JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Konservasi dan Genetik Ditjen KSDAE Kementerian Kehutanan, Nunu Anugrah, mengungkapkan konservasi orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) menghadapi sejumlah tantangan. Baik yang disebabkan aktivitas manusia maupun perubahan alam.
Beberapa tantangan utamanya antara lain fragmentasi dan menyempitnya habitat, perburuan, perdagangan ilegal, isolasi populasi, risiko genetik penyakit, kesadaran pendidikan, serta konflik dengan manusia. Secara hukum, orangutan tapanuli dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
"Berbagai inisiatif telah dilaksanakan untuk mendorong koeksistensi antara manusia dan orangutan tapanuli, seperti restorasi habitat, perlindungan serta pengamanan populasi dan habitat orangutan, rehabilitasi orangutan karena jumlah populasinya yang rendah," ujar Nunu dalam keterangannya, Sabtu (6/9/2025).
Baca juga: Bayi Orangutan Lahir di Taman Nasional Kalimantan Barat, Dinamai Julia
"Perlindungan intensif pada kantong-kantong habitat orangutan, pengawasan dan penegakan hukum, serta penyadartahuan dan edukasi publik," imbuh dia.
Hal ini disampaikan Nunu, dalam acara Belantara Learning Series bertajuk Peluang Koeksistensi Dalam Upaya Konservasi Orangutan Tapanuli yang digelar Belantara Foundation, PT Agincourt Resources, Program Studi (Prodi) Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan, dan LPPM Universitas Pakuan.
Adapun International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) telah memublikasikan dokumen panduan tentang konflik dan koeksistensi manusia dengan satwa liar pada 2023 lalu.
Tujuannya, untuk menjelaskan berbagai langkah komprehensif dan efektif yang harus dipertimbangkan sebelum penerapan penanganan konflik dan koeksistensi manusia dan satwa liar. Selain itu, memberikan masukan mengenai langkah apa saja yang dapat digunakan dalam pengelolaan konflik dan koeksistensi manusia-satwa liar.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN, Wanda Kuswanda, menyampaikan bahwa orangutan tapanuli adalah spesies kera besar yang telah dipisahkan dari orangutan sumatera (Pongo abelii) pada akhir tahun 2017.
Baca juga: Harapan Orangutan di Tengah Ancaman Kepunahan: Sains, Politik, Publik
Menurut Daftar Merah IUCN, orangutan tapanuli berstatus sangat terancam punah karena habitatnya terbatas hanya di Hutan Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Berdasarkan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan 2019-2029, populasi orangutan tapanuli diperkirakan berjumlah 577-760 individu.
Luasan Lanskap Batangtoru memiliki luas 240–280 ribu hektare. Orangutan tapanuli diperkirakan hidup di 138.435 ha (49 persen) lahannya, yang terpisah dalam tiga blok habitat. Wanda menyatakan, satwa dilindunhi ini sangat menyukai tanaman budi daya yang ditanam masyarakat. Inilah yang memicu konflik dengan manusia.
"Prinsip dasar dalam mitigasi konflik adalah keselamatan bagi manusia dan orangutan tapanuli. Mitigasi konflik dapat dilakukan untuk mengurangi atau menghapus risiko kerugian dan korban yang mungkin terjadi pada kedua belah pihak," jelas Wanda.
Dia berpandangan, terwujudnya koeksistensi sangat bergantung pada manusia yang hidup di sekitar orangutan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya