Sementara itu Evans Njewa, diplomat Malawi dan ketua kelompok Negara-negara Terbelakang, mengatakan banyak negara miskin tidak memiliki sumber daya keuangan dan keahlian teknis untuk menyusun kebijakan ekonomi yang kompleks seperti itu.
"Penghasil emisi besar, yang polusi historis dan berkelanjutannya telah mendorong krisis iklim, harus bertanggung jawab dan memimpin dengan memberi contoh," katanya.
Negara-negara secara konsisten terlambat mengajukan pembaruan berkala untuk NDC mereka sejak kesepakatan Paris ditandatangani pada tahun 2015.
"Krisis iklim yang memburuk tidak akan menunggu atau menghentikan dampak bencananya karena negara-negara menunda rencana aksi mereka," kata Tracy Carty dari Greenpeace International.
Linda Kalcher, direktur eksekutif lembaga pemikir Strategic Perspectives, mengatakan dalam beberapa kasus lebih baik negara-negara bekerja untuk menyempurnakan proposal yang berkualitas, daripada terburu-buru mengeluarkan sesuatu yang lebih lemah.
"Kekhawatirannya adalah jika terlalu banyak negara menunda itu dapat menimbulkan persepsi bahwa mereka tidak bersedia bertindak," paparnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya