Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironis, Udara Kita Tercemar Mikroplastik, Bernafas pun Bisa Berarti Cari Penyakit

Kompas.com, 24 Oktober 2025, 16:29 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan bahwa mikroplastik saat ini terdeteksi di udara dan bisa terhirup manusia.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oseanografi BRIN, Muhammad Reza Cordova, menjelaskan ketika terbawa udara, partikel ini mencapai atmosfer lalu mengontaminasi air hujan.

Setidaknya, 3-40 partikel per persegi mikroplastik turun bersamaan dengan hujan di Jakarta.

"Ini menjadi alarm buat kita bahwa udara yang kita hirup sekarang sudah mengandung polutan tambahan yaitu berupa mikroplastik. Walaupun fenomenanya bisa jadi terjadi lebih lama, tetapi ini memang baru terdeteksi beberapa tahun terakhir," ungkap Reza dalam konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Baca juga: BRIN Jelaskan Bagaimana Bakar Sampah Bisa Datangkan Hujan Mikroplastik

Tak hanya di Jakarta, 18 kota besar dan kawasan peisisir juga berpotensi mengalami kondisi yang sama. Reza telah mengambil sampel air hujan di beberapa wilayah itu pada Juni-Juli 2025 lalu. Sejauh ini, peneliti masih mengolah data riset tersebut.

"Tetapi memang kabar buruknya adalah seluruh sampel kami yang ada di udara mengandung mikroplastik, mau itu besar ataupun kecil range-nya. Seperti yang ada di Jakarta range-nya kurang lebih sama, antara 3 sampai 40 partikel per persegi per hari," tutur dia.

Reza menilai praktik pembuangan dan pembakaran sampah di wilayah sekitar Jakarta, seperti Bogor, Depok, Bekasi, Banten, hingga Purwakarta menjadi penyebab utama hujan terpapar partikel berbahaya. Dia menjelaskan, mikroplastik erat kaitannya dengan tempat pemrosesan akhir (TPA) dengan sistem terbuka atau open dumping.

Air lindi dari TPA open dumping meningkatkan mikroplastik di badan air tiga sembilan kali lebih besar.

Kondisi itu diperparah dengan cuaca dan angin yang cenderung bersifat regional, di mana awan yang terbentuk pada satu wilayah bisa bergerak dan melepaskan hujan ke daerah lain. Sehingga, partikel mikroplastik yang naik ke atmosfer di satu kota bisa saja jatuh di lokasi yang berbeda, bahkan jauhnya mencapai ratusan kilometer.

Baca juga: Dampak Ganda Mikroplastik: Rusak Tanah, Emisi Gas Rumah Kaca Meningkat

"Jadi kita bisa bayangkan TPA yang ada di Indonesia berapa banyak, membuang lebih banyak akhirnya mikroplastiknya juga lebih banyak. Apalagi pada saat musim kemarau, open dumping terkena langsung sinar matahari dan itu bisa melepaskan mikroplastiknya," ujar dia.

Sementara itu, Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan P2P Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Rahmat Aji Pramono, paparan mikroplastik di udara berpotensi mengancam kesehatan. Jika terhirup, partikel ini menjadi faktor risiko infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Mikroplastik dapat mengontaminasi makanan dan minuman, lalu masuk ke saluran pencernaan.

"Kita juga akan mengalami peradangan di saluran pencernaan, tetapi efeknya memang tidak langsung butuh waktu panjang, bisa bertahun-tahun dan puluhan tahun bahkan," ucap Pramono.

Partikel mikroplastik berukuran sangat kecil bisa masuk ke sistem peredaran darah dan mengganggu fungsi organ. Dalam jangka panjang, mikroplastik dan PM2.5 di dalam tubuh berpotensi menyebabkan gangguan hormon serta tumbuh kembang janin.

"Memang di dalam beberapa penelitian dan penyebab dari PM2.5 bisa menyebabkan gangguan tumbuh kembang janin di dalam tubuh. Jadi janinnya akan lahir prematur atau janinnya akan lahir dengan berat badan yang kurang," jelas dia.

Baca juga: BRIN Wanti-wanti Hujan Mikroplastik Tak Hanya Terjadi di Jakarta

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
LSM/Figur
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Swasta
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
LSM/Figur
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
Pemerintah
BMKG Imbau Waspadai Cuaca Ekstrem Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
BMKG Imbau Waspadai Cuaca Ekstrem Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
Pemerintah
COP30 Dinilai Gagal Bangkitkan Ambisi Dunia Hadapi Krisis Iklim
COP30 Dinilai Gagal Bangkitkan Ambisi Dunia Hadapi Krisis Iklim
LSM/Figur
Dorong Kesejahteraan Masyarakat, IPB University Perkuat Sosialisasi CIBEST ke Berbagai Pesantren
Dorong Kesejahteraan Masyarakat, IPB University Perkuat Sosialisasi CIBEST ke Berbagai Pesantren
Pemerintah
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Pemerintah
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
LSM/Figur
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Pemerintah
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
Pemerintah
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Swasta
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
Pemerintah
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau