Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Kembangkan Semen Berkelanjutan, Seperti Apa?

Kompas.com - 28/01/2025, 17:29 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Produksi semen menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca global terbesar kedua dari industri. Jejak karbon produksi bahan itu pun perlu jadi perhatian.

Kabar baiknya, ilmuwan Universitas Michigan di Amerika Serikat mengembangkan semen berkelanjutan.

Riset dan inovasinya diterbitkan di jurnal Energy & Environmental Science.

Dikutip dari Techxplore, Selasa (28/1/2025), produksi semen tradisional selama ini memanfaatkan kalsium karbonat yang berasal dari batu kapur yang melepaskan karbon dioksida saat dipanaskan.

Baca juga: Diremehkan, Biochar Ternyata Cukup Ampuh Serap Emisi Karbon

Dengan pendekatan baru, peneliti membuat kalsium karbonat melalui proses elektrokimia yang mampu menangkap CO2 dan mengikatnya dengan mineral atau beton daur ulang.

"Pendekatan produksi material elektrokimia yang kami kembangkan membuka area baru dalam produksi semen dan daur ulang limbah dalam skala besar," kata Jiaqi Li, asisten profesor teknik sipil dan lingkungan Universitas Michigan.

Semen sendiri merupakan komoditas yang paling banyak digunakan di dunia setelah air. Akan tetapi produksi semen saat ini menghasilkan 8 persen emisi CO2 global.

Permintaan bahan bangunan serbaguna yang digunakan untuk membuat beton dan mortar diproyeksikan meningkat hingga 50 persen seiring terus berkembangnya dunia.

Pemanasan semen dengan tungku menggunakan bahan bakar fosil menyumbang 40 persen emisi CO2 dari proses tersebut.

Baca juga: Arsitek Asal Islandia Usulkan Lava Jadi Bahan Bangunan Berkelanjutan

Sementara 60 persen lainnya adalah hasil dari panas yang memecah batu kapur, batuan sedimen yang sebagian besar terbuat dari kalsium karbonat (CaCO3) menjadi kalsium oksida (CaO) dan CO2.

Pendekatan dengan mengganti batu kapur alami dengan kalsium karbonat yang diproduksi secara elektrokimia disebut mampu menetralkan CO2 yang dilepaskan selama pemrosesan.

Jika diterapkan dengan kapasitas penuh, strategi baru tersebut dapat mengurangi emisi CO2 global setidaknya tiga gigaton setahun.

"Strategi ini dapat mengubah industri semen dari penghasil CO2 gigaton menjadi penggerak skala gigaton untuk energi bersih dan teknologi pengelolaan karbon," kata Wenxin Zhang penulis lain studi tersebut.

Peneliti juga tengah menilai apakah teknologi tersebut layak secara ekonomi. Pasalnya, pendekatan elektrokimia terbukti lebih murah dan lebih efisien dibandingkan dengan teknik yang sudah ada.

Baca juga: Pertamina Geothermal Kembangkan Pupuk Ramah Lingkungan dari Panas Bumi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau