JAKARTA, KOMPAS.com - Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) serta Polda Jawa Timur menangkap pria berinsial AKP (27), atas kasus perdagangan bagian tubuh satwa liar dilindungi.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur, Nur Patria Kurniawan, mengatakan tersangka ditangkap di rumahnya, Mojolangu, Kota Malang pada 26 Agustus 2025 dengan barang bukti berupa 29 bagian tubuh satwa dilindungi.
“Sebagian besar barang bukti yang ditemukan berasal dari satwa liar dilindungi yang hidup di luar Jawa. Ini membuktikan bahwa Jawa Timur sering dijadikan titik transit dalam peredaran satwa dan bagian tubuh satwa lintas pulau," ujar Nur dalam keterangannya, Sabtu (30/8/2025).
Adapun AKP kedapatan menyimpan kulit kepala beruang, tengkorak macan dahan, tengkorak babirusa, taring babirusa, hingga kalung gigi dan kuku beruang.
Baca juga: Hari Gajah Sedunia, Ahli Ingatkan Pentingnya Koeksistensi dengan Satwa
Saat dimintai keterangan, AKP tidak dapat menunjukkan dokumen sah atas kepemilikan bagian satwa tersebut. Penyidik lantas menetapkannya sebagai tersangka.
Atas perbuatannya, AKP dijerat Pasal 40A ayat (1) huruf f juncto Pasal 21 ayat (2) huruf c dan/atau Pasal 40A ayat (1) huruf h jo angka 10 Pasal 21 ayat (2) huruf g UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
"Ancaman pidananya berupa penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda hingga Rp 100 juta," ungkap Nur.
Sementara ini, pemerintah meningkatkan pengawasan dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menangani perdagangan hewan dilindungi.
"BBKSDA Jawa Timur akan memperkuat pengawasan di pintu-pintu masuk dan jalur distribusi satwa liar untuk mencegah Jawa Timur menjadi jalur strategis perdagangan ilegal,” ucap dia.
Kepala Balai Gakkumhut Wilayah Jabalnusra, Aswin Bangun, menekankan bahwa kasus tersebut membuktikan adanya jaringan perdagangan ilegal satwa liar yang terorganisir lintas pulau. Ia menyatakan, peredaran bagian tubuh hewan merupakan ancaman serius terhadap kelestarian hayati.
"Penegakan hukum harus menembus hingga akar jaringan, bukan hanya pelaku lapangan, untuk benar-benar memutus rantai perdagangan ilegal ini,” ujar Aswin.
Baca juga: Dua Kasus Penyelundupan Sisik Trenggiling Terungkap di Riau dan Sumut
Setiap tindak pidana terkait perdagangan satwa liar dilindungi dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap upaya konservasi nasional. Karenanya, petugas akan terus menelusuri setiap pihak yang terlibat dalam jaringan kejahatan ini, termasuk penerima manfaat dari hasil perdagangan satwa dilindungi.
"Perbuatan mereka sama artinya dengan membunuh satwa dan merusak keseimbangan ekosistem. Kami ingin memastikan hukuman yang dijatuhkan benar-benar menimbulkan efek jera, sehingga rantai kejahatan ini dapat diputus sampai ke akarnya,” imbuh Aswin.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya