Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenhut Lakukan Revitalisasi Ekosistem di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau

Kompas.com - 12/06/2025, 15:36 WIB
Eriana Widya Astuti,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Taman Nasional Tesso Nilo di Riau kini hanya menyisakan sekitar 24 persen hutan dari total luas 81.793 hektare.

Kerusakan ini disebabkan oleh maraknya kebun sawit dan pemukiman ilegal, yang memicu pemerintah membentuk tim revitalisasi hingga Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) berskala nasional.

Alih fungsi lahan tersebut mengancam keanekaragaman hayati, termasuk habitat terakhir bagi spesies langka seperti gajah dan harimau Sumatera. Selain membahayakan kelangsungan hidup satwa, kerusakan ekosistem ini juga meningkatkan potensi konflik antara manusia dan satwa liar.

Baca juga: Taman Nasional di Kenya Berbenah di Tengah Ancaman Perubahan Iklim

Tesso Nilo sebelumnya merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Tanaman Industri, sebelum ditunjuk sebagai taman nasional pada 2004.

“Kawasan ini memiliki nilai penting sebagai perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang kaya keanekaragaman hayati, dan merupakan salah satu habitat terakhir bagi spesies langka di Sumatera,” ujar Sapto Aji Prabowo, Direktur Konservasi Kawasan Ditjen KSDAE, dikutip dari keterangan tertulis di laman Kementerian Kehutanan, Kamis (12/6/2025).

Pembukaan lahan ini juga melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 jo. UU Nomor 32 Tahun 2024, yang melarang perubahan terhadap keutuhan kawasan pelestarian alam.

Sebagai respons, pemerintah mengambil sejumlah langkah nyata, termasuk membentuk Tim Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo dan Satgas PKH, dengan pendekatan berbasis masyarakat.

“Sebagai bentuk keseriusan nasional, pemerintah membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025,” ujar Sapto.

Satgas ini diketuai oleh Menteri Pertahanan, dengan Ketua Pelaksana Jaksa Agung Muda Pidana Khusus. Tugasnya antara lain menindak pelanggaran dan menata ulang pemanfaatan kawasan hutan melalui penagihan denda administratif, penguasaan kembali kawasan, serta pemulihan aset negara.

“Upaya pemulihan ekosistem juga terus diupayakan. Hingga 2021, telah dilakukan pemulihan seluas 3.585 hektare, mencakup rehabilitasi hutan, daerah aliran sungai (DAS), dan kegiatan restorasi oleh Balai TNTN,” lanjutnya.

Pemerintah juga melakukan penegakan hukum terpadu bersama aparat, melalui penindakan terhadap pelaku illegal logging dan perambahan. Tindakan tersebut mencakup penangkapan pelaku, perobohan pondok liar, penyitaan alat berat, hingga pemusnahan kebun sawit ilegal.

Baca juga: Begini Strategi Pemerintah Kelola Kelapa Sawit Dalam Negeri

“Tidak ada ruang bagi aktivitas ilegal di kawasan pelestarian alam. Tindakan-tindakan tegas akan terus diambil untuk memulihkan, melindungi, dan mengelola taman nasional,” tegas Sapto.

Selain penindakan, pemerintah turut mendorong partisipasi aktif masyarakat lokal, baik asli maupun pendatang, melalui penguatan kapasitas dan kolaborasi dengan pemerintah daerah dalam pengelolaan kawasan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH: Tambang Picu Dampak Serius, Aktivitasnya Harus Dikawal Kembali
Menteri LH: Tambang Picu Dampak Serius, Aktivitasnya Harus Dikawal Kembali
Pemerintah
Di Balik Sunyi Rawa Gambut Ketapang: Perjuangan Warga Menantang Api Karhutla
Di Balik Sunyi Rawa Gambut Ketapang: Perjuangan Warga Menantang Api Karhutla
LSM/Figur
PBB: Emisi Dunia Hanya Turun 10 Persen, Gagal Capai Target 60 Persen
PBB: Emisi Dunia Hanya Turun 10 Persen, Gagal Capai Target 60 Persen
Pemerintah
22 Pabrik Cikande Rampung Didekontaminasi, Kini Bisa Beroperasi Kembali
22 Pabrik Cikande Rampung Didekontaminasi, Kini Bisa Beroperasi Kembali
Pemerintah
KLH Bakal Cek Kerusakan Ekosistem akibat Tambang Emas Ilegal di Gunung Salak
KLH Bakal Cek Kerusakan Ekosistem akibat Tambang Emas Ilegal di Gunung Salak
Pemerintah
PBB Sebut Pendanaan Adaptasi Iklim Global Harus Naik 12 Kali Lipat
PBB Sebut Pendanaan Adaptasi Iklim Global Harus Naik 12 Kali Lipat
Pemerintah
TMD Lippo Land Dukung Generasi Sehat dan Cerdas lewat Bantuan Pendidikan untuk Siswa SD
TMD Lippo Land Dukung Generasi Sehat dan Cerdas lewat Bantuan Pendidikan untuk Siswa SD
Swasta
DLH Jakarta Pertimbangkan Sanksi Sosial ke Pembakar Sampah, Foto Pelaku Bakal Dipajang
DLH Jakarta Pertimbangkan Sanksi Sosial ke Pembakar Sampah, Foto Pelaku Bakal Dipajang
Pemerintah
Krisis Iklim bagi Gen Z Masih Soal Cuaca Ekstrem, Pelibatan Mereka Sekadar Formalitas
Krisis Iklim bagi Gen Z Masih Soal Cuaca Ekstrem, Pelibatan Mereka Sekadar Formalitas
LSM/Figur
IESR: SNDC Tak Hadirkan Terobosan, Cuma Perbarui Metode Hitung Emisi
IESR: SNDC Tak Hadirkan Terobosan, Cuma Perbarui Metode Hitung Emisi
LSM/Figur
Sisir Tambang Ilegal di Gunung Salak, Petugas Hancurkan 31 Tenda Biru
Sisir Tambang Ilegal di Gunung Salak, Petugas Hancurkan 31 Tenda Biru
Pemerintah
BRIN Kembangkan WoodPlastic, Plastik Ramah Lingkungan dari Serbuk Kayu
BRIN Kembangkan WoodPlastic, Plastik Ramah Lingkungan dari Serbuk Kayu
Pemerintah
Bappenas Gelar Lomba Menulis, Dorong Perempuan Berani Bersuara
Bappenas Gelar Lomba Menulis, Dorong Perempuan Berani Bersuara
Pemerintah
Gara-gara Sampah, Warga Sekitar Cipeucang Harus Hidup Bergantung Air Galon
Gara-gara Sampah, Warga Sekitar Cipeucang Harus Hidup Bergantung Air Galon
LSM/Figur
Dulu Krisis, Petani Sumba Timur Kini Panen Enam Ton Bibit Rumput Laut
Dulu Krisis, Petani Sumba Timur Kini Panen Enam Ton Bibit Rumput Laut
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau