Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/12/2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Menurut laporan terbaru UN Convention to Combat Desertification (UNCCD), tiga perempat tanah di muka Bumi ini akan mengalami pengeringan secara permanen dalam beberapa puluh tahun mendatang.

UNCCD mengungkapkan temuan tersebut dalam laporan berjudul The Global Threat of Drying Lands: Regional and global aridity trends and future projections yang dirilis dalam Konferensi Para Pihak ke-16 (COP16) di Riyadh, Arab Saudi, Senin (9/12/2024).

Dalam beberapa puluh tahun terakhir, 77,6 persen daratan Bumi melewati ambang batas kekeringan yaitu dari lahan tidak kering menjadi lahan kering, atau dari kelas lahan kering yang kurang kering ke kelas yang lebih kering.

Baca juga: 5 Rekomendasi Ilmuwan untuk Mengatasi Kekeringan Dunia

Lahan kering yang meluas membuat ekosistem dan penduduk yang tinggal di sana menderita akibat dampak kekeringan yang mengancam jiwa.

Sekitar 25 persen populasi dunia atau 2,3 miliar orang diperkirakan tinggal di wilayah yang akan mengalami kekeringan permanen.

Ilmuwan dari UNCCD Barron Orr menyampaikan, tanpa adanya upaya bersama-sama, miliaran orang akan terdampak kekeringan seperti kelaparan, kemiskinan, hingga pengungsian paksa.

"Namun, dengan merangkul solusi inovatif dan membina solidaritas global, umat manusia dapat bangkit untuk menghadapi tantangan ini," ujar Orr dikutip dari siaran pers, Senin (9/12/2024).

"Pertanyaannya bukanlah apakah kita memiliki alat untuk merespons, melainkan apakah kita memiliki kemauan untuk bertindak," sambungnya.

Baca juga: COP16 Riyadh Hasilkan Janji Rp 191 Triliun Atasi Kekeringan dan Degradasi Lahan

Dampak kekeringan

Menurut laporan tersebut, dampak dari meningkatnya kekeringan menyentuh hampir setiap aspek kehidupan dan masyarakat.

Laporan tersebut memperingatkan, seperlima dari seluruh daratan dapat mengalami perubahan ekosistem yang mendadak akibat meningkatnya kekeringan pada akhir abad ini.

Di sisi lain, lebih dari dua pertiga dari seluruh lahan di planet ini diproyeksikan akan menyimpan lebih sedikit air pada akhir abad ini, jika emisi gas rumah kaca terus meningkat.

Contoh perubahan tersebut seperti terdegradasinya hutan menjadi padang rumput. Kondisi ini bisa menyebabkan banyak kepunahan mulai dari tumbuhan hingga hewan.

Kekeringan dianggap sebagai penyebab terbesar dari degradasi sistem pertanian. 40 persen lahan subuh di bumi saat ini mengalami degradasi.

Baca juga: Miliaran Orang Dilanda Kekeringan, Kemitraan Ketahanan Global Diluncurkan

Selain itu, kekeringan dianggap sebagai salah satu dari lima penyebab degradasi lahan terpenting di dunia.

Meningkatnya kekeringan di Timur Tengah memiliki kaitan dengan lebih seringnya badai pasir dan debu yang lebih besar di wilayah tersebut

Peningkatan kekeringan diperkirakan akan meningkatkan kebakaran hutan yang lebih besar dan lebih intens di masa depan.

Di samping itu, kekeringan juga berdampak pada kemiskinan, kelangkaan air, degradasi lahan, dan produksi pangan.

Berbagai sebab tersebut memiliki kaitan dengan meningkatnya angka penyakit dan kematian secara global, terutama di kalangan anak-anak dan perempuan

Baca juga: Tak Ada Negara Kebal Kekeringan, Perlu Antisipasi hingga Adaptasi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tonga Akui Paus sebagai Mahluk Berakal dan Punya Kehendak Bebas
Tonga Akui Paus sebagai Mahluk Berakal dan Punya Kehendak Bebas
Pemerintah
Bagaimana Agar Pabrik Tahu Tak Pakai Plastik untuk Bahan Bakar?
Bagaimana Agar Pabrik Tahu Tak Pakai Plastik untuk Bahan Bakar?
LSM/Figur
300 GW Energi Bersih Didapat jika Ubah Lahan Tambang Jadi PLTS, 59 GW dari Indonesia
300 GW Energi Bersih Didapat jika Ubah Lahan Tambang Jadi PLTS, 59 GW dari Indonesia
LSM/Figur
Ancaman Baru Krisis Iklim, Tingkatkan Gangguan Pernapasan Kala Tidur
Ancaman Baru Krisis Iklim, Tingkatkan Gangguan Pernapasan Kala Tidur
LSM/Figur
Menteri LH Desak Pembenahan Lingkungan di Kawasan Industri Pulogadung
Menteri LH Desak Pembenahan Lingkungan di Kawasan Industri Pulogadung
Pemerintah
Cabai Palurah dari IPB, Solusi Pedas Berkelanjutan untuk Dapur dan Industri
Cabai Palurah dari IPB, Solusi Pedas Berkelanjutan untuk Dapur dan Industri
LSM/Figur
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Pemerintah
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Pemerintah
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
LSM/Figur
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Pemerintah
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Pemerintah
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Pemerintah
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
LSM/Figur
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pemerintah
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau