Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BRIN Jelaskan Bagaimana Bakar Sampah Bisa Datangkan Hujan Mikroplastik

Kompas.com, 24 Oktober 2025, 12:54 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova, menjelaskan air hujan di Jakarta bisa terpapar mikroplastik karena berbagai sumber berupa sampah, aktivitas, dan pakaian manusia.

Menurut dia, praktik pembuangan dan pembakaran sampah di wilayah sekitar Jakarta, seperti Bogor, Depok, Bekasi, Banten, hingga Purwakarta menjadi penyebab utama hujan terpapar partikel berbahaya tersebut.

"Ketika pembakaran secara terbuka itu dilakukan dan masih hampir setiap hari, mikroplastik itu akan lebih cepat kemungkinan terbang ke udara," ujar Reza dalam konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Selain itu, proses pembakaran plastik memicu dioksin dan furan yakni senyawa beracun yang dapat memicu kanker. Dia menjelaskan bahwa mikroplastik erat kaitannya dengan tempat pemrosesan akhir (TPA) dengan sistem terbuka atau open dumping.

Baca juga: BRIN Wanti-wanti Hujan Mikroplastik Tak Hanya Terjadi di Jakarta

Air lindi dari sampah pun meningkatkan mikroplastik di badan air tiga hingga sembilan kali lebih besar.

Kondisi ini diperparah dengan cuaca dan angin yang cenderung bersifat regional, di mana awan yang terbentuk pada satu wilayah bisa bergerak dan melepaskan hujan ke daerah lain. Sehingga, partikel mikroplastik yang naik ke atmosfer di satu kota bisa saja jatuh di lokasi yang berbeda, bahkan jauhnya mencapai ratusan kilometer.

"Jadi kita bisa bayangkan TPA yang ada di Indonesia berapa banyak, membuang lebih banyak akhirnya mikroplastiknya juga lebih banyak. .Apalagi pada saat musim kemarau, open dumping terkena langsung sinar matahari dan itu bisa melepaskan mikroplastiknya," ungkap Reza.

Reza mengibaratkan mikroplastik layaknya sponge cuci piring, bisa menjadi tempat menempelnya polutan lain di udara. Apabila masuk ke dalam tubuh pada kategori ringan, mikroplastik bisa memicu iritasi, bersin-bersin, ataupun flu.

"Kalau kita istilahnya kayak bus yang membawa berbagi macam polutan mikroba patogen, virus bisa jadi cepat masuk ke dalam tubuh. Mikroplastik bisa lepas pada saat bersin-bersin, atau misalnya katakanlah nanti akan tertahan di tenggorokan kita jadi batuk," jelas Reza.

Baca juga: Menteri LH: Bagaimana Tidak Hujan Mikroplastik, Semua Sampah Ditumpuk

"Tetapi polutan yang lain akan lebih cepat masuk ke dalam tubuh, itu yang sebenarnya menjadi masalah manusia," imbuh dia.

Dampaknya, bisa terjadi peradangan yang makin lama masuk ke peredaran darah jika ukuranya kurang dari 50 mikron. Risiko lainnya mikroplastik memengaruhi kesehatan jantung. Kendati demikian, dia menyatakan bahwa masih diperlukan studi lebih lanjut terkait riset ini.

Reza menyebutkan, penelitian serupa saat ini tengah dilakukan di 18 kota besar dan pesisir di Indonesia.

Dalam kesempatan yang sama, Dwi Atmoko dari Direktorat Iklim Terapan BMKG, menyampaikan mikroplastik tergolong sebagai aerosol, partikel padat atau cair yang tersuspensi di udara. Aerosol dapat turun ke permukaan bumi melalui dua mekanisme, yakni deposisi kering atau mengendap karena gravitasi dan deposisi basah yakni terbawa air hujan.

"Permasalahannya, aerosol juga bisa bergerak ke atas bisa sampai ketinggian yang sangat tinggi. Penelitian kami melalui cetra satelit Cloud Aerosol Lidar and Infrared Pathfinder Satellite Observations menandakan aerosol itu bisa sampai ketinggian 15 kilometer," ucap dia.

Ketika tak ada angin, maka mikroplastik otomatis akan turun karena pengaruh gravitasi meski tak bercampur dengan hujan. Mikroplastik, kata dia, bisa jadi tak hanya bersumber dari polusi di Jakarta.

"Saat ini kita berada pada musim kering, angin berasal dari timur atau tenggara sampai dengan tenggara. Maka itu memungkinkan polutan yang berada dari timur sampai dengan tenggara akan terbawa ke tempat kita, demikian juga sebaliknya," tutur Dwi.

Baca juga: Ecoton Ungkap Mikroplastik Kiriman Ancam Kesehatan Bayi di Jawa Timur

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Pemerintah
Nestapa Gajah Sumatera
Nestapa Gajah Sumatera
Pemerintah
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Pemerintah
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Swasta
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
LSM/Figur
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Pemerintah
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
LSM/Figur
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
LSM/Figur
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Pemerintah
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau