JAKARTA, KOMPAS.com — Pagatan Usaha Makmur (PUM) melakukan reforestasi seluas 23.665 hektare di daerah rentan deforestasi, Kalimantan Tengah.
Co-Founder sekaligus CEO PUM, Rio Christiawan, menjelaskan bahwa pihaknya menerapkan pendekatan Climate, Community, and Biodiversity (CCB) dalam menjalankan reforestasi itu.
“Pendekatannya bukan sekadar menanam pohon, tapi konservasi yang mempertimbangkan tiga aspek utama, iklim, masyarakat, dan keanekaragaman hayati,” ujar Rio dalam acara Media Luncheon bertajuk Advancing ESG, Equity, and Ecosystem Restoration through PUM, Rabu (16/7/2025).
Dari sisi iklim, menurut Rio, reforestasi menjadi langkah untuk menyerap karbon dan menghasilkan oksigen dengan tujuan untuk menurunkan emisi dan meningkatkan kualitas lingkungan.
Sementara dari aspek komunitas, Rio mengatakan bahwa pihaknya melibatkan masyarakat sekitar secara aktif, termasuk mendorong terbentuknya ekonomi sirkular untuk mendukung keberlanjutan penghidupan mereka.
“Contohnya, kami kembangkan inisiatif seperti Kopi Bangun Jaya dan keripik Bajava dari komoditas lokal,” ujarnya.
Rio mengatakan, bahwa pihaknya juga mendorong perubahan perilaku sehingga bisa bisa memicu perubahan pola hidup menjadi lebih berkelanjutan.
Baca juga: 152 Hektare Hutan Produksi Diserahkan untuk Permukiman dan Pertanian
“Masyarakat yang sebelumnya terbiasa menebang pohon, kini kami dorong untuk beralih ke aktivitas menanam,” tambah Rio.
Dari sisi biodiversitas, menurut Rio, mereka berupaya melindungi tumbuhan dan satwa di wilayah konsesi reforestasi, termasuk spesies langka seperti beruang madu. “Ini juga bagian dari upaya konservasi,” ujar Rio.
Lebih jauh, Rio mengatakan bahwa kegiatan yang berjalan sejak 2021 ini telah menunjukkan dampak terhadap lingkungan. Salah satunya adalah menurunnya kejadian kebakaran hutan, yang selama ini marak terjadi di musim kemarau.
Menurut Rio, kebakaran seringkali dipicu oleh kebiasaan masyarakat yang membuka lahan dan mengelola limbah ladang dengan cara dibakar.
Hal tersebut lumrah dilakukan selama luasnya kurang dari dua hektare. Namun, ladang-ladang itu seringkali berdekatan dengan kawasan hutan, sehingga menimbulkan risiko besar.
“Maka, kami memberikan edukasi kepada masyarakat dan mengenalkan pengelolaan limbah yang lebih berkelanjutan,” ungkapnya.
Baca juga: Tanpa UU Kehutanan Baru, Hutan dan Masa Depan Iklim Terancam
Dari sisi sosial, menurut Rio, pihaknya telah memberdayakan 800 petani, termasuk kelompok perempuan, dan memberikan dampak kepada 2.200 orang di tujuh desa. Pemberdayaan dilakukan melalui pelatihan UMKM sirkular seperti kopi dan keripik lokal, serta praktik pengelolaan lahan yang regeneratif.
Rio menekankan bahwa masyarakat lokal adalah aktor utama dalam proyek ini. Mereka dilibatkan sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya