China telah lama menguasai produksi dan pemurnian mineral yang diperlukan untuk transisi energi hijau.
Sebelum konflik Ukraina, China sudah menunjukkan minat terhadap sumber daya negara ini. Kini, Washington berusaha mengamankan akses sebelum Beijing atau Eropa melangkah lebih jauh.
Ukraina sendiri punya kepentingan. Selain ekonomi, tentu saja, juga ada kepentingan keamanan. Apalagi, sekarang Ukraina tengah konflik dengan Rusia.
Oleh karena itu, munculah keinginan membuat kesepakatan antara AS dan Ukraina.
Diterangkan oleh Gracelin Baskaran dan Meredith Schwartz darii Critcal Minerals Security Program, Center for Srategic and International Studies (CSIS) pada Kamis (27/2/2025), dalam proposal awal, Ukraina diminta menggunakan sumber daya mineralnya untuk membayar kembali Amerika Serikat sebesar 500 miliar dollar AS atas bantuan militer yang telah diberikan sebelumnya.
Namun, kerangka perjanjian yang akhirnya disepakati tidak menetapkan hak bagi AS atas pendapatan senilai 500 miliar dollar AS dari mineral Ukraina, juga tidak mencakup jaminan keamanan bagi negara tersebut. Sebaliknya, perjanjian ini berupa dana rekonstruksi investasi dengan kepemilikan bersama antara AS dan Ukraina.
Ukraina akan menyumbangkan 50 persen dari seluruh pendapatan yang diperoleh dari monetisasi aset sumber daya alam milik pemerintah ke dalam dana tersebut.
Aset ini mencakup cadangan mineral, minyak, gas alam, serta infrastruktur terkait lainnya.
Namun, sumber daya yang sudah menjadi pendapatan utama Ukraina — seperti operasi Naftogaz dan Ukrnafta, dua perusahaan minyak dan gas terbesar di Ukraina — tidak termasuk dalam perjanjian ini.
Artinya, profitabilitas dana ini sepenuhnya bergantung pada keberhasilan investasi baru dalam eksploitasi sumber daya alam Ukraina.
Konsekuensi Politik, Ekonomi, dan Keberlanjutan
Bagi Ukraina, kesepakatan ini dapat mendatangkan investasi dan pemetaan sumber daya yang lebih baik.
Namun, risiko bagi negara ini adalah kehilangan kontrol atas kekayaan alamnya, terutama jika kesepakatan tidak dirancang untuk memberi manfaat jangka panjang bagi rakyatnya.
Bagi AS, perjanjian ini menunjukkan pendekatan strategis dalam mengamankan pasokan mineral untuk energi hijau, tetapi juga berisiko dianggap sebagai eksploitasi sumber daya negara lain.
Lalu, bagaimana nasib perjanjian setelah Trump dan Zelensky perang mulut?
Trump, seperti diwartakan Reuters, Sabtu, menyatakan bahwa dirinya saat ini tak tertarik membahas perjanjian ini lagi.
Sementara, pejabat Gedung Putih mengatakan bahwa delegasi Zelensky mulai memohon untuk penandatanganan persetujuan segera.
Di negaranya, Zelensky dipuji karena punya keteguhan sikap. Pimpinan negara Eropa, Kanada, dan Australia juga menyatakan dukungan pada ukraina.
Baca juga: Peran AS dalam Transisi Energi Dunia Tak Signifikan, RI Jangan Gamang
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya