KOMPAS.com - Kekeringan dengan durasi panjang diperkirakan akan semakin umum terjadi di seluruh dunia. Ke depan, kekeringan juga akan menjadi semakin panas, kering, dan semakin meluas hingga sekitar 50.000 kilometer persegi setiap tahunnya.
Beberapa dari peristiwa kekeringan yang terjadi itu di antaranya bahkan cukup untuk diklasifikasikan sebagai mega-drought atau kekeringan ekstrem yang dapat sangat merusak pertanian dan ekosistem.
Dikutip dari New Scientist, Senin (20/1/2025) peningkatan suhu yang terkait dengan perubahan iklim disebut sebagai pemicu terjadinya kekeringan berdurasi panjang itu.
Baca juga:
Peningkatan suhu telah meningkatkan risiko kekeringan karena udara yang lebih hangat dapat menahan lebih banyak kelembapan sehingga meningkatkan penguapan dari daratan.
Dikombinasikan dengan perubahan pola presipitasi yang menyebabkan lebih sedikit hujan, hal ini dapat memperburuk dan memperpanjang periode kekeringan.
Salah satu contohnya terjadi di beberapa bagian Amerika Utara dan Selatan, di mana wilayah tersebut mengalami kekeringan besar terburuk dalam satu milenium.
Untuk sampai pada kesimpulan tersebut Dirk Karger, peneliti dari Swiss Federal Institute for Forest, Snow and Landscape Research bersama rekan-rekannya mengidentifikasi lebih dari 13.000 kekeringan yang berlangsung setidaknya dua tahun antara tahun 1980 dan 2018 untuk mengungkap tren jangka panjang.
Dari analisis mereka akhirnya menemukan bahwa sejak tahun 1980-an, kekeringan berdurasi panjang yang parah telah menjadi lebih kering dan lebih panas.
Kekeringan juga telah memengaruhi sebagian besar dunia, dengan wilayah yang terkena dampak kekeringan parah bertambah sekitar 50.000 kilometer persegi setiap tahunnya.
Citra satelit juga menunjukkan beberapa ekosistem menjadi lebih cokelat, menunjukkan kondisi yang lebih kering.
Baca juga:
Pergeseran paling dramatis terjadi di padang rumput beriklim sedang, yang lebih sensitif terhadap perubahan ketersediaan air, sementara hutan tropis dan boreal menunjukkan respons yang lebih kecil.
Para peneliti tidak melakukan analisis formal untuk menentukan seberapa besar perubahan iklim yang disebabkan manusia telah berkontribusi terhadap tren tersebut, tetapi polanya konsisten dengan apa yang peneliti temukan seiring dengan meningkatnya suhu.
Penelitian juga menyoroti bagaimana kekeringan jangka panjang dapat menimbulkan konsekuensi yang sama parahnya dengan bencana iklim seperti kebakaran hutan yang merusak atau badai yang dahsyat.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya