Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

Kompas.com - 18/04/2025, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Rencana penetapan Gunung Meratus di Kalimantan Selatan menjadi taman nasional dinilai mencederai kehidupan masyarakat adat di sana.

Hal tersebut mengemuka dalam diskusi publik Hak-Hak Tradisional Masyarakat Adat dan Urgensinya terhadap Upaya Mendorong Pengesahan RUU Masyarakat Adat, Rabu (16/4/2025).

Harnilis, seorang tokoh masyarakat adat Meratus, menuturkan, Gunung Meratus merupakan bagian tak terpisahkan dari mereka.

Baca juga: Geopark Kebumen dan Meratus Resmi Diakui Taman Bumi Dunia UNESCO

Dia menuturkan, wilayah adat yang ada saat ini di Pegunungan Meratus sudah dapat menjamin kebutuhan hidup seperti untuk sandang, pangan, papan, obat-obatan, air minum, dan lainnya. 

"Hutan bukan hanya tempat hidup kami, tapi bagian dari kehidupan itu sendiri. Jika diambil, kami kehilangan segalanya," kata Harnilis, dikutip dari siaran pers, Kamis (17/4/2025).

Harnilis menegaskan, Masyarakat Adat Dayak Meratus merupakan masyarakat yang cinta damai. 

Mereka siap membela dan mempertahankan wilayah adat mereka agar tidak menjadi kawasan konservasi milik negara. 

Harnilis menyebutkan, dalam mengelola sumber daya alam di Pegunungan Meratus, masyarakat adat kompak bekerja sama dalam melestarikan budaya yang sudah diwariskan secara turun temurun. 

Baca juga: Status Pegunungan Meratus Akan Diubah Jadi Taman Nasional

"Tidak ada yang lebih kuat antara laki-laki dan perempuan, semuanya kuat dan penting. Tidak akan  berhasil kita berkebun, berladang, mengadakan acara tanpa keduanya," ungkap Harnilis. 

Rina Mardiana dari IPB University menuturkan, tanpa kehadiran undang-undang (UU) masyarakat adat, pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat masih bersifat sektoral, lambat, diskriminatif, dan rawan menimbulkan konflik.

Dia berujar, masyarakat adat adalah masyarakat otohton yaitu masyarakat yang memiliki hubungan historis dan budaya yang kuat dengan wilayah tertentu.

Masyarakat adat memiliki sistem hukum, sosial, dan ekonomi sendiri yang berbeda dari masyarakat di sekitarnya.

Dia menambahkan, mereka juga memiliki hak atas tanah dan sumber daya alam secara tradisional, serta hak untuk mengatur diri sendiri. 

Baca juga: Meratus Ajak Konsumen Ganti Jejak Karbon dengan Pohon Mangrove

"Mereka bukan dari pecahan dari negara atau pecahan kerajaan," tuturya.

Diberitakan sebelumnya pada September 2024, pemerintah mempersiapkan perubahan status Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan dari Hutan Lindung menjadi Taman Nasional.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofik, yang kala itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, membeberkan inisiatif perubahan status Pegunungan Meratus dilakukan mengingat Kalimantan Selatan merupakan satu dari empat provinsi di Indonesia yang belum memiliki taman nasional.

Hal tersebut disampaikan Hanif dalam rapat persiapan antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarbaru, pada 23 September 2024.

"Perubahan fungsi ini juga bertujuan untuk meningkatkan intensitas pengelolaan kawasan hutan Pegunungan Meratus," kata Hanif dikutip dari siaran pers.

Baca juga: Mamberamo Foja di Papua Ditetapkan Jadi Taman Nasional

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Mahasiswa IPB Latih Petani Olah Limbah Ternak Jadi Pupuk Organik Cair
Mahasiswa IPB Latih Petani Olah Limbah Ternak Jadi Pupuk Organik Cair
LSM/Figur
Menteri LH: Jangan Eker-ekeran, Satukan Langkah Demi Biodiversitas
Menteri LH: Jangan Eker-ekeran, Satukan Langkah Demi Biodiversitas
Pemerintah
Ilmuwan Ingatkan, Kombinasi Krisis Iklim dan Badai Matahari Bahayakan Satelit
Ilmuwan Ingatkan, Kombinasi Krisis Iklim dan Badai Matahari Bahayakan Satelit
LSM/Figur
Peneiti BRIN: Koros dan Lanang Sapi Tepat untuk Basmi Hama Tikus Sawah
Peneiti BRIN: Koros dan Lanang Sapi Tepat untuk Basmi Hama Tikus Sawah
LSM/Figur
Hari Orangutan Sedunia, Populasinya yang Kian Mengkhawatirkan
Hari Orangutan Sedunia, Populasinya yang Kian Mengkhawatirkan
LSM/Figur
8 Kendaraan Berat Tak Lolos Uji Emisi, Pemilik Terancam 6 Bulan Penjara
8 Kendaraan Berat Tak Lolos Uji Emisi, Pemilik Terancam 6 Bulan Penjara
Pemerintah
Keaneakeragaman Hayati Berpotensi Jadi Tulang Punggung Ekonomi
Keaneakeragaman Hayati Berpotensi Jadi Tulang Punggung Ekonomi
Pemerintah
Aktivitas Manusia Pangkas Cadangan Karbon Daratan Sebanyak 24 Persen
Aktivitas Manusia Pangkas Cadangan Karbon Daratan Sebanyak 24 Persen
LSM/Figur
Hanya 2 Persen Perusahaan Penuhi Standar AI Bertanggung Jawab
Hanya 2 Persen Perusahaan Penuhi Standar AI Bertanggung Jawab
Swasta
Kisah Jojo, Orangutan Kalimantan yang Kini Hidup Bebas di Alam
Kisah Jojo, Orangutan Kalimantan yang Kini Hidup Bebas di Alam
LSM/Figur
Menteri LH Sebut Kebijakan Terkait Lingkungan Tak Bisa Sewenang-wenang
Menteri LH Sebut Kebijakan Terkait Lingkungan Tak Bisa Sewenang-wenang
Pemerintah
Guru Besar IPB: Lebah Madu Bisa Jadi Detektor Pencemaran Lingkungan
Guru Besar IPB: Lebah Madu Bisa Jadi Detektor Pencemaran Lingkungan
LSM/Figur
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Berlangsung hingga 21 Agustus
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Berlangsung hingga 21 Agustus
Pemerintah
Perubahan Iklim dan Gelombang Panas Picu Kebakaran Hutan Terburuk di Eropa Selatan
Perubahan Iklim dan Gelombang Panas Picu Kebakaran Hutan Terburuk di Eropa Selatan
Pemerintah
Pupuk Indonesia Gelar Svarna Bhumi Award 2025, Apresiasi Inovasi Petani dan Pegiat Pangan
Pupuk Indonesia Gelar Svarna Bhumi Award 2025, Apresiasi Inovasi Petani dan Pegiat Pangan
BUMN
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau