Di sisi lain, Indriyani menyampaikan bahwa banjir rob menimbulkan efek domino terhadap kegiatan belajar mengajar. Selain berdampak pada kesehatan, bencana akibat perubahan iklim ini juga mempengaruhi prestasi anak-anak.
“Para guru mengakui ada penurunan akademik siswa. Karena sulitnya berkonsultasi, anak-anak jadi mudah lupa dengan pembelajaran-pembelajaran sebelumnya. Hal ini membuat mereka kesulitan mendapatkan nilai bagus saat ulangan atau ketika diberi pertanyaan,” jelas Indriyani.
Meski menghadapi berbagai kendala, beberapa guru mencatat bahwa anak-anak justru menunjukkan daya tahan fisik yang lebih kuat. Hal ini terlihat dari prestasi mereka di cabang olahraga tertentu, yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh kebiasaan menerjang banjir hampir setiap hari.
Namun demikian, Indriyani menegaskan bahwa mendapatkan materi pembelajaran tetaplah hak setiap anak.
Oleh sebab itu, guru mencoba berbagai metode pembelajaran yang memungkinkan anak tetap bisa belajar secara maksimal.
“Ada guru yang memberikan PR dengan mengharuskan anak membaca buku, ada juga yang merekam proses mengajarnya sehingga bisa diakses oleh anak secara online dan anak tidak perlu ke sekolah saat sedang banjir,” jelas Indriyani.
Baca juga: Miskin, Minim Konsumsi Protein, dan Tercekik Iklim: Anak Pesisir Terancam Stunting
Namun, keterbatasan sumber daya bahan bacaan dan tidak semua anak atau orang tuanya memiliki gawai serta kuota internet yang memadai menjadi tantangan lain dalam implementasi metode pembelajaran ini.
Di sisi lain, dampak rob tidak hanya dirasakan secara personal oleh siswa, tetapi juga memengaruhi infrastruktur pendidikan.
Banjir rob menyebabkan kerusakan pada bangunan sekolah, sehingga membuat dinding sekolah rentan ambruk dan membahayakan keselamatan guru serta murid.
“Namun, relokasi pun masih tidak menjadi solusi, karena daya tampung ruang relokasi yang terbatas,” jelas Indriyani. Hal ini membuat anak-anak yang tinggal di lingkungan terdampak perubahan iklim semakin sulit mendapatkan akses pendidikan yang layak.
Padahal, secara internasional, Pasal 28 dan Pasal 29 Konvensi Hak Anak (UNHCR) menekankan hak anak untuk mendapatkan pendidikan dan kewajiban negara untuk memastikan terpenuhinya hak tersebut.
Sementara itu, secara nasional, Indonesia mengatur hak atas pendidikan dalam Pasal 28C Ayat (1) dan Pasal 31 UUD 1945, serta dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, yang menegaskan bahwa setiap anak berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pekalongan menjadi contoh nyata bagaimana krisis iklim bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga krisis akses, kesempatan, dan masa depan pendidikan bagi generasi muda yang terdampak.
Oleh sebab itu, Indriyani menekankan pentingnya pemerintah, terutama dinas pendidikan, untuk menanggapi masalah ini dengan serius.
Selain itu, menurut Indriyani, penting juga mendengar pendapat dari berbagai pihak seperti orang tua, guru, dan murid itu sendiri ketika hendak membuat regulasi untuk menanggulangi masalah pendidikan yang terdampak perubahan iklim ini.
Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Laut Menderita, Dampaknya Bisa Seret Kita Semua
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya