Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bersama China, Indonesia Bisa Dorong Energi Surya

Kompas.com - 12/06/2025, 14:05 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai hubungan diplomatik Indonesia dan China yang terjalin sejak 75 tahun ke belakang harus menjadi momentum untuk mendorong percepatan transisi energi, mengatasi tantangan iklim global, hingga mengembangkan ekonomi hijau.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) kedua negara bisa dilakukan melalui pembangunan ekosistem teknologi surya.

IESR sebelumnya mengusulkan inisiatif China-Indonesia Solar Partnership untuk mengembangkan sel serta modul surya generasi terbaru erta elektrifikasi kepulauan dengan PLTS dan sistem penyimpanan energi atau battery energy storage system (BESS).

“Kemitraan ini sangat ideal bagi kedua negara yang akan memanfaatkan penguasaan teknologi sel surya China, dan potensi energi surya serta kebutuhan Indonesia membangun industri teknologi hijau sebagai motor pertumbuhan ekonomi," ujar Fabby dalam keterangannya, Kamis (12/6/2025).

Baca juga: Cetak Rekor, Pembangkit EBT Suplai 32 Persen Listrik Dunia pada 2024

Selain itu, hal tersebut mendorong pembiayaan hijau untuk manufaktur dan rantai pasok PLTS serta mendukung perdagangan karbon internasional. Fabby menjelaskan bahwa Indonesia dan China merupakan penghasil emisi terbesar di dunia yang memiliki tanggung jawab moral memimpin negara berkembang dalam mengatasi ancaman perubahan iklim.

"Sebagai pemimpin global dalam pengembangan energi terbarukan, China dapat membantu Indonesia dalam hal investasi infrastruktur dan pembangunan industri teknologi energi terbarukan, pengembangan kapasitas kelembagaan, dan mendukung dekarbonisasi industri pengolahan mineral dan hilirisasi," ucap dia.

Kajian IESR menunjukkan, Indonesia memiliki potensi EBT mencapai lebih dari 7.700 gigawatt. Menurut dia, tantangan yang kini dihadapi Indonesia ialah pemenan kebutuhan energi yang kian meningkat.

Terlepas potensinya yang melimpah, justru ada pandangan lain yang menyangsikan kemampuan EBT seperti energi surya dan angin menjadi tulang punggung sistem energi nasional karena sifatnya yang berjeda.

Baca juga: Duit China Dorong Transisi Energi ASEAN, tapi Politik Global Menahan

"Namun, negara lain seperti Tiongkok, India dan Australia telah membuktikan intermitensi surya dapat diatasi. Selain itu teknologi penyimpanan energi semakin maju seperti baterai lithium ion, sodium ion, hingga teknologi solid state kini lebih terjangkau dapat meningkatkan keandalan pembangkit surya dan angin," tutur Fabby.

"Teknologi penyimpanan daya hidro terpompa dan penyimpanan hidrogen juga hadir sebagai solusi pelengkap,” imbuh dia.

Wakil Kepala Perwakilan RI di Beijing, Parulian Silalahi, menyebutkan transisi energi bertujuan mengurangi emisi sekaligus menciptakan banyak lapangan kerja baru dan peluang investasi.

Trina Solar dari China dan SEG Solar dari Amerika Serikat, misalnya, yang saat ini sudah membangun pabrik panel surya di Jawa Tengah.

“China dengan kemampuan teknologi dan produksinya di bidang energi terbarukan, memiliki peluang besar. Bukan hanya sebagai pemasok suku cadang, tetapi juga untuk membangun rantai pasok terintegrasi di Indonesia. Hal ini akan mempercepat transisi energi, tidak hanya di Indonesia tapi juga di kawasan Asia Tenggara,” papar Parulian.

Baca juga: ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau