Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontaminasi Cs-137 dan Keracunan MBG, BRIN Tawarkan Teknologi Plasma

Kompas.com, 25 November 2025, 19:31 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Isu kontaminasi radioaktif cesium 137 (Cs-137) di Banten dan Lampung bergulir usai Amerika Serikat (AS) menemukan zat tersebut dalam produk ekspor udang dan cengkeh dari Indonesia.

Di sisi lain, sudah ada ribuan kasus keracunan dalam program makan bergizi gratis (MBG) di berbagai daerah di Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan, kasus keracunan dalam program MBG disebabkan bakteri, virus, serta bahan kimia, seperti pestisida.

Peneliti Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih (PRLTB) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Anto Tri Sugiarto mengatakan, Indonesia membutuhkan teknologi mutakhir untuk menyelesaikan kasus kontaminasi radioaktif Cs-137 dan keracunan MBG. Apalagi, kasus kontaminasi radioaktif Cs-137 dan keracunan MBG mencerminkan ketahanan pangan dan mutu produk pangan nasional.

Menurut Anto, metode pencucian konvensional dengan air keran kurang efektif. Sedangkan metode pencucian konvensional dengan deterjen tidak aman bagi lingkungan.

Metode pencucian konvensional tersebut hanya menghilangkan 22-40 persen residu pada permukaan produk pangan tersebut. Pestisida tidak dapat dibersihkan hanya dengan metode pencucian konvensional.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi

"Jika menggunakan bahan kimia selama pencucian, menjadi beberapa masalah di pembuangan Jadi, kami perlu membahas nama teknologi atau metode sanitasi yang bebas bahan kimia, berkelanjutan dan efisien. Tentu saja, proses pencuciannya dapat mempertahankan kualitas produknya," ujar Anto dalam webinar, Senin (24/11/2025).

Ia menawarkan teknologi plasma activated fine bubble water (PAFBW) sebagai solusi untuk mencegah kasus kontaminasi radioaktif Cs-137 dan keracunan MBG. Cara kerjanya, gelembung halus teraktivasi plasma (gelembung mikro dan gelembung nano) menghasilkan sejumlah spesies yang sangat reaktif (reactive oxygen and nitrogen species /RONS) dalam cairan, tetapi tetap ramah lingkungan.

Dari aspek ekologi, spesies reaktif (hydroxyl radicals,oxygen radicals, ozone) tersebut terdegradasi secara cepat menjadi oksigen dan tidak ada residu kimia yang persisten. Dari aspek pengolahannya, metode pencucian ini dapat meningkatkan penghilangan terhadap kontaminasi radioaktif Cs-137, mengurangi paparan bahan kimia seperti pestisida, menekan mikroba, serta memperlambat respirasi dan pencoklatan produk.

"Semoga saja air yang sudah teraktivasi (plasma) ini bisa efektif juga untuk mengatasi kasus keracunan di program MBG, mungkin dengan menggunakan air gelembung halus ini, kita bisa mencuci bahan (baku) untuk program ini dan bisa terbebas dari bakteri, virus, dan zat kimia seperti pestisida," tutur Anto.

Baca juga: MBG: Janji Kesehatan Anak Bangsa yang Terancam oleh Buruknya Tata Kelola

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Analisis Global: Hak Dasar akan Lingkungan Sehat Miliaran Orang Terancam
Analisis Global: Hak Dasar akan Lingkungan Sehat Miliaran Orang Terancam
Pemerintah
Kontaminasi Cs-137 dan Keracunan MBG, BRIN Tawarkan Teknologi Plasma
Kontaminasi Cs-137 dan Keracunan MBG, BRIN Tawarkan Teknologi Plasma
LSM/Figur
Guru Besar IPB: Tumpukan Limbah Cangkang Kerang di Cilincing Ancam Ekosistem
Guru Besar IPB: Tumpukan Limbah Cangkang Kerang di Cilincing Ancam Ekosistem
Pemerintah
Personel Tambahan Dikerahkan Usai Massa Rusak Pos Tesso Nilo
Personel Tambahan Dikerahkan Usai Massa Rusak Pos Tesso Nilo
Pemerintah
Pengusaha Siap-siap meski Penerapan Deforestasi EUDR Ditunda Setahun
Pengusaha Siap-siap meski Penerapan Deforestasi EUDR Ditunda Setahun
Swasta
Studi: Bisnis Gagal Nilai Dampak Lingkungan Penggunaan AI
Studi: Bisnis Gagal Nilai Dampak Lingkungan Penggunaan AI
Pemerintah
Ekspor Produk Hasil Hutan Stagnan, Kemenhut Genjot Hilirisasi
Ekspor Produk Hasil Hutan Stagnan, Kemenhut Genjot Hilirisasi
Pemerintah
Kemenhut Akui Sulit Relokasi Warga dari Tesso Nilo karena Provokator
Kemenhut Akui Sulit Relokasi Warga dari Tesso Nilo karena Provokator
Pemerintah
Energia Prima Nusantara Catat Kapasitas Listrik dari Pembangkit EBT Capai 162 MW
Energia Prima Nusantara Catat Kapasitas Listrik dari Pembangkit EBT Capai 162 MW
Swasta
United Tractors Perkuat Perkuat Komitmen Transisi Energi dengan Optimalkan PLTM Besai Kemu
United Tractors Perkuat Perkuat Komitmen Transisi Energi dengan Optimalkan PLTM Besai Kemu
Swasta
Bukan Sekadar Musik Keras, Rock In Solo 2025 Suarakan Isu Sosial dan Lingkungan
Bukan Sekadar Musik Keras, Rock In Solo 2025 Suarakan Isu Sosial dan Lingkungan
LSM/Figur
SCG Genjot Semen Rendah Karbon, Kurangi Batu Bara, Pakai Sampah untuk Energi
SCG Genjot Semen Rendah Karbon, Kurangi Batu Bara, Pakai Sampah untuk Energi
Swasta
BJA Group Tanam 20 Juta Pohon Gamal, Transisi Energi lewat Biomassa Berkelanjutan
BJA Group Tanam 20 Juta Pohon Gamal, Transisi Energi lewat Biomassa Berkelanjutan
Swasta
Ahli Sebut Pemotongan Dana Ancam Kesehatan Reproduksi Global
Ahli Sebut Pemotongan Dana Ancam Kesehatan Reproduksi Global
LSM/Figur
Jerman Kucurkan 1,15 Miliar Dollar AS untuk Dana Tropical Forest Forever Facility
Jerman Kucurkan 1,15 Miliar Dollar AS untuk Dana Tropical Forest Forever Facility
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau