penelitian ini melihat skenario energi yang sesuai dengan Perjanjian Paris dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
“Dengan adanya perubahan iklim dan miliaran orang masih kekurangan kebutuhan dasar, mengatasi kedua masalah ini secara bersamaan bukan hanya mungkin, tapi juga sangat penting,” ujar IIASA sebagaimana dikutip dari ecowatch pada Kamis (14/5/2025).
Baca juga: WRI Gandeng Petani Gayo Produksi Kopi Berkelanjutan di Tengah Krisis Iklim
Para peneliti mempelajari apakah skenario dalam SDGs dan Perjanjian Paris dapat menyediakan cukup energi bagi semua orang untuk memiliki akses ke layanan penting seperti pemanas dan pendingin rumah, memasak yang aman, layanan kesehatan, pendidikan, dan transportasi.
“Tujuan kami adalah memahami apa yang dibutuhkan untuk menghapus kemiskinan ekstrem sambil tetap menjalankan aksi iklim,” kata Kikstra.
“Kami tidak hanya ingin orang keluar dari kemiskinan ekstrem, tapi juga membayangkan masa depan yang lebih baik, dengan standar hidup layak sebagai standar minimum untuk semua orang di dunia,” lanjut dia.
Dengan menggunakan model baru bernama DESIRE, tim peneliti membandingkan skenario energi yang memprioritaskan pembangunan berkelanjutan dengan skenario yang hanya melanjutkan tren saat ini.
Salah satu hasil penting dari studi ini adalah bahwa skenario pembangunan berkelanjutan bisa mengurangi konsumsi energi dibawah kebutuhan minimum.
Dalam skenario ini, jumlah orang yang tidak punya cukup energi untuk kebutuhan dasar rumah tangga diperkirakan turun lebih dari 90 persen— jauh lebih cepat dibanding tren saat ini.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa emisi yang dibutuhkan untuk mendukung standar hidup layak sebenarnya jauh lebih kecil daripada total emisi saat ini.
Shonali Pachauri, salah satu penulis studi dan kepala Kelompok Riset Solusi Sosial dan Kelembagaan Transformatif, mengatakan bahwa efisiensi, pertumbuhan, dan pemerataan semua penting untuk memastikan semua orang bisa mendapatkan cukup sumber daya.
“Bukan hanya soal menyediakan lebih banyak layanan di tempat yang membutuhkannya, tapi juga soal cara menyediakannya dengan lebih baik dan memastikan sumber daya tidak terbuang, melainkan digunakan oleh mereka yang benar-benar membutuhkan,” tambah Kikstra.
Baca juga: Regulator Perbankan Global Kompak Atasi Risiko Iklim
Studi berjudul “Menutup Kesenjangan Kehidupan Layak dalam Skenario Energi dan Emisi: Memperkenalkan DESIRE” diterbitkan di jurnal Environmental Research Letters.
“Ini adalah studi pertama yang menggabungkan kajian rinci soal kebutuhan energi dengan pemodelan global pengurangan emisi. Jika dilakukan dengan benar, kebutuhan energi di masa depan bisa turun sepertiga, dan emisi bisa ditekan hingga nol,” kata Bas van Ruijven, salah satu penulis studi dan kepala Kelompok Riset Sistem Layanan Berkelanjutan di IIASA.
Para penulis menekankan pentingnya menggabungkan aksi iklim dengan pembangunan. Tapi mereka juga memperingatkan bahwa tanpa kebijakan iklim yang kuat, bahkan kebutuhan dasar pun tidak akan terpenuhi tanpa melanggar batas-batas Perjanjian Paris.
Salah satu poin utama dari studi ini adalah bahwa hanya sekitar sepertiga dari konsumsi energi global yang benar-benar dibutuhkan untuk kehidupan layak. Dua pertiganya digunakan untuk hal-hal di luar kebutuhan dasar.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya