Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekeringan Berdurasi Panjang Makin Umum Terjadi di Seluruh Dunia

Kompas.com - 20/01/2025, 17:30 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kekeringan dengan durasi panjang diperkirakan akan semakin umum terjadi di seluruh dunia. Ke depan, kekeringan juga akan menjadi semakin panas, kering, dan semakin meluas hingga sekitar 50.000 kilometer persegi setiap tahunnya.

Beberapa dari peristiwa kekeringan yang terjadi itu di antaranya bahkan cukup untuk diklasifikasikan sebagai mega-drought atau kekeringan ekstrem yang dapat sangat merusak pertanian dan ekosistem.

Dikutip dari New Scientist, Senin (20/1/2025) peningkatan suhu yang terkait dengan perubahan iklim disebut sebagai pemicu terjadinya kekeringan berdurasi panjang itu.

Baca juga:

Peningkatan suhu telah meningkatkan risiko kekeringan karena udara yang lebih hangat dapat menahan lebih banyak kelembapan sehingga meningkatkan penguapan dari daratan.

Dikombinasikan dengan perubahan pola presipitasi yang menyebabkan lebih sedikit hujan, hal ini dapat memperburuk dan memperpanjang periode kekeringan.

Salah satu contohnya terjadi di beberapa bagian Amerika Utara dan Selatan, di mana wilayah tersebut mengalami kekeringan besar terburuk dalam satu milenium.

Untuk sampai pada kesimpulan tersebut Dirk Karger, peneliti dari Swiss Federal Institute for Forest, Snow and Landscape Research bersama rekan-rekannya mengidentifikasi lebih dari 13.000 kekeringan yang berlangsung setidaknya dua tahun antara tahun 1980 dan 2018 untuk mengungkap tren jangka panjang.

Dari analisis mereka akhirnya menemukan bahwa sejak tahun 1980-an, kekeringan berdurasi panjang yang parah telah menjadi lebih kering dan lebih panas.

Kekeringan juga telah memengaruhi sebagian besar dunia, dengan wilayah yang terkena dampak kekeringan parah bertambah sekitar 50.000 kilometer persegi setiap tahunnya.

Citra satelit juga menunjukkan beberapa ekosistem menjadi lebih cokelat, menunjukkan kondisi yang lebih kering.

Baca juga:

Pergeseran paling dramatis terjadi di padang rumput beriklim sedang, yang lebih sensitif terhadap perubahan ketersediaan air, sementara hutan tropis dan boreal menunjukkan respons yang lebih kecil.

Para peneliti tidak melakukan analisis formal untuk menentukan seberapa besar perubahan iklim yang disebabkan manusia telah berkontribusi terhadap tren tersebut, tetapi polanya konsisten dengan apa yang peneliti temukan seiring dengan meningkatnya suhu.

Penelitian juga menyoroti bagaimana kekeringan jangka panjang dapat menimbulkan konsekuensi yang sama parahnya dengan bencana iklim seperti kebakaran hutan yang merusak atau badai yang dahsyat.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Unhans dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

Unhans dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

LSM/Figur
Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

Pemerintah
MIND ID Siapkan 4 Proyek Prioritas yang Bisa Didanai Danantara

MIND ID Siapkan 4 Proyek Prioritas yang Bisa Didanai Danantara

BUMN
Nestle Manfaatkan Limbah Sekam Padi untuk Bahan Bakar di 3 Pabrik

Nestle Manfaatkan Limbah Sekam Padi untuk Bahan Bakar di 3 Pabrik

Swasta
Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

LSM/Figur
Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Pemerintah
Pengesahan UU Masyarakat Adat Jadi Wujud Nyata Amanat Konstitusi

Pengesahan UU Masyarakat Adat Jadi Wujud Nyata Amanat Konstitusi

LSM/Figur
KLH Tempatkan Tim Khusus Tangani Sampah Laut di Bali

KLH Tempatkan Tim Khusus Tangani Sampah Laut di Bali

Pemerintah
75 Tahun Hubungan RI-China Jadi Momentum Perkuat Pembangunan Hijau

75 Tahun Hubungan RI-China Jadi Momentum Perkuat Pembangunan Hijau

LSM/Figur
Pemprov DKI Pasang 111 Alat Pemantau Kualitas Udara, Bisa Diakses Lewat JAKI

Pemprov DKI Pasang 111 Alat Pemantau Kualitas Udara, Bisa Diakses Lewat JAKI

Pemerintah
KG Media Hadirkan Lestari Awards sebagai Ajang Penghargaan ESG

KG Media Hadirkan Lestari Awards sebagai Ajang Penghargaan ESG

Swasta
Tren Investasi Properti Indonesia Mengarah ke Keberlanjutan

Tren Investasi Properti Indonesia Mengarah ke Keberlanjutan

Pemerintah
Ahli Yakin Harimau Jawa Tak Mungkin Masih Ada dengan Kondisi Saat Ini

Ahli Yakin Harimau Jawa Tak Mungkin Masih Ada dengan Kondisi Saat Ini

LSM/Figur
Gapki Antisipasi Kebakaran Lahan Sawit Jelang Musim Kemarau

Gapki Antisipasi Kebakaran Lahan Sawit Jelang Musim Kemarau

LSM/Figur
Menteri LH: Gangguan Lingkungan di Pulau Kecil Masif akibat Tambang

Menteri LH: Gangguan Lingkungan di Pulau Kecil Masif akibat Tambang

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau