Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mikroplastik Ditemukan di Udara Indonesia, Bisa Picu Autoimun

Kompas.com - 05/06/2025, 11:06 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA. KOMPAS.com - Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) menemukan bahwa udara di enam desa Sidoarjo, Jawa Timur, terkontaminasi mikroplastik.

Koordinator Pendidikan dan Kampanye Ecoton, Alaika Rahmatullah, mengungkapkan riset dilakukan pada Mei 2025 di Desa Tropodo, Kecamatan Wonoayu, Kecamatan Waru, Kecamatan Sepanjang, Kecamatan Sukodono, dan Alun-alun Sidoarjo. Udara di lokasi ini positif mengandung mikroplastik dengan jenis fiber, fragmen dan filamen.

"Total sebanyak 172 partikel mikroplastik ditemukan di enam daerah tersebut. Pada area pabrik tahu Desa Tropodo sendiri ditemukan 13 fiber dan 12 filamen," kata Alaika dalam keterangannya, Rabu (4/6/2025).

Baca juga: Lahan Pertanian Mengandung Mikroplastik 23 Kali Lebih Banyak dari Lautan

Sementara, kadar mikroplastik tertinggi ditemukan di Kecamatan Wonoayu yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Desa Tropodo dengan jumlah 65 partikel per 3 jam.

Alaika menyebut, Ecoton meneliti mikroplastik di udara dengan memasang cawan petri di sembilan lokasi tiga kecamatan Gresik. Hasilnya menunjukkan kadar mikroplastik sebesar 141 partikel per 2 jam di Pasar Benjeng, Gresik.

"Keberadaan mikroplastik di udara disebabkan oleh 57 persen penduduk Jawa Timur kebiasaan membakar sampah plastik. Proses pembakaran ini menghasilkan gas dan sebaran partikel mikroplastik ke udara," jelas Alaika.

Selain itu, gesekan ban kendaraan bemotor dengan jalan dan gesekan alas kaki, sistem pembuangan sampah open dumping dan open burning, serta industri daur ulang plastik.

Baca juga: Ecoton Temukan Mikroplastik pada Organisme Sungai di Kali Surabaya

Faktor lainnya, penggunaan produk rumah tangga dan perawatan diri, sampah plastik yang tak terkelola, hingga dari pakaian berbahan polyester. Ecoton pun menyoroti lambannya pemerintah dalam mengendalikan polusi mikroplastik di udara.

"Saat ini kondisi kontaminasi mikroplastik di udara menjadi salah satu sumber utama masuknya mikroplastik kedalam tubuh manusia," jelas Alaika.

Paparan yang terus-menerus, lanjut dia akan memicu gangguan neuroimflamasi maupun autoimun. Menurut riset berjudul Bioaccumulation of microplastics in decedent human brains di Meksiko tahun 2025, jaringan otak mengandung proporsi polietilena yang lebih tinggi dibandingkan komposisi plastik di hati atau ginjal.

Mikroplastik di dalam otak yang terisolasi lalu mengendap di dinding serebrovaskular dan sel imun.

"Keberadaan polietilen dalam otak harus menjadi peringatan keras bagi masyarakat Indonesia, karena selama ini penduduk Indonesia mengkonsumsi mikroplastik 15 gram per bulan," ucap Alaika.

"Temuan ini menempatkan penduduk Indonesia sebagai manusia dunia yang paling banyak mengonsumsi mikroplastik,” imbuh dia.

Baca juga: Mikroplastik Hambat Laut Serap Karbon, Ancaman untuk Iklim

Dalam rangka mengakhiri polusi plastik sesuai tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Ecoton mendesak pemerintah untuk menegakkan hukum yang melarangan pembakaran sampah plastik.

Kedua, tidak menerapkan pengolahan sampah dengan pembakaran, mengendalikan sumber-sumber mikroplastik di udara, serta menetapkan baku mutu mikroplastik di lingkungan dan makanan laut.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Swasta
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Swasta
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Pemerintah
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Pemerintah
Jadikan Idul Adha Momentum Pemberdayaan Peternak Lokal
Jadikan Idul Adha Momentum Pemberdayaan Peternak Lokal
LSM/Figur
Negara Rugi Rp 13 Triliun karena Illegal Fishing, Menteri KP Desak Audit Pajak Kapal Ikan
Negara Rugi Rp 13 Triliun karena Illegal Fishing, Menteri KP Desak Audit Pajak Kapal Ikan
Pemerintah
KLH Sanksi 4 Tambang Nikel di Raja Ampat, Terbukti Lakukan Pelanggaran Serius
KLH Sanksi 4 Tambang Nikel di Raja Ampat, Terbukti Lakukan Pelanggaran Serius
Pemerintah
Tantangan ESG dan Arah Baru Tata Kelola Mineral Kritis Indonesia
Tantangan ESG dan Arah Baru Tata Kelola Mineral Kritis Indonesia
LSM/Figur
Perubahan Iklim, Perempuan Terpaksa Jadi Tulang Punggung Tanpa Jaminan Sosial
Perubahan Iklim, Perempuan Terpaksa Jadi Tulang Punggung Tanpa Jaminan Sosial
LSM/Figur
Duit China Dorong Transisi Energi ASEAN, tapi Politik Global Menahan
Duit China Dorong Transisi Energi ASEAN, tapi Politik Global Menahan
Pemerintah
Lestari Awards 2025 Umumkan Juri Inisiatif Keberlanjutan Terbaik
Lestari Awards 2025 Umumkan Juri Inisiatif Keberlanjutan Terbaik
Swasta
Di Kalsel, Ahli IPB Kenalkan Pertanian Hemat Lahan 'Garden Tower'
Di Kalsel, Ahli IPB Kenalkan Pertanian Hemat Lahan "Garden Tower"
Pemerintah
Pemerintah Bakal Revitalisasi Tambak dan Bangun Hutan Mangrove di Pantura
Pemerintah Bakal Revitalisasi Tambak dan Bangun Hutan Mangrove di Pantura
Pemerintah
Terobosan AI Google, Pangkas Emisi Lampu Lalu Lintas
Terobosan AI Google, Pangkas Emisi Lampu Lalu Lintas
Swasta
Penanaman Hutan di Wilayah Tropis Jadi Strategi Atasi Krisis Iklim
Penanaman Hutan di Wilayah Tropis Jadi Strategi Atasi Krisis Iklim
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau