JAKARTA, KOMPAS.com – Menjaga kesehatan kulit anak merupakan salah satu hal penting yang harus dibiasakan sejak dini. Utamanya, saat anak sedang berada dalam fase 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
Akan tetapi, kenyataannya, orangtua kerap menyepelekan perawatan kulit anak. Padahal, kulit anak, khususnya bayi, lebih mudah melakukan absorpsi, terutama di bagian lipatan. Hal ini terjadi karena kulit bayi belum berkembang sempurna sehingga rentan terkena infeksi.
Adapun salah satu penyakit kulit yang sering terjadi pada bayi adalah ruam popok. Ruam popok adalah peradangan pada kulit bayi yang tertutup popok. Gejala yang timbul biasanya berupa kemunculan bintik-bintik merah pada kulit.
Menurut data epidemiologi, kasus ruam popok terjadi pada 65 persen bayi. Dari angka ini, kasus tertinggi terjadi saat bayi berusia 6 hingga 12 bulan. Sementara itu, di Indonesia sendiri, angka kasus ruam popok pada anak perempuan dan laki-laki berusia di bawah 3 tahun mencapai sekitar 7 hingga 35 persen.
Baca juga: Serba-serbi Ruam Popok, Mulai dari Gejala, Pengobatan, hingga Pencegahannya
Dokter Spesialis Anak dari Siloam Hospital ASRI, dr Kemala Prianggardini, SpA, mengatakan bahwa ruam popok harus ditanggulangi sedini mungkin. Sebab, apabila tidak ditangani dengan tepat, ruam popok bisa menyebabkan infeksi bakteri, luka berdarah, bahkan memicu infeksi saluran kemih (ISK).
Ditambah lagi, dengan fakta bahwa bayi yang mengalami ruam popok tengah berada dalam fase 1.000 HPK, ruam popok menjadi kasus serius yang bisa berdampak pada tumbuh kembang mereka.
Untuk diketahui, 1.000 HPK merupakan masa kritis karena pertumbuhan otak, tubuh, imun, dan intelektual anak, tengah berkembang pesat. Apabila terkena infeksi dan ruam popok, tumbuh kembang anak selanjutnya bisa terhambat.
“Apabila anak mengalami ISK, energi yang seharusnya dipakai untuk perkembangan otak, justru harus terpakai untuk menanggulangi penyakit. Silent infeksi yang bersumber dari penyakit kulit juga berpengaruh ke stunting. Jadi, hal ini harus diperhatikan oleh orangtua,” ujar dr Kemala.
Baca juga: 4 Upaya untuk Mendukung Penurunan Prevalensi Stunting di Indonesia
Hal tersebut ia sampaikan dalam talk show bertajuk “Best Care for the First 1.000 Days” yang diselenggarakan oleh Makuku di Hotel Pullman Jakarta Central Park, Jakarta, Selasa (29/3/2023).
Lebih lanjut, dr Kemala menjelaskan cara untuk mencegah ruam popok pada anak. Pertama, orangtua harus memilih popok yang tepat.
“Pilihlah popok yang sesuai dengan berat badan agar anak merasa nyaman dan dapat bergerak secara leluasa. Pemilihan popok pun harus kering dan tidak lembap,” ujarnya.
Kedua, rutin membersihkan area popok dengan air bersih yang mengalir.
“Sebaiknya, pembersihan (area popok) dilakukan dengan air mengalir alih-alih tisu basah. Sebab, tisu basah memiliki sejumlah bahan yang belum tentu cocok untuk kulit bayi,” kata dr Kemala.
Baca juga: Bikin Si Kecil Rewel, Bagaimana Mencegah Ruam Popok?
Ketiga, rutin mengganti popok. Menurutnya, tidak ada durasi ideal mengganti popok bayi. Orangtua harus aktif mengecek kondisi popok.
“Perlu diketahui bahwa popok anak merupakan produk sekali pakai. Jadi, setelah anak buang air, segera ganti dengan popok baru. Jangan tunggu penuh. Jangan pula lupa mengganti popok bayi karena hal ini kerap berujung pada ISK,” tutur dr Kemala.
Keempat, jaga kelembapan kulit anak dengan menggunakan krim. Pasalnya, penggunaan krim dapat mencegah dan mengatasi iritasi pada kulit anak yang masih sensitif.
Selain empat langkah tersebut, orangtua juga bisa memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif. Sebab, ASI memiliki antibodi yang bisa membunuh bakteri penyebab ruam popok.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya