Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruam Popok Bisa Hambat Tumbuh Kembang Anak, Begini Cara Mencegahnya

Kompas.com, 29 Maret 2023, 18:22 WIB
Siti Sahana Aqesya,
ADW

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Menjaga kesehatan kulit anak merupakan salah satu hal penting yang harus dibiasakan sejak dini. Utamanya, saat anak sedang berada dalam fase 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).

Akan tetapi, kenyataannya, orangtua kerap menyepelekan perawatan kulit anak. Padahal, kulit anak, khususnya bayi, lebih mudah melakukan absorpsi, terutama di bagian lipatan. Hal ini terjadi karena kulit bayi belum berkembang sempurna sehingga rentan terkena infeksi.

Adapun salah satu penyakit kulit yang sering terjadi pada bayi adalah ruam popok. Ruam popok adalah peradangan pada kulit bayi yang tertutup popok. Gejala yang timbul biasanya berupa kemunculan bintik-bintik merah pada kulit.

Menurut data epidemiologi, kasus ruam popok terjadi pada 65 persen bayi. Dari angka ini, kasus tertinggi terjadi saat bayi berusia 6 hingga 12 bulan. Sementara itu, di Indonesia sendiri, angka kasus ruam popok pada anak perempuan dan laki-laki berusia di bawah 3 tahun mencapai sekitar 7 hingga 35 persen.

Baca juga: Serba-serbi Ruam Popok, Mulai dari Gejala, Pengobatan, hingga Pencegahannya

Dokter Spesialis Anak dari Siloam Hospital ASRI, dr Kemala Prianggardini, SpA, mengatakan bahwa ruam popok harus ditanggulangi sedini mungkin. Sebab, apabila tidak ditangani dengan tepat, ruam popok bisa menyebabkan infeksi bakteri, luka berdarah, bahkan memicu infeksi saluran kemih (ISK).

Ditambah lagi, dengan fakta bahwa bayi yang mengalami ruam popok tengah berada dalam fase 1.000 HPK, ruam popok menjadi kasus serius yang bisa berdampak pada tumbuh kembang mereka.

Untuk diketahui, 1.000 HPK merupakan masa kritis karena pertumbuhan otak, tubuh, imun, dan intelektual anak, tengah berkembang pesat. Apabila terkena infeksi dan ruam popok, tumbuh kembang anak selanjutnya bisa terhambat.

“Apabila anak mengalami ISK, energi yang seharusnya dipakai untuk perkembangan otak, justru harus terpakai untuk menanggulangi penyakit. Silent infeksi yang bersumber dari penyakit kulit juga berpengaruh ke stunting. Jadi, hal ini harus diperhatikan oleh orangtua,” ujar dr Kemala.

Baca juga: 4 Upaya untuk Mendukung Penurunan Prevalensi Stunting di Indonesia

Hal tersebut ia sampaikan dalam talk show bertajuk “Best Care for the First 1.000 Days” yang diselenggarakan oleh Makuku di Hotel Pullman Jakarta Central Park, Jakarta, Selasa (29/3/2023).

Lebih lanjut, dr Kemala menjelaskan cara untuk mencegah ruam popok pada anak. Pertama, orangtua harus memilih popok yang tepat.

“Pilihlah popok yang sesuai dengan berat badan agar anak merasa nyaman dan dapat bergerak secara leluasa. Pemilihan popok pun harus kering dan tidak lembap,” ujarnya.

Kedua, rutin membersihkan area popok dengan air bersih yang mengalir.

“Sebaiknya, pembersihan (area popok) dilakukan dengan air mengalir alih-alih tisu basah. Sebab, tisu basah memiliki sejumlah bahan yang belum tentu cocok untuk kulit bayi,” kata dr Kemala.

Baca juga: Bikin Si Kecil Rewel, Bagaimana Mencegah Ruam Popok?

Ketiga, rutin mengganti popok. Menurutnya, tidak ada durasi ideal mengganti popok bayi. Orangtua harus aktif mengecek kondisi popok.

“Perlu diketahui bahwa popok anak merupakan produk sekali pakai. Jadi, setelah anak buang air, segera ganti dengan popok baru. Jangan tunggu penuh. Jangan pula lupa mengganti popok bayi karena hal ini kerap berujung pada ISK,” tutur dr Kemala.

Keempat, jaga kelembapan kulit anak dengan menggunakan krim. Pasalnya, penggunaan krim dapat mencegah dan mengatasi iritasi pada kulit anak yang masih sensitif.

Selain empat langkah tersebut, orangtua juga bisa memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif. Sebab, ASI memiliki antibodi yang bisa membunuh bakteri penyebab ruam popok.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau