Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesehatan Kita Butuh Pemeriksaan Rutin, Indonesia Kini Punya Alatnya

Kompas.com, 30 Juli 2025, 17:31 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Planetary Guardians dan Potsdam Institute for Climate Impact Research (PIK) meluncurkan Planetary Health Check, alat pemantauan kesehatan planet bumi yang berbasis sains. Alat tersebut pertama kali diperkenalkan di Climate Week New York pada 2024 lalu.

Anggota Planetary Guardians, Farwiza Farhan, menjelaskan ada sembilan indikator yang digunakan dalam pengukuran kesehatan bumi termasuk perubahan iklim, entitas baru, penipisan ozon stratosfer, dan pemuatan aerosol atmosfer.

Lainnya, pengasaman laut, modifikasi aliran biogeokimia, perubahan air tawar, perubahan sistem lahan, serta integritas biosfer.

"Di Planetary Health Check ada tools yang menunjukkan sebenarnya keadaan planet bumi sekarang seperti apa. Jadi ini bukan satu alat yang kita taruh di tanah terus dapat jawaban," ungkap Farwiza ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (29/7/2025).

Baca juga: Mata dari Langit: Bagaimana Penginderaan Jauh Bantu Selamatkan Bumi?

"Lebih ke pengukuran-pengukuran sebenarnya keadaan planet bumi ini sekarang seperti apa," imbuh dia.

Dalam hal ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkan Planetary Health Check. Hasil pemantauan nantinya akan menunjukkan tingkat keamanan suatu wilayah. Selain itu, pihaknya menekankan pentingnya peran masyarakat dalam menjaga kesehatan bumi.

"Peran Indonesia sangat besar karena salah satu negara dengan populasi yang paling banyak keanekaragaman hayati dan jumlah masyarakat adatnya salah satu yang terbanyak di dunia," jelas dia.

Menurut Farwiza, pemantauan dilakukan oleh peneliti Potsdam Institute melalui metodologi pengukuran yang telah dirancang khusus.

"Ini adalah science yang kompleks dan komprehensif dalam upaya untuk mengukur kesehatan bumi, bisa dilihat di website Planetary Health Check nanti akan kelihatan banyak hal yang diukur," ucap dia.

Sementara itu, anggota Planetary Guardians, Hindou Oumarou Ibrahim, memyatakan bahwa Indonesia merupakan kekuatan super planet karena perannya dalam menjaga ekosistem global. Posisinya dinilai sejajat dengan Kongo dan Amazon.

Baca juga: Studi Ungkap Begini Nasib Bumi Jika Amazon Mengering

Ia lantas menyerukan kerja sama global, termasuk penunjukan chief planetary scientist di tiap negara, untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu mulai dari pertanian hingga kelautan dan melibatkan kelompok perempuan maupun pemuda.

“Kami juga ingin memadukan sains modern dengan kearifan lokal masyarakat adat," tutur Hindou.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Pemerintah
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
Pemerintah
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Pemerintah
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
LSM/Figur
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
Pemerintah
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Pemerintah
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
LSM/Figur
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
Pemerintah
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Pemerintah
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
LSM/Figur
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Swasta
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Pemerintah
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau