Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Sunyi Rawa Gambut Ketapang: Perjuangan Warga Menantang Api Karhutla

Kompas.com, 30 Oktober 2025, 19:03 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KALIMANTAN BARAT, KOMPAS.com - Senin (27/10/2025) pagi, saya bersama tim Kompas.com mengikuti patroli antisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Desa Sungai Besar, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang.

Kami berangkat bersama tim dari Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) dan Masyarakat Peduli Api (MPA), menyusuri kanal-kanal buatan yang dulunya dibangun untuk mengeringkan lahan gambut.

Dari kiri, terlihat deretan pohon kelapa sawit tumbuh berjarak. Dari kanan, sesekali tampak rumah warga dengan halaman luas. Ketinting — perahu kecil bermesin khas dengan suara nyaring — membawa kami menuju hutan desa berisi ekosistem rawa gambut.

Perjalanan tidak selalu mulus. Ketinting yang kami tumpangi kerap mogok, bergerak lambat di atas air berwarna cokelat tua. Bau solar bercampur aroma lumpur basah mulai terasa saat kami memasuki area hutan yang lebih lebat.

Sebelum sampai di kawasan hutan desa, seekor kera tampak mencari makan di tepian. Kami juga sempat melihat orangutan yang enggan mengambil makanan dan memilih kabur.

Di jalur air berliku itu, suara mesin bercampur dengan nyanyian serangga. Saat mesin dimatikan, kesunyian alam menyambut kami — manusia urban Jakarta yang terbiasa hidup dalam hiruk-pikuk kota, berjuang dengan sepi.

Baca juga: Tropenbos Libatkan Masyarakat untuk Redam Karhutla di Lanskap Pawan Kalbar

Perjalanan pulang kami tempuh lewat rute pintas, melewati kanal sempit yang membelah kebun sawit. Di atas ketinting, kami harus sering menunduk melewati jembatan rendah dan menghindari ranting yang menghadang.

Ancaman Karhutla

Hutan rawa gambut di Desa Sungai Besar kini menghadapi ancaman besar: ekspansi sawit dari hilir dan pertambangan ilegal dari hulu.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalimantan Barat, Adi Yani, mengakui adanya ancaman tersebut.

“Kalau di APL ini tentu banyak aktivitas masyarakat yang dibolehkan, sehingga mereka bisa misalnya, membakar ladangnya,” tutur Adi.

Ia menjelaskan, hutan desa di Kalimantan Barat tidak hanya berada di dalam kawasan hutan, tetapi juga di zona penyangga atau sempadannya, yang berdekatan dengan areal penggunaan lain (APL).

Hutan rawa gambut di Desa Sungai Besar kini telah dimasukkan dalam peta indikatif nilai konservasi tinggi (HCV), untuk memastikan jalur kehidupan satwa seperti orangutan tetap terhubung. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat pun telah menetapkan wilayah ini sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE).

Ke depan, kawasan tersebut juga direncanakan menjadi cagar biosfer, sekaligus pusat penelitian dan jasa lingkungan, khususnya terkait karbon.

“Kami ingin masyarakat di sana juga bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengembangkan hutan desa agar tetap terjaga, dan ada nilai tambah berupa pendapatan bagi warga yang menjaga dari karhutla, pertambangan ilegal, dan pembalakan liar,” ujar Adi.

Sebuah anekdot satir kerap terdengar di daerah itu: “Kalau semua lahan sudah menjadi sawit, tidak ada lagi kabut asap.”

Baca juga: Tropenbos Kembangkan Agroforestri Karet dan Kopi Liberika di Kalbar

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
BUMN
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
BUMN
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pemerintah
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Pemerintah
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
Pemerintah
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Pemerintah
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
LSM/Figur
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Pemerintah
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Pemerintah
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Advertorial
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Pemerintah
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
LSM/Figur
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Pemerintah
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau