JAKARTA, KOMPAS.com - Planetary Guardians dan Potsdam Institute for Climate Impact Research (PIK) meluncurkan Planetary Health Check, alat pemantauan kesehatan planet bumi yang berbasis sains. Alat tersebut pertama kali diperkenalkan di Climate Week New York pada 2024 lalu.
Anggota Planetary Guardians, Farwiza Farhan, menjelaskan ada sembilan indikator yang digunakan dalam pengukuran kesehatan bumi termasuk perubahan iklim, entitas baru, penipisan ozon stratosfer, dan pemuatan aerosol atmosfer.
Lainnya, pengasaman laut, modifikasi aliran biogeokimia, perubahan air tawar, perubahan sistem lahan, serta integritas biosfer.
"Di Planetary Health Check ada tools yang menunjukkan sebenarnya keadaan planet bumi sekarang seperti apa. Jadi ini bukan satu alat yang kita taruh di tanah terus dapat jawaban," ungkap Farwiza ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (29/7/2025).
Baca juga: Mata dari Langit: Bagaimana Penginderaan Jauh Bantu Selamatkan Bumi?
"Lebih ke pengukuran-pengukuran sebenarnya keadaan planet bumi ini sekarang seperti apa," imbuh dia.
Dalam hal ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkan Planetary Health Check. Hasil pemantauan nantinya akan menunjukkan tingkat keamanan suatu wilayah. Selain itu, pihaknya menekankan pentingnya peran masyarakat dalam menjaga kesehatan bumi.
"Peran Indonesia sangat besar karena salah satu negara dengan populasi yang paling banyak keanekaragaman hayati dan jumlah masyarakat adatnya salah satu yang terbanyak di dunia," jelas dia.
Menurut Farwiza, pemantauan dilakukan oleh peneliti Potsdam Institute melalui metodologi pengukuran yang telah dirancang khusus.
"Ini adalah science yang kompleks dan komprehensif dalam upaya untuk mengukur kesehatan bumi, bisa dilihat di website Planetary Health Check nanti akan kelihatan banyak hal yang diukur," ucap dia.
Sementara itu, anggota Planetary Guardians, Hindou Oumarou Ibrahim, memyatakan bahwa Indonesia merupakan kekuatan super planet karena perannya dalam menjaga ekosistem global. Posisinya dinilai sejajat dengan Kongo dan Amazon.
Baca juga: Studi Ungkap Begini Nasib Bumi Jika Amazon Mengering
Ia lantas menyerukan kerja sama global, termasuk penunjukan chief planetary scientist di tiap negara, untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu mulai dari pertanian hingga kelautan dan melibatkan kelompok perempuan maupun pemuda.
“Kami juga ingin memadukan sains modern dengan kearifan lokal masyarakat adat," tutur Hindou.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya