Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perdagangan Karbon Internasional Diluncurkan, Ada 104 Pengguna Bergabung

Kompas.com, 20 Januari 2025, 18:30 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bursa Karbon Indonesia atau IDX Carbon bersama Kementerian Lingkungan Hidup, dan beberapa instansi resmi meluncurkan perdagangan karbon internasional, Senin (20/1/2024).

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Iman Rachman mengatakan, saat ini jumlah pengguna jasa Bursa Karbon mencapai 104 partisipan sejak diluncurkan pada 2023.

"Ketika pendirian Bursa Karbon pada tanggal 26 September 2023 menunjukkan anggaran hari ini dengan peningkatan signifikan. Kalau kami lihat ketika tahun 2023, jumlah partisipannya perdagangannya adalah 16. Hari ini jumlah partisipan perdagangannya sudah 104," ujar Iman dalam konferensi pers di BEI.

Baca juga:

Menurut dia, perdagangan kredit karbon internasional mendorong penurunan emisi secara global. Iman menyebut, volume perdagangan karbon usai resmi dirilis mencapai 48.788 ton karbon dioksida ekuivalen (tCO2e) untuk sembilan pembeli internasional.

Sebelum diluncurkan, penjualan mencapai 1 juta tCO2e. Dia menyampaikan harga karbon yang ditetapkan Rp 96.000 per ton untuk unit berbasis solusi teknologi (IDTBSA), dan Rp 144.000 per ton bagi unit berbasis energi terbarukan (IDTBSA-RE).

"Kalau bicara tentang bagaimana cara membeli karbon di Bursa Karbon Indonesia, pertama adalah menjadi anggota langsung, mendaftar sebagai pengguna jasa IDX Carbon atau dengan membeli melalui pengguna jasa tercatat di IDX Carbon," jelas Iman.

Ada beberapa pembeli kita dari luar negeri karena waktu itu rencana launching ini cukup pendek mereka membelinya lewat pembeli yang sudah membeli di IDX Carbon," tambah dia.

Sementara itu, Menteri Lingkungah Hidup Hanif Faisol mengakui bahwa perdagangan karbon internasional memang ditunggu sejak lama menyusul disetujuinya Pasal 6 Perjanjian Paris saat COP29.

"Indonesia saat ini telah siap untuk melakukan perdagangan karbon luar negeri yang di-launching pada hari ini, 20 Januari 2025, dengan potensi volume perdagangan karbon hingga 1.780.000 ton CO2e yang berasal dari sektor energi," ucap Hanif.

Ada lima proyek pengurangan emisi karbon yang sudah diotorisasi Kementerian LH yakni pengoperasian Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Priok Blok 4, konversi dari pembangkit single cycle menjadi combined cycle PLTGU Grati Blok 2.

Kemudian, pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air Minihidro (PLTM) Gunung Wugul, pengoperasian pembangkit listrik tenaga gas bumi baru PLTGU PJB Muara Karang Blok 3, dan konversi dari pembangkit single cycle menjadi combined cycle Blok 2 PLN NP UP Muara Tawar.

Kini, Kementerian LH bersama Kementerian Keuangan tengah memfasilitasi sektor di luar dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) untuk menyelesaikan roadmap atau peta jalan pendanaan perdagangan karbon. Pihaknya bakal mengeluarkan sertifikat dalam maupun luar negeri terkait carbon trading.

Baca juga:

Selain itu, ungkap Hanif, ia juga meminta agar Kementerian Keuangan memberlakukan pajak karbon.

"Yang paling penting kita bangun adalah transparansi, kredibilitas, dan integritas harus dijaga sehingga semuanya mau berinvestasi di kita. Kami juga meminta Kementerian Keuangan mencermati pengenaan pajak karbon, ini penting untuk membangun pasar," ucap Hanif.

"Semua investasi yang besar didominasi internasional, sehingga pajak karbon penting untuk mendorong mereka menjadi salah satu pengakselerasi perdagangan karbon kita," imbuh dia.

Pedagangan karbon indonesia diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon (NEK) untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

"Berdasarkan Perpres, perdagangan karbon hanya diperuntukkan bagi pengurangan emisi gas rumah kaca. Perpres itu harus kita jaga mandatnya, jadi semua kebijakan kita harus mengarah ke sana," tutur dia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dari Tanah “Sakit” ke Lumbung Harapan, Ini Kisah Pengawalan Pertanian Jaga Ketahanan Pangan Desa
Dari Tanah “Sakit” ke Lumbung Harapan, Ini Kisah Pengawalan Pertanian Jaga Ketahanan Pangan Desa
BUMN
Kebijakan Pelarangan Sawit di Jabar Disebut Tak Berdasar Bukti Ilmiah
Kebijakan Pelarangan Sawit di Jabar Disebut Tak Berdasar Bukti Ilmiah
LSM/Figur
Sampah Campur Aduk, Biaya Operasional 'Waste to Energy' Membengkak
Sampah Campur Aduk, Biaya Operasional "Waste to Energy" Membengkak
LSM/Figur
Biaya Kelola Limbah Setara Beli Popok Baru, Padahal Fibernya Punya Banyak Potensi
Biaya Kelola Limbah Setara Beli Popok Baru, Padahal Fibernya Punya Banyak Potensi
LSM/Figur
Inovasi Jaring Bertenaga Surya, Kurangi Penyu yang Terjaring Tak Sengaja
Inovasi Jaring Bertenaga Surya, Kurangi Penyu yang Terjaring Tak Sengaja
Pemerintah
Kebijakan Iklim yang Sasar Gaya Hidup Bisa Kikis Kepedulian pada Lingkungan
Kebijakan Iklim yang Sasar Gaya Hidup Bisa Kikis Kepedulian pada Lingkungan
Pemerintah
 RI Belum Maksimalkan  Pemanfaatan Potensi Laut untuk Atasi Stunting
RI Belum Maksimalkan Pemanfaatan Potensi Laut untuk Atasi Stunting
LSM/Figur
Langkah Membumi Ecoground 2025, Gaya Hidup Sadar Lingkungan Bisa Dimulai dari Ruang Publik
Langkah Membumi Ecoground 2025, Gaya Hidup Sadar Lingkungan Bisa Dimulai dari Ruang Publik
Swasta
Target Swasembada Garam 2027, KKP Tetap Impor jika Produksi Tak Cukup
Target Swasembada Garam 2027, KKP Tetap Impor jika Produksi Tak Cukup
Pemerintah
Kebijakan Mitigasi Iklim di Indonesia DInilai Pinggirkan Peran Perempuan Akar Rumput
Kebijakan Mitigasi Iklim di Indonesia DInilai Pinggirkan Peran Perempuan Akar Rumput
LSM/Figur
KKP: 20 Juta Ton Sampah Masuk ke Laut, Sumber Utamanya dari Pesisir
KKP: 20 Juta Ton Sampah Masuk ke Laut, Sumber Utamanya dari Pesisir
Pemerintah
POPSI: Naiknya Pungutan Ekspor Sawit untuk B50 Bakal Gerus Pendapatan Petani
POPSI: Naiknya Pungutan Ekspor Sawit untuk B50 Bakal Gerus Pendapatan Petani
LSM/Figur
Suhu Global Tetap Tinggi, meski Siklus Alami Pemanasan El Nino Absen
Suhu Global Tetap Tinggi, meski Siklus Alami Pemanasan El Nino Absen
Pemerintah
Rantai Pasok Global Bisa Terganggu akibat Cuaca Ekstrem
Rantai Pasok Global Bisa Terganggu akibat Cuaca Ekstrem
Swasta
DLH Siapkan 3.395 Petugas Kebersihan, Angkut Sampah Saat Tahun Baru Jakarta
DLH Siapkan 3.395 Petugas Kebersihan, Angkut Sampah Saat Tahun Baru Jakarta
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau