Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis Protes soal Tambang Nikel, Pengamat: Standar Keberlanjutan Makin Mendesak

Kompas.com - 04/06/2025, 19:09 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - CEO Landscape Indonesia, Agus P Sari, mengatakan bahwa standar keberlanjutan pertambangan nikel makin diperlukan. Hal ini disampaikan Agus, merespons aksi protes yang dilakukan empat aktivis Greenpeace Indonesia dan Raja Ampat, Papua dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025, Selasa (3/6/2025) lalu. 

"Kejadian ini menunjukkan standar keberlanjutan dari pertambangannikel makin urgent untuk digunakan," ungkap Agus dalam keterangannya, Rabu (4/6/2025).

"Engagement dengan pemangku kebijakan juga perlu dilakukan agar pengelolaan lansekap pertambangan bisa lebih baik dan lebih memberikan manfaat kepada lebih banyak pihak di sekitar tambang," imbuh dia. 

Adapun empat aktivis yang terlibat aksi sempat ditangkap oleh panitia lalu dibawa ke Polsek Grogol Petamburan lantaran dinilai menghambat jalannya acara.

Baca juga: Polisi Tindak Aktivis saat Gelar Aksi di Konferensi Nikel Internasional

Kapolsek Grogol Petamburan, Kompol Reza Hafiz Gumilang, mengatakan para aktivis dilepaskan di hari yang sama lantaran tak memenuhi unsur pidana.

"Kami mengamankan yang bersangkutan agar pelaksanaan event berjalan kembali dengan kondusif. Tidak ada unsur pidana (sehingga dilepaskan)," jelas Reza.

Sementara itu, dalam aksinya, Greenpeace mengaku mengirim pesan kepada pemerintah dan para pengusaha industri nikel bahwa tambang dan hilirisasi di berbagai daerah telah membawa derita bagi masyarakat terdampak.

Industri nikel juga dinilai merusak lingkungan dengan membabat hutan, mencemari sumber air, sungai, laut, udara, serta akan memperparah dampak krisis iklim karena masih menggunakan PLTU captive sebagai sumber energi dalam prosesnya.

Baca juga: 6 Aktivis Lingkungan Muda Dunia yang Suarakan Pelestarian Bumi

Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Iqbal Damanik, menyatakan pihaknya menemukan aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat antara lai di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.

Menurut analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami.

Sejumlah dokumentasi menunjukkan adanya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir yang berpotensi merusak karang, dan ekosistem perairan Raja Ampat akibat pembabatan hutan serta pengerukan tanah.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau