Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tambang Nikel Tak Sentuh Wisata, tetapi Bisa Rusak Seluruh Ekosistem Raja Ampat

Kompas.com - 10/06/2025, 08:04 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa lokasi tambang tidak berada di destinasi pariwisata Piaynemo, Raja Ampat, melainkan berjarak kurang lebih 30–40 kilometer.

Pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan dari banyak pihak: dengan jarak 30–40 kilometer, apakah keanekaragaman hayati yang menjadi wajah Raja Ampat lantas tidak terancam?

Menanggapi hal itu, Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN, Andes Hamuraby Rozak, mengatakan bahwa lingkungan tidak bisa dipisah-pisahkan. Menurutnya, lingkungan merupakan sistem yang saling berkesinambungan.

“Kehidupan itu merupakan sebuah sistem yang saling terhubung satu sama lain. Sesuatu yang kecil akan mempengaruhi yang besar. Begitu pun kerusakan kecil karena pertambangan di suatu tempat akan tetap memberikan dampak besar pada keanekaragaman hayati secara luas,” ujar Andes kepada Kompas.com, Senin (9/6/2025).

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa jika hanya difokuskan agar tidak merusak kawasan wisata, mungkin benar kawasan wisata tidak akan terdampak secara langsung dan dalam waktu cepat dengan jarak 30–40 kilometer. Namun, jika berbicara soal keanekaragaman hayati, tidak sesederhana itu.

Baca juga: Terbukti, Ada Kolam Limbah Tambang Nikel Raja Ampat Jebol dan Cemari Laut

“Kawasan nonwisata juga penting bagi keanekaragaman hayati. Bisa jadi keanekaragaman hayati yang ada di sekitar tambang lebih tinggi dibandingkan kawasan wisata,” ujar Andes.

Apalagi, menurut Andes, penelitian tentang keanekaragaman hayati di Papua—khususnya Raja Ampat—belum semasif di Sumatera atau Kalimantan. Masih banyak potensi kekayaan alam Papua yang belum tergali dan ini terancam rusak sebelum identifikasi dilakukan oleh akibat dari aktivitas tambang.

“Beberapa ahli menyampaikan bahwa pendataan keanekaragaman hayati yang ada di Raja Ampat bisa memerlukan waktu hingga 100 tahun,” jelas Andes.

Selain itu, Andes mengatakan bahwa Pulau Gag yang kini ramai diperbincangkan juga memiliki spesies endemik yang berharga, yakni Palem Raja Ampat. Spesies palem raksasa ini hanya tumbuh di Raja Ampat, khususnya di Pulau Gag.

“Adanya aktivitas pertambangan, juga mengancam kelestarian Palem Raja Ampat,” ujar Andes.

Maka, menurut Andes, keanekaragaman hayati Raja Ampat secara keseluruhan tetap terancam oleh adanya pertambangan, terlepas dari apakah wilayah wisatanya terdampak langsung atau tidak.

Lebih jauh, ia mengatakan, jika satu tempat mengalami kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan, hanya soal waktu sebelum tempat-tempat lain ikut terkena dampaknya.

“Katakanlah, hanya lingkungan yang menjadi lahan pertambangan mengalami pencemaran kualitas air laut atau terumbu karangnya tertutupi sedimen. Namun, air itu mengalir. Saat terjadi hujan besar, misalnya, itu akan membawa serta faktor-faktor pencemar ke area-area lain dan lama-kelamaan bisa sampai juga pada area yang berjarak 30–40 kilometer. Sama seperti kebakaran hutan di Kalimantan, lama-kelamaan asapnya sampai ke Singapura,” jelas Andes.

Baca juga: Sederet Pelanggaran 4 Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Harapan Orangutan di Tengah Ancaman Kepunahan: Sains, Politik, Publik
Harapan Orangutan di Tengah Ancaman Kepunahan: Sains, Politik, Publik
LSM/Figur
Pulau untuk Dijaga, Bukan Dijual: Jalan Menuju Wisata Berkelanjutan
Pulau untuk Dijaga, Bukan Dijual: Jalan Menuju Wisata Berkelanjutan
Pemerintah
GAPKI Gandeng IPOSS untuk Perkuat Sawit Indonesia di Tingkat Dunia
GAPKI Gandeng IPOSS untuk Perkuat Sawit Indonesia di Tingkat Dunia
Swasta
Bioteknologi Jagung, Peluang Indonesia Jawab Masalah Ketahan Pangan
Bioteknologi Jagung, Peluang Indonesia Jawab Masalah Ketahan Pangan
Swasta
Peluang 'Green Jobs' di Indonesia Besar, tapi Produktivitas SDM Masih Rendah
Peluang "Green Jobs" di Indonesia Besar, tapi Produktivitas SDM Masih Rendah
LSM/Figur
IEA Prediksi Penurunan Permintaan Minyak Global Mulai 2030
IEA Prediksi Penurunan Permintaan Minyak Global Mulai 2030
Pemerintah
PGN Perluas Akses Internet di Lingkungan Kampus Unsri
PGN Perluas Akses Internet di Lingkungan Kampus Unsri
BUMN
Peta Baru Ungkap 195 Juta Hektar Lahan Potensial untuk Perbaikan Hutan
Peta Baru Ungkap 195 Juta Hektar Lahan Potensial untuk Perbaikan Hutan
LSM/Figur
Mata dari Langit: Bagaimana Penginderaan Jauh Bantu Selamatkan Bumi?
Mata dari Langit: Bagaimana Penginderaan Jauh Bantu Selamatkan Bumi?
LSM/Figur
16 Sistem Penambatan Bakal Dipasang untuk Jaga Terumbu Karang Raja Ampat
16 Sistem Penambatan Bakal Dipasang untuk Jaga Terumbu Karang Raja Ampat
Pemerintah
Picu Kerusakan Lingkungan, 2 Perusahaan Tambang Didenda Rp 47 Miliar
Picu Kerusakan Lingkungan, 2 Perusahaan Tambang Didenda Rp 47 Miliar
Pemerintah
Peringati HUT Ke-47, Pasar Modal Indonesia Serahkan Bantuan Ambulans untuk Masyarakat Papua
Peringati HUT Ke-47, Pasar Modal Indonesia Serahkan Bantuan Ambulans untuk Masyarakat Papua
Swasta
Satu Prompt ChatGPT Konsumsi Setengah Liter Air Bersih
Satu Prompt ChatGPT Konsumsi Setengah Liter Air Bersih
Swasta
KKP Ungkap Pendapatan Sektor Perikanan Indonesia Capai Rp116 Triliun
KKP Ungkap Pendapatan Sektor Perikanan Indonesia Capai Rp116 Triliun
Pemerintah
Menelusuri Jejak Kayu Ilegal lewat Forensik DNA, Harapan Baru dalam Penegakan Hukum Kehutanan
Menelusuri Jejak Kayu Ilegal lewat Forensik DNA, Harapan Baru dalam Penegakan Hukum Kehutanan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau