JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Iman Rachman menyampaikan bahwa volume perdagangan karbon internasional ditargetkan mencapai 750.000 ton karbon dioksida ekuivalen (tCO2e6) pada 2025.
Hal ini disampaikan Iman, usai Bursa Karbon Indonesia atau IDX Carbon meluncurkan platform perdagangan karbon internasional, dengan tujuan untuk menurunkan emisi global.
"Tahun lalu kan 500.000 (tCO2e) ya. Kalau kami berharap, secara internasional dan domestik mungkin antara 500.000 sampai 750.000 ton (CO2)," kata Iman usai acara peluncuran perdagangan karbon di BEI, Jakarta Selatan, Senin (20/1/2025).
Baca juga:
Dia mengatakan, sejauh ini ada 104 partisipan yang menggunakan jasa perdagangan karbon sejak diluncurkan pada 2023.
IDX Carbon menargetkan, partisipasi dari perusahaan domestik maupun internasional meningkat di tahun ini.
"Target kami 200 (partisipan), untuk nilai transaksi saya mesti harus melihat harganya.
Iman menyebut, volume perdagangan karbon usai resmi dirilis mencapai 48.788 tCO2e untuk 14 pembeli.
Sebelum diluncurkan, penjualan mencapai 1 juta tCO2e. Harga karbon yang ditetapkan Rp 96.000 per ton untuk unit berbasis solusi teknologi (IDTBSA), dan Rp 144.000 per ton bagi unit berbasis energi terbarukan (IDTBSA-RE).
Berdasarkan laporan Kementerian Lingkungan Hidup, ada lima proyek pengurangan emisi karbon yang sudah diotorisasi.
Proyek itu antara lain pengoperasian pembangkit litrik baru berbahan bakar gas bumi dari Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Priok Blok 4 untuk 500.000 ton karbon dioksida setara (tCO2e).
Lalu, konversi dari pembangkit single cycle menjadi combined cycle (Add On) PLTGU Grati Blok 2 untuk 450.000 tCO2e, pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air Minihidro (PLTM) Gunung Wugul, tersedia untuk 5.000 tCO2e.
Selanjutnya pengoperasian pembangkit listrik tenaga gas bumi baru PLTGU PJB Muara Karang Blok 3 untuk 750.000 tCO2e, serta konversi dari pembangkit single cycle menjadi combined cycle Blok 2 PLN Nusantara Power Unit Pembangkitan Muara Tawar untuk 30.000 tCO2e.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan, pihaknya telah melaksanakan pengaturan, pengawasan, hingga pemantauan bursa karbon.
"OJK memastikan hanya penyelenggara perusahaan karbon yang diberikan izin OJK yang dapat mengoperasionalkan," tutur Mahendra.
Baca juga:
OJK, lanjut dia, berkoordinasi dengan kementerian, lembaga, ataupun instansi terkait perizinan perdaganga karbon internasional tersebut.
Dalam hal ini, pemerintah juga menjamin setiap sertifikat perdagangan karbon yang dikeluarkan telah disahkan dan diitorisasi untuk mencegah perhitungan, pembayaran, maupun klaim ganda.
"Untuk infrastruktur ke depan perlu kami sampaikan juga bahwa hal-hal itu dilakukan dengan seksama oleh Bursa Karbon Indonesia termasuk sistem pencatatan yang berbasis blockchain," jelas Mahendra
"Semua yang ada dalam infrastruktur, bursa yang ada di Indonesia sudah memiliki standar dan juga tentu keberadaan yang sejajar dengan bursa-bursa karbon serupa di internasional," imbuh dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya