KOMPAS.com - Industri pengolahan hasil perikanan dapat menghasilkan produk sampingan hingga 70 persen dari total berat ikan.
Bagian ikan tuna selain daging, seperti kepala, kulit, tulang, isi perut, minyak, sampai darah bisa dimanfaatkan sebagai produk sampingan. Bahkan, potensi produk sampingan dari ikan tuna bisa mencapai Rp 10,21 triliun.
"Setiap bagian (tubuh ikan tuna) bisa berpotensi sebagai hasil samping atau limbah yang tidak dimanfaatkan. Mungkin memang belum menghitung modalnya berapa dan lain sebagainya untuk suatu industri. Tapi, potensi ini bisa dimanfaatkan sampai Rp 10 triliun," ujar Dosen dengan bidang keahlian pemanfaatan hasil samping perikanan dari Universitas Brawijaya, Rahmi Nurdiani, dalam webinar, Selasa (23/9/2025).
Produksi ikan tuna di Indonesia cukup tinggi. Namun, mayoritas pemanfaatan ikan tuna hanya pada dagingnya. Padahal, masih banyak bagian tubuh ikan tuna yang bisa dimanfaatkan, sehingga berpotensi menjadi industri baru.
"Hasil samping dari ini, maka akan banyak sekali pekerjaan yang bisa dibuka. Untuk kulitnya bisa diekstraksi atau diproduksi menjadi ikan, menjadi gelatin, untuk farmasi, untuk kosmetik, sehingga bisa mengurangi jumlah hasil samping kulit yang bisa dibuang ke lingkungan," tutur Rahmi.
Tulang ikan tuna, kata dia, bisa menjadi sumber kalsium, implan gigi, atau pemanfaatan lainnya. Sedangkan darah ikan tuna dapat dimanfaatkan untuk pakan suplemen seperti di Thailand.
Baca juga: 29 Izin untuk Budidaya Udang, Usaha Perikanan Terkendala Regulasi
Industri pengolahan hasil perikanan, kata dia, perlu didorong untuk menggunakan teknologi yang mampu mengolah produk sampingan.
Selain itu, infrastruktur rantai dingin (cold chain) perlu diperkuat untuk meminimalisir risiko food loss (hilangnya atau menurunnya kualitas) dan food waste (terbuang menjadi sampah) selama distribusi.
Untuk membangun ekonomi sirkular dalam industri perikanan, Rahmi merekomendasikan pemerintah mengembangkan infrastruktur pengelolaan limbah terintegrasi dan ramah lingkungan.
Menurut Rahmi, hasil perikanan yang ramah lingkungan, termasuk produk sampingannya, lebih dihargai di pasar internasional. Tetapi, di pasar dalam negeri, hasil perikanan yang ramah lingkungan dan produk sampingannya kurang dihargai.
Apalagi, produk sampingan dari hasil perikanan masih dianggap limbah di Indonesia, yang dikaitkan dengan kualitas jelek atau barang sisa. Padahal, produk sampingan dari hasil perikanan bisa bernilai ekonomis kalau pengolahan dan pemasarannya bagus.
"Jangan lupa juga kalau kita menerapkan circular economy, keberlanjutan juga akan dilihat oleh negara yang mengimpor bahan, barang-barang kita begitu, bahwa kita sudah melakukan SDGs (Sustainable Development Goals), kemudian sertifikasi dan sebagainya. Kita brandingnya akan lebih baik dan daya saingnya akan lebih tinggi karena SDGs ini sudah diminta secara global," ucapnya.
Baca juga: Ironi Perikanan Indonesia: Produk Buruk, Penduduk Pesisir Stunting
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya