KOMPAS.com – SIS Group of Schools (SIS) menggandeng Cambridge International Education (Cambridge) untuk menghadirkan pendidikan internasional berkualitas dengan biaya yang lebih terjangkau. Kolaborasi ini sejalan dengan komitmen SIS mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin keempat, yakni memastikan pendidikan inklusif dan berkualitas untuk semua.
COO SIS Group of Schools, Andrew Paterson, mengungkap bahwa visi pendiri SIS, Jaspal Sidhu, lahir dari pengalaman personal.
Sebelum mendirikan SIS, Sidhu menyekolahkan anak-anaknya di sekolah termahal di Indonesia. Dari situ muncul pertanyaan mendasar, mengapa hanya orang-orang yang mampu membayar mahal bisa mendapatkan pendidikan berkualitas, sementara miliaran anak lain tak pernah punya kesempatan?
“Pertanyaan itu yang akhirnya jadi fondasi SIS. Kami terus mencari cara menekan biaya pendidikan agar kesenjangan antara yang mampu dan yang tidak bisa dipersempit,” ujar Andrew dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Selasa (9/9/2025).
Komitmen tersebut mendapatkan pengakuan dari Cambridge. Melalui kunjungan tim internasional yang dipimpin Director of International Network Cambridge Ben Schmidt, pihaknya meninjau dua sekolah, yakni SIS South Jakarta dan SIS Palembang di Sumatera. Penilaian tidak hanya soal kurikulum, tetapi juga efisiensi operasional, model pembiayaan, hingga program pelatihan guru.
Hasilnya, Cambridge menyoroti empat hal penting. Pertama, integrasi kurikulum Cambridge di seluruh kampus SIS.
Kedua, efisiensi operasional yang memungkinkan biaya ditekan tanpa mengorbankan kualitas. Ketiga, investasi pada guru lewat program pelatihan resmi Cambridge. Keempat, akses pendidikan berkualitas dengan model yang bisa direplikasi di berbagai daerah, termasuk kota kecil dan komunitas regional.
Baca juga: 25 Tahun, SIS Group Komitmen Kembangkan Karakter Siswa
“Kami membuktikan kurikulum Cambridge bisa dijalankan dengan kualitas tinggi, tapi dengan biaya lebih rendah, bahkan di kota kecil dan berkembang. Cambridge kami undang untuk memvalidasi perjalanan ini supaya makin banyak sekolah di dunia bisa mengikutinya,” kata Jaspal Sidhu.
Menurut Andrew, salah satu tantangan pendidikan di Indonesia dulu adalah banyak siswa harus ke luar negeri untuk mengakses sekolah berkualitas, dan sebagian besar tidak kembali.
Kini, hadirnya sekolah internasional seperti SIS memungkinkan orangtua menjaga anak tetap dekat dengan keluarga, sambil tetap memperoleh standar global.
“Ini yang kami sebut the best of both worlds. Siswa mendapat keterampilan internasional tapi juga tetap terhubung dengan nilai-nilai Indonesia, Pancasila, dan Bahasa Indonesia,” tutur Andrew.
Kolaborasi SIS dan Cambridge bukan hanya soal akademik, melainkan juga menumbuhkan kesadaran sosial. Kurikulum SIS mendorong siswa untuk berpikir kritis terhadap isu-isu ketidaksetaraan, kemiskinan, hingga konflik sosial.
Baca juga: SIS Group of Schools Mengumumkan Kemitraan Strategis dengan Sekolah Mutiara Nusantara
“Kami tidak memberi semua jawaban kepada siswa, tetapi mendorong mereka bertanya dan berefleksi. Dengan begitu, mereka tumbuh dengan pola pikir untuk perubahan positif,” jelas Andrew.
Upaya SIS dan Cambridge juga mendapat pengakuan global. Sebelumnya, model Half-Fees dan pelatihan guru EFFECTOR dari SIS meraih penghargaan dari World Bank (IFC) dan Financial Times pada 2019.
“Komitmen SIS untuk menjaga biaya (pendidikan) tetap terjangkau tanpa mengorbankan kualitas sejalan dengan misi Cambridge, yakni membuka akses pendidikan internasional untuk lebih banyak siswa di dunia. Model SIS menunjukkan bagaimana inovasi dan kerja sama bisa menghadirkan pendidikan global ke lebih banyak komunitas,” ujar Senior Country Manager Cambridge untuk Indonesia, Dian.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya