Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri: Anggaran Perubahan Iklim Hanya 4,3 Persen dari APBN

Kompas.com - 21/05/2025, 18:00 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Safrizal Z A, mengatakan pendanaan perubahan iklim hanya 4,3 persen dari APBN.

Setiap tahun pemerintah mengalokasikan anggaran perubahan iklim rata-rata sebesar Rp 102,65 triliun. Padahal, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 pemerintah menempatkan perubahan iklim sebagai salah satu isu yang diprioritaskan.

"Tentu kami berharap setiap tahun anggaran untuk penanganan climate change bisa meningkat, tidak terbatas maksimum kepada 4,37 persen. Kami berharap APBD bisa support lebih daripada maksimum 4,3 persen," ujar Safrizal dalam Climate Resilience and Innovation Forum 2025, di Jakarta Pusat, Rabu (21/5/2025).

Safrizal mengakui, pendanaan untuk krisis iklim itu masih jauh dari cukup. Oleh sebab itu, pemerintah terus berupaya mendapatkan tambahan pembiayaan dari berbagai pihak termasuk melalui program Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC).

Baca juga: Studi: Kemiskinan Global Bisa Diakhiri tanpa Mengorbankan Iklim

CRIC merupakan program kerja sama berbagai negara dan sebagian didanai melalui hibah Uni Eropa untuk meningkatkan kapasitas kota di Asia Tengara dalam menghadapi perubahan iklim.

Di Indonesia, program tersebut dilaksanakan di 10 kota antara lain Pekanbaru, Bandar Lampung, Pangkal Pinang, Cirebon, Mataram, Banjarmasin, Samarinda, Gorontalo, Kupang, serta Ternate. Safrizal mencontohkan, Samarinda kini menghadapi tantangan iklim ekstrem berupa kekeringan dan banjir.

"Di Samarinda terjadi pengalihan fungsi kawasan yang berlebihan, kurangnya kepedulian warga kota, kurangnya sistem pengontrol banjir. Ini yang kami bantu terus, karena kalau musim kemarau kering sekali. Kalau basah, basah sekali," tutur Safrizal.

Selain itu banyak terjadi aktivitas pembakaran lahan ilegal di Samarinda. Safrizal lantas meminta agar Pemkot Samarinda bisa mengatasi praktik tersebut.

Baca juga: Potensi Green Zakat Capai Rp 327 T per Tahun, Bisa untuk Dana Iklim

"Di CRIC program, beberapa hal direkomendasikan untuk Samarinda. Pertama, dilakukan pengembangan kapasitas sumber daya internal yang bekerja secara berkala," tutur Safrizal.

"Evaluasi dan pemantauan berkelanjutan untuk memastikan bahwa setiap tindakan sesuai target dan sejalan dengan pencapaian SDGs konsisten. Sehingga juga sejalan dengan target SDGs, dengan memperkuat koordinasi antar institusi," imbuh dia.

Rekomendasi selanjutnya, investasi infrastruktur untuk penanggulangan bencana. Kata dia, alokasi anggaran cukup untuk penanganan bencana.

Ketiga, melakukan evaluasi tahunan terhadap rencana aksi rantai iklim dengan mempertimbangkan paparan kapasitas adaptif dan kepekaan untuk rancangan program jika diperlukan.

Baca juga: Regulator Perbankan Global Kompak Atasi Risiko Iklim

Keempat, pendidikan berbasis iklim perlu diterapkan pada individu. Selanjutnya, rencana aksi perubahan iklim harus berpihak pada kelompok rentan yang sangat terdampak.

"Kemudian, ketersediaan data rantai yang akurat sangat penting, memerlukan sistem komunikasi digital data nomor satu. Harus terus diperbaiki, kadang-kadang data tidak akurat," ucap dia.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Harapan Orangutan di Tengah Ancaman Kepunahan: Sains, Politik, Publik
Harapan Orangutan di Tengah Ancaman Kepunahan: Sains, Politik, Publik
LSM/Figur
Pulau untuk Dijaga, Bukan Dijual: Jalan Menuju Wisata Berkelanjutan
Pulau untuk Dijaga, Bukan Dijual: Jalan Menuju Wisata Berkelanjutan
Pemerintah
GAPKI Gandeng IPOSS untuk Perkuat Sawit Indonesia di Tingkat Dunia
GAPKI Gandeng IPOSS untuk Perkuat Sawit Indonesia di Tingkat Dunia
Swasta
Bioteknologi Jagung, Peluang Indonesia Jawab Masalah Ketahan Pangan
Bioteknologi Jagung, Peluang Indonesia Jawab Masalah Ketahan Pangan
Swasta
Peluang 'Green Jobs' di Indonesia Besar, tapi Produktivitas SDM Masih Rendah
Peluang "Green Jobs" di Indonesia Besar, tapi Produktivitas SDM Masih Rendah
LSM/Figur
IEA Prediksi Penurunan Permintaan Minyak Global Mulai 2030
IEA Prediksi Penurunan Permintaan Minyak Global Mulai 2030
Pemerintah
PGN Perluas Akses Internet di Lingkungan Kampus Unsri
PGN Perluas Akses Internet di Lingkungan Kampus Unsri
BUMN
Peta Baru Ungkap 195 Juta Hektar Lahan Potensial untuk Perbaikan Hutan
Peta Baru Ungkap 195 Juta Hektar Lahan Potensial untuk Perbaikan Hutan
LSM/Figur
Mata dari Langit: Bagaimana Penginderaan Jauh Bantu Selamatkan Bumi?
Mata dari Langit: Bagaimana Penginderaan Jauh Bantu Selamatkan Bumi?
LSM/Figur
16 Sistem Penambatan Bakal Dipasang untuk Jaga Terumbu Karang Raja Ampat
16 Sistem Penambatan Bakal Dipasang untuk Jaga Terumbu Karang Raja Ampat
Pemerintah
Picu Kerusakan Lingkungan, 2 Perusahaan Tambang Didenda Rp 47 Miliar
Picu Kerusakan Lingkungan, 2 Perusahaan Tambang Didenda Rp 47 Miliar
Pemerintah
Peringati HUT Ke-47, Pasar Modal Indonesia Serahkan Bantuan Ambulans untuk Masyarakat Papua
Peringati HUT Ke-47, Pasar Modal Indonesia Serahkan Bantuan Ambulans untuk Masyarakat Papua
Swasta
Satu Prompt ChatGPT Konsumsi Setengah Liter Air Bersih
Satu Prompt ChatGPT Konsumsi Setengah Liter Air Bersih
Swasta
KKP Ungkap Pendapatan Sektor Perikanan Indonesia Capai Rp116 Triliun
KKP Ungkap Pendapatan Sektor Perikanan Indonesia Capai Rp116 Triliun
Pemerintah
Menelusuri Jejak Kayu Ilegal lewat Forensik DNA, Harapan Baru dalam Penegakan Hukum Kehutanan
Menelusuri Jejak Kayu Ilegal lewat Forensik DNA, Harapan Baru dalam Penegakan Hukum Kehutanan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau