Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Iklim, Eropa Berpotensi Endemik DBD dan Chikungunya

Kompas.com - 21/05/2025, 10:12 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber France24

KOMPAS.com - Penelitian baru yang diterbitkan dalam jurnal Lancet Planetary Health mengungkapkan perubahan iklim menyebabkan nyamuk pembawa penyakit dapat menyebar lebih jauh ke wilayah Eropa yang sebelumnya tidak mereka huni.

Peningkatan populasi dan penyebaran nyamuk tersebut dapat meningkatkan risiko penularan virus-virus seperti demam berdarah dan chikungunya.

Jika penularan terjadi secara berkelanjutan dalam suatu wilayah, penyakit tersebut dapat menjadi endemik, yang berarti penyakit tersebut secara teratur ditemukan di wilayah tersebut dan bukan lagi kasus impor dari daerah tropis.

Melansir France 24, Kamis (15/5/2025) kira-kira setengah populasi dunia saat ini berisiko tertular kedua penyakit tersebut, yang dulunya sebagian besar terbatas di wilayah tropis.

Baca juga: Cuaca Panas Picu Peningkatan Penyakit yang Ditularkan Nyamuk

Demam berdarah dan chikungunya menyebabkan gejala demam pada orang yang terinfeksi. Meskipun tidak selalu berakibat fatal, infeksi kedua virus ini berpotensi menyebabkan kematian dalam situasi yang jarang terjadi.

Kedua virus ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan dua jenis nyamuk, yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk-nyamuk ini bertindak sebagai vektor, membawa virus dari satu orang ke orang lain.

Dalam studi ini peneliti menganalisis dampak sejumlah faktor termasuk iklim terhadap penyebaran kedua penyakit tersebut di Eropa selama 35 tahun terakhir.

Menurut studi tersebut frekuensi dan tingkat keparahan wabah telah meningkat sejak 2010 seiring dengan meningkatnya suhu.

Peneliti juga mencatat terjadi peningkatan yang drastis dan mengkhawatirkan dalam jumlah kasus demam berdarah di Uni Eropa pada tahun 2024 yang merupakan tahun terpanas.

Kasus dalam satu tahun melebihi 300 kasus melebihi total kasus yang tercatat selama 15 tahun sebelumnya yakni 275 kasus.

Wabah demam berdarah kini telah melanda Italia, Kroasia, Prancis, dan Spanyol.

"Temuan kami menyoroti bahwa UE sedang bertransisi dari wabah sporadis penyakit yang ditularkan Aedes ke keadaan endemik," tulis peneliti dalam studnya.

Semakin tinggi suhu, semakin besar risiko wabah yang disebabkan oleh nyamuk penyebab demam berdarah dan chikungunya.

Peneliti kemudian memproyeksikan, dalam skenario perubahan iklim terburuk, kedua penyakit tersebut dapat meningkat hingga lima kali lipat dari tingkat saat ini pada tahun 2060.

Baca juga: DBD Masih Jadi PR di Indonesia, Nyamuk Dengue Perlu Dikendalikan

Penelitian menemukan pula bahwa kejadian wabah penyakit seperti demam berdarah lebih sering dilaporkan atau terdeteksi di wilayah-wilayah yang memiliki tingkat kemakmuran yang lebih tinggi.

Ini mengindikasikan bahwa di daerah yang lebih kaya, fasilitas dan sistem kesehatan mungkin lebih maju, termasuk akses ke metode pengujian yang lebih baik dan lebih banyak.

Kemampuan pengujian yang superior ini memungkinkan mereka untuk secara lebih akurat dan cepat mengidentifikasi kasus-kasus virus.

Sebaliknya, di daerah yang lebih miskin, di mana akses ke pengujian atau layanan kesehatan mungkin terbatas, banyak kasus infeksi bisa jadi tidak terdeteksi atau terdiagnosis.

Ini berarti jumlah kasus yang sebenarnya di daerah miskin kemungkinan lebih tinggi dari yang dilaporkan.

Baca juga: BRIN: Perubahan Iklim Picu Peningkatan Sebaran Penyakit Menular

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Cabai Palurah dari IPB, Solusi Pedas Berkelanjutan untuk Dapur dan Industri
Cabai Palurah dari IPB, Solusi Pedas Berkelanjutan untuk Dapur dan Industri
LSM/Figur
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Pemerintah
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Pemerintah
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
LSM/Figur
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Pemerintah
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Pemerintah
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Pemerintah
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
LSM/Figur
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pemerintah
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Swasta
Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan
Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan
Pemerintah
Veronica Tan Ingin Jakarta Ramah Perempuan dan Anak
Veronica Tan Ingin Jakarta Ramah Perempuan dan Anak
Pemerintah
BRI Fellowship Journalism 2025 Kukuhkan 45 Jurnalis Penerima Beasiswa S2
BRI Fellowship Journalism 2025 Kukuhkan 45 Jurnalis Penerima Beasiswa S2
BUMN
Sistem Tanam Padi Rendah Karbon, Apakah Memungkinkan?
Sistem Tanam Padi Rendah Karbon, Apakah Memungkinkan?
Pemerintah
Emisi Kapal Turun jika Temukan Jalur Pelayaran Baru yang Efisien
Emisi Kapal Turun jika Temukan Jalur Pelayaran Baru yang Efisien
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau