JAKARTA, KOMPAS.com - Pengerukan pasir laut ilegal oleh PT CPS di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, disebut dapat memicu abrasi karena hilangnya hutan mangrove dan padang lamun.
Pengamat Maritim IKAL Strategic Centre, Marcellus Hakeng Jayawibawa, mengatakan dampak lainnya ialah meningkatnya emisi karbon dioksida (CO2).
“Ketika hal ini (pengerukan) terjadi maka tentunya ekosistemnya sudah rusak, di situ pastinya ada padang lamun dan mangrove. Salah satu fungsinya untuk bisa menyerap CO2 untuk mengurangi dampak pemanasan global,” ujar Marcellus saat dihubungi. Selasa (28/1/2025).
Baca juga: Kementerian LH Dalami Dugaan Pidana Pengerukan Pasir di Pulau Pari
Marcellus menyampaikan, nelayan sekitar ikut terdampak akibat aktivitas tersebut. Sebab, habitat ikan hilang seiring dengan dikeruknya pasir laut.
“Jelas pasti dampaknya itu akan sangat besar (ke nelayan) karena biasanya ketika memang belum ada kegiatan seperti itu pasti ikan-ikan akan bertelur di mangrove atau padang lamun,” papar Marcellus.
“Ketika pengerukan terjadi, laut pasti akan keruh, oksigen di lautan itu pasti akan berkurang, sehingga ikan-ikan pasti tidak akan mau bertelur,” tambah dia.
Selain itu, ikan tak akan berkembang biak sehingga menyebabkan nelayan kehilangan tangkapan.
Menurut Marcellus, pengerukan pesisir diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 terkait pengelolaan hasil sedimentasi di laut. Namun, para aktivis lingkungan telah memperingatkan pemerintah karena PP tersebut dinilai melegalisasi kegiatan ilegal di wilayah pesisir.
“Saya selalu mengatakan bahwa yang diperhatikan dalam PP 26 tahun 2023 adalah aspek ekonomi. Terkait dengan pidananya ketika kejadian seperti ini belum ada diatur dalam PP tersebut, hal inilah yang masih tertinggal,” ucap Marcellus.
Dia mengaku khawatir, peraturan itu justru membuat pelaku kegiatan ilegal tidak takut karena hanya diberikan sanksi perdata bukan pidana. Oleh karenanya, Marcellus mendesak agar memperkuat penegakan hukum terhadap pelaku yang merusak lingkungan.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) kini masib mendalami dugaan tindak pidana yang dilakukan PT CPS.
“Sedang didalami dugaan tindak pidana perusakan lingkungan terkait dengan reklamasi, dan perusakan mangrove di gugusan Pulau Pari termasuk yang terjadi di Pulau Biawak,” jelas Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan KLH, Rasio Ridho Sani.
Pengawas Lingkungan Hidup KLH dan penyidik pun mendalami dugaan pelanggaran lebih lanjut. Kini, aktivitas pengerukan telah dihentikan.
Baca juga: Pemerintah Hentikan Proyek Pengerukan Pasir Laut Ilegal di Pulau Pari
“Di samping itu, dengan dukungan ahli kerusakan dan ahli valuasi lingkungan sedang didalami kerugian lingkungan hidup yang terjadi,” tutur Rasio.
Dia mengungkapkan, dari hasil pengawasan dan pengumpulan bahan keterangan akan dilakukan sanksi penegakan hukum. Ini termasuk penerapan sanksi administratif, penegakan hukum pidana, hingga gugatan ganti kerugian lingkunga.
Kendati demikian, Rasio mengaku belum mengetahui secara pasti total kerugian dari kerusakan mangrove akibat pengerukan PT CPS.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya