Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim, Siswa Pekalongan Sakit dan Gatal akibat Rob, Tak Fokus Belajar

Kompas.com - 05/06/2025, 11:59 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Pekalongan, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dewi Analis Indriyani, mengatakan bahwa banyak siswa menjadi tidak fokus belajar karena merasa gatal-gatal akibat banjir rob yang terjadi.

Kondisi ini mencerminkan bagaimana krisis iklim memperlebar jurang ketimpangan, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak di wilayah pesisir.

Dalam sesi kedua diseminasi hasil penelitian bertajuk “Forced Labor and Climate Change: Focus on Women and Children” yang digelar secara daring, Rabu (4/6/2025), Indriyani menyampaikan bahwa salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya suhu bumi yang secara langsung menyebabkan pencairan es di kutub utara. Hal itu meningkatkan volume permukaan air laut dan memicu serangkaian bencana di wilayah pesisir, seperti erosi, abrasi, dan banjir rob.

Mengutip dari beberapa hasil riset, Indriyani menyebut bahwa Pekalongan termasuk ke dalam salah satu wilayah pesisir yang terdampak perubahan iklim paling buruk.

“Pekalongan mengalami laju penurunan tanah terburuk, hingga 20 cm per tahun, dibanding kota-kota lain yang masih di bawah 10 cm per tahun,” jelas Indriyani dalam acara tersebut.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa berdasarkan beberapa hasil riset lainnya, 80 persen wilayah Pekalongan akan berada di bawah permukaan laut pada tahun 2035.

Saat ini, area terparah yang terkena banjir rob hingga 232 meter antara lain Belacanan, Depok, Semut, Pecakaran, Jeruksari, Bandengan, dan Kandang Panjang.

Adapun fokus penelitian Indriyani berada di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Menteng Kerto, Tirto, dan Siwalan, Pekalongan, yang mencakup desa-desa yang terdampak paling parah.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Indriyani dan tim, banjir tidak hanya melumpuhkan ekonomi dan berdampak pada kesehatan, tetapi juga mempengaruhi aktivitas pendidikan yang seharusnya bisa berjalan dengan baik.

“Bencana akibat perubahan iklim ini terus mengganggu proses belajar di sekolah,” jelasnya.

Lebih jauh, Indriyani melakukan wawancara kepada guru-guru setempat untuk mengetahui bagaimana proses kegiatan belajar mengajar berlangsung ketika daerah tempat tinggal mereka tergenang banjir rob.

“Banyak anak-anak yang datang ke sekolah dalam keadaan basah kuyup,” ujar salah seorang guru.

Menurut kesaksian para guru, kondisi tersebut membuat suasana belajar yang kondusif sulit terbangun.

“Keadaan anak-anak yang basah kuyup menimbulkan masalah lanjutan seperti gatal-gatal, sakit perut, yang membuat guru-guru jadi harus menangani masalah kesehatan ini dulu,” jelas Indriyani.

Ia juga menambahkan, meskipun ada anak-anak yang tidak mengalami masalah kesehatan, fokus mereka sudah terpecah konsentrasinya dan lebih ingin bermain-main dengan air banjir.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Perkuat Sabuk Hijau Hadapi Krisis Iklim, Pemprov DKI Jakarta Tanam 10.000 Mangrove di 4 Pesisir
Perkuat Sabuk Hijau Hadapi Krisis Iklim, Pemprov DKI Jakarta Tanam 10.000 Mangrove di 4 Pesisir
Pemerintah
Dalam 3 Bulan, 4700 Hektare Sawit di Tesso Nilo Telah Dimusnahkan
Dalam 3 Bulan, 4700 Hektare Sawit di Tesso Nilo Telah Dimusnahkan
Pemerintah
Terobosan Formula E, Olahraga Pertama dengan Sertifikasi Net Zero BSI
Terobosan Formula E, Olahraga Pertama dengan Sertifikasi Net Zero BSI
Swasta
Pakar Katakan, Intervensi Iklim di Laut Sia-sia jika Tata Kelolanya Masih Sama Buruknya
Pakar Katakan, Intervensi Iklim di Laut Sia-sia jika Tata Kelolanya Masih Sama Buruknya
LSM/Figur
KLH Luncurkan Waste Crisis Center, Pusat Layanan Pengelolaan Sampah
KLH Luncurkan Waste Crisis Center, Pusat Layanan Pengelolaan Sampah
Pemerintah
ICDX: REC Bukan Cuma Sertifikat, Bisa Jadi Stimulus Capai Target EBT
ICDX: REC Bukan Cuma Sertifikat, Bisa Jadi Stimulus Capai Target EBT
Swasta
Terjadi di Seismic Gap, Gempa Rusia Alarm Bahaya buat Indonesia
Terjadi di Seismic Gap, Gempa Rusia Alarm Bahaya buat Indonesia
LSM/Figur
Ahli Ungkap 2 Hal Penting dalam Konservasi Harimau, Harus Jadi Indikator Kemajuan
Ahli Ungkap 2 Hal Penting dalam Konservasi Harimau, Harus Jadi Indikator Kemajuan
LSM/Figur
KKP Siapkan Peta Nasional Terumbu Karang dan Padang Lamun, Diluncurkan Akhir 2025
KKP Siapkan Peta Nasional Terumbu Karang dan Padang Lamun, Diluncurkan Akhir 2025
Pemerintah
KLH Pastikan Target Penurunan Emisi NDC Kedua Lebih Ambisius
KLH Pastikan Target Penurunan Emisi NDC Kedua Lebih Ambisius
Pemerintah
Perkuat Kolaborasi untuk Wujudkan SDGs, FEM IPB Kirim Mahasiswa KKN ke 2 Negara
Perkuat Kolaborasi untuk Wujudkan SDGs, FEM IPB Kirim Mahasiswa KKN ke 2 Negara
Pemerintah
Hasilkan 1 Juta Ton Limbah per Hari, Lampung Siap Olah Sampah Jadi Listrik
Hasilkan 1 Juta Ton Limbah per Hari, Lampung Siap Olah Sampah Jadi Listrik
Pemerintah
Konservasi Harimau Sumatera Perlu Arah Jelas, SRAK Urgent Diterbitkan
Konservasi Harimau Sumatera Perlu Arah Jelas, SRAK Urgent Diterbitkan
LSM/Figur
Bencana Alam Terus Memberikan Tekanan pada Pasar Asuransi Global
Bencana Alam Terus Memberikan Tekanan pada Pasar Asuransi Global
Pemerintah
Pangkas Emisi, BLDF Tanam 23 Ribu Trembesi di Tol Trans Sumatera
Pangkas Emisi, BLDF Tanam 23 Ribu Trembesi di Tol Trans Sumatera
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau