Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karbon Indonesia Dijual ke Luar Negeri, Pengamat: Pembeli Cari yang Berkualitas

Kompas.com, 18 Januari 2025, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, para pembeli sertifikat karbon atau carbon credit dari luar negeri cenderung memilih kredit yang berkualitas.

Hal tersebut disampaikan Fabby mengomentari rencana pelaksanaan penjualan karbon ke luar negeri oleh pemerintah melalui Bursa Karbon Indonesia atau IDXCarbon mulai 20 Januari 2025 atau Senin (20/1/2025).

Berdasarkan data Sistem Registri Nasional (SRN) proyek-proyek yang melantai di bursa karbon berasal dari sektor energi. Sebagian berasal dari energi fosil.

Baca juga: Shell dan Microsoft Masuk 10 Pembeli Kredit Karbon Terbesar 2024

Salah satu contoh sertifikat karbon dari energi fosil yakni pembangunan Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Blok 3 PJB Muara Karang.

Selain itu, awal tahun ini ada penambahan penambahan tiga proyek sertifikat karbon, salah satunya unit karbon dari PLTGU Priok Blok 4.

Proyek lainnya yakni konversi pembangkit single cycle menjadi combined cycle (add-on) PLTGU Grati Blok 2.

Kemudian ada konversi pembangkit single cycle menjadi combined cycle Blok 2 PLTGU Muara Tawar.

Baca juga: Google Beli 100.000 Sertifikat Karbon dari Proyek Biochar di India

Selain itu, ada berbagai sertifikat karbon dari pembangkit energi terbarukan seperti panas bumi dan hidro.

Fabby mempertanyakan mengapa ada sertifikat karbon dari pembangkit fosil. Menurutnya, sertifkat karbon dari pembangkit fosil sulit untuk dilirik pembeli.

"Jadi yang harus diingat bahwa di (komuntas) internasional, itu (sertifikat) karbon kualitas tinggi yang dicari," ujar Fabby saat dihubungi Kompas.com, Jumat (17/1/2025).

Fabby menuturkan, sertifikat karbon berkualitas tinggi tersebut biasanya berasal dari sektor kehutanan. Penilaian kualitas karbon dari sektor kehutanan pun memiliki standar tinggi oleh lembaga yang terakreditasi tinggi.

"Dan banyak perusahaan-perusahaan yang selama ini melakukan penurunan emisi gas rumah kaca enggak sepenuhnya beli melalui bursa. Tapi mereka mempunyai kontrak jangka panjang," tutur Fabby.

Baca juga: Perdagangan Karbon Internasional di RI Sempat Terkendala Peraturan Ini

Evaluasi

Di samping itu, menurutnya penjualan kredit karbon di dalam negeri dinilai kurang optimal. 

Dilansir dari Antara, Rabu (15/1/2025), volume perdagangan mencapai 1,040 juta ton karbon dioksida ekuivalen dengan transaksi Rp 55,237 miliar sejak diluncurkan pada September 2023.

Alih-alih menggunakan menjual sertifikat karbon ke luar negeri, Fabby menyarankan agar pemerintah dan pihak bursa melakukan evaluasi terlebih dulu.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Swasta
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
LSM/Figur
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
Pemerintah
BMKG Imbau Waspadai Cuaca Ekstrem Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
BMKG Imbau Waspadai Cuaca Ekstrem Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
Pemerintah
COP30 Dinilai Gagal Bangkitkan Ambisi Dunia Hadapi Krisis Iklim
COP30 Dinilai Gagal Bangkitkan Ambisi Dunia Hadapi Krisis Iklim
LSM/Figur
Dorong Kesejahteraan Masyarakat, IPB University Perkuat Sosialisasi CIBEST ke Berbagai Pesantren
Dorong Kesejahteraan Masyarakat, IPB University Perkuat Sosialisasi CIBEST ke Berbagai Pesantren
Pemerintah
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Pemerintah
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
LSM/Figur
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Pemerintah
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
Pemerintah
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Swasta
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
Pemerintah
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
Pemerintah
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
Pemerintah
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau