WWF Indonesia bekerja di kawasan ini sejak 2015 hingga 2019 melalui tiga pendekatan utama, perlindungan satwa dan habitatnya, perbaikan tata kelola kawasan, serta pelibatan masyarakat dalam kegiatan konservasi.
Selama lima tahun, indikasi stabilnya populasi harimau mulai terlihat, ditandai dengan temuan jejak dan dokumentasi kamera di tahun-tahun berbeda. Meski belum bisa diklaim ada peningkatan populasi secara statistik, tren ini menjadi kabar baik.
Stabilitas populasi harimau di kawasan ini juga berdampak pada terjaganya tutupan hutan, pasokan air, hingga munculnya manfaat ekologis lain seperti jasa lingkungan dan peluang ekowisata.
“Tempat itu menjadi destinasi wisata favorit dan menghasilkan jasa ekosistem yang berdampak langsung ke masyarakat,” ujar Febri.
Pengalaman di Rimbang-Baling menunjuk kan bahwa konservasi harimau yang menyentuh aspek ekologis, tata kelola, dan sosial budaya bukan hanya melindungi satu spesies, tapi juga mendukung keberlanjutan hidup manusia dan iklim secara keseluruhan.
Baca juga: Dampak Berlapis Karhutla, Bunuh Harimau dan Hanguskan Habitatnya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya