Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/03/2025, 12:16 WIB
Aningtias Jatmika,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

LEMBANG, KOMPAS.com – Saat warga sekitar rumahnya sibuk mengantre gas elpiji 3 kg yang mulai langka pada awal Februari 2025, Taufik Hidayatullah masih bisa bernapas lega.

Kelangkaan gas bersubsidi yang biasanya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga itu memang membuat banyak orang di sejumlah wilayah kesulitan, termasuk kawasan kediaman Taufik di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Akan tetapi bagi Taufik, masalah itu sudah tidak lagi menjadi beban.

Sejak awal Januari 2025, ia tak perlu khawatir kehabisan gas, berkat teknologi biogas modern yang digunakan. Dapurnya akan tetap ngebul, bahkan tanpa mengeluarkan biaya sama sekali.

"(Bahkan), biogas memiliki kualitas yang lebih baik ketimbang gas biasa," aku Taufik saat ditemui Kompas.com, Kamis (27/2/2025).

Taufik adalah satu dari sekian peternak sapi di Kecamatan Cisarua yang telah merasakan manfaat teknologi biogas Sistema.bio—inovasi yang mengubah kotoran ternak sapi menjadi energi terbarukan melalui pembusukan atau fermentasi bahan organik secara anaerob (tanpa oksigen).

Dengan inovasi tersebut, Taufik tidak hanya menghemat biaya, tetapi juga berkontribusi pada solusi keberlanjutan energi di tengah risiko kelangkaan gas elpiji yang terjadi.

Adapun alat pengubah limbah organik menjadi biogas atau biodigester terpasang tak jauh dari kandang sapi miliknya. Melalui pipa, biogas mengalir secara langsung ke kompor rumah untuk memasak.

"Proses memasak menjadi lebih cepat dan aman," tambahnya.

Baca juga: Jangan Tunggu Gas Langka, Rumah Tangga Bisa Manfaatkan Sampah Organik Jadi Biogas

Hal serupa juga dirasakan Dadan Wahyudin. Lima ekor sapi dengan kotoran lebih dari 100 kg per hari yang ia ternak menjadi juru selamat untuk menghemat anggaran pengeluaran dapur. 

“Biasanya, setiap minggu, saya menghabiskan 1 gas melon. Setelah mendapatkan bantuan pemasangan instalasi gas, bahkan saya tak ragu mandi dengan air hangat karena memasak airnya pakai gas gratis,” kata Dadan sambil tertawa.

Setiap hari, Dadan mengisi 20 kg kotoran yang dicampur air dengan perbandingan 1 banding 2. Saat instalasi biogas baru pertama kali terpasang, ia mengisi dengan 500 liter kotoran.

"Alhamdulillah, setelah punya biogas, sekarang gas melimpah. (Saya) gak pernah kehabisan, gak harus ngantri nyari-nyari gas. Semoga peternak (lain) bisa dapat bantuan semua. Kalau tanpa bantuan kan biaya pemasangan instalasinya cukup besar, sekitar Rp 1,4 hingga Rp 1,6 juta. Sementara, kemarin saya (pasang) gratis," paparnya.

Sasar peternak di 5 wilayah Indonesia

Teknologi modern biogas Sistema.bio merupakan proyek percontohan yang diinisiasi oleh PT Biru Karbon Nusantara (BKN) dan difasilitasi oleh Forward7—gerakan Inisiatif Hijau Timur Tengah atau Middle East Green Initiative (MGI) dari Pemerintah Arab Saudi.

Business Development Manager BKN Agung Permadi menjelaskan, sebagai unit bisnis dari Yayasan Rumah Energi, BKN secara konsisten mengembangkan solusi energi bersih berbasis biogas.

Meski baru didirikan pada 2023, perusahaan tersebut memiliki pengalaman panjang melalui Indonesia Domestic Biogas Program (IDBP) atau Program Biru yang telah dijalankan oleh Yayasan Rumah Energi.

“Proyek percontohan Sistema.bio dilaksanakan di dua negara, yaitu Indonesia dan Nepal, dengan PT BKN sebagai pelaksana di Indonesia," ujarnya.

Baca juga: Forward7 dan Sistema.bio Hadirkan Teknologi Biogas Modern bagi Pemilik Peternakan Kecil di Nepal dan Indonesia

Pada akhir Maret 2025, BKN menargetkan dapat memasang 400 biogas di lima wilayah di Indonesia, yakni Toraja 50 unit, Lombok 35 unit, Jawa Tengah 75 unit, Jawa Timur 15 unit, dan Jawa Barat 225 unit.

“Saat ini, sebanyak 370 dari 400 unit biogas atau sekitar 92 persen dari target telah terpasang,” tambah Agung.

Adapun di Jawa Barat, BKN menggandeng sejumlah stakeholder. Salah satunya adalah Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang.

Api yang dihasilkan dari teknologi modern biogas Sistema.bio dinilai lebih berkualitas ketimbang gas biasa.KOMPAS.com/ANINGTIAS JATMIKA Api yang dihasilkan dari teknologi modern biogas Sistema.bio dinilai lebih berkualitas ketimbang gas biasa.

 

Sebagai anggota KPBSU, Taufik dan Dadan merupakan peternak terpilih yang berkesempatan menjajal teknologi modern biogas yang mampu bertahan hingga 20 tahun itu.

Ketua KPSBU Lembang Dedi Setiadi mengapresiasi langkah BKN dalam pengembangan biogas yang lebih efisien. Menurutnya, inovasi terbaru ini memungkinkan pembangunan sistem biogas berkapasitas 40 kubik yang bisa digunakan masyarakat untuk menggerakkan genset.

"Ini sebuah terobosan luar biasa. Bahkan, saat terjadi kelangkaan gas elpiji 3 kg, para peternak tidak terlalu khawatir karena sudah memiliki biogas sebagai solusi energi terbarukan," tambahnya.

Menurut Dedi, selama kotoran sapi tersedia dalam jumlah cukup, biogas akan terus terisi dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas, tidak hanya peternak yang memiliki sapi.

"Peternakan yang tidak punya sapi tetap bisa memanfaatkan biogas dengan meminta kotoran sapi dari peternakan lain. Jika sistem ini berjalan dengan baik, peternakan di Lembang bisa menjadi peternakan zero waste," jelasnya.

Baca juga: Peternakan Sapi Bisa Bikin Tanah Serap Lebih Banyak Karbon

Dedi menekankan, konsep zero waste menjadi perhatian utama KPSBU Lembang. Dengan biogas, limbah ternak tidak hanya menghasilkan sumber energi baru dan terbarukan (EBT) bagi warga, tetapi juga dapat mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan efisiensi usaha peternakan.

"Kami ingin menciptakan lingkungan peternakan yang lebih bersih dan selaras dengan alam. Dengan begitu, peternakan tidak hanya berkontribusi pada produksi susu atau daging, tetapi juga mendukung energi hijau berkelanjutan," ucap Dedi.

Apalagi, potensi biogas di kawasan tersebut terbilang besar. Dedi merinci, jumlah peternak yang tergabung dalam KPSBU Lembang kini berjumlah 7.100 peternak dengan total 19.104 sapi. Per hari, peternakan menghasilkan 190.713 kg kotoran sapi yang dapat diolah menjadi biogas.

Tekan emisi gas rumah kaca

Biogas memang telah lama diandalkan industri peternakan sapi untuk mengatasi emisi gas rumah kaca (GRK) yang membayanginya.

Seperti diketahui, peternakan sapi menghasilkan gas metana (CH4) dalam jumlah besar dari kotoran ternak dan proses pencernaan (fermentasi enterik). Metana berpotensi 25 kali lebih besar mengakibatkan pemanasan global ketimbang karbon dioksida (CO2).

Pada 2021, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mencatat, sapi ternak menghasilkan emisi GRK sebesar 5.024 gigaton CO2 ekuivalen (CO2e).

Teknologi modern biogas Sistema.bio dapat menjadi solusi untuk menekan emisi dari peternakan sekaligus mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil yang juga menyumbang emisi GRK.KOMPAS.com/ANINGTIAS JATMIKA Teknologi modern biogas Sistema.bio dapat menjadi solusi untuk menekan emisi dari peternakan sekaligus mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil yang juga menyumbang emisi GRK.

Dengan teknologi biogas, metana dari kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi sehingga mencegahnya lepas ke atmosfer.

Baca juga: Kesadaran Konsumen Tingkatkan Permintaan Daging Sapi Rendah Metana

Agung mengatakan bahwa teknologi modern biogas Sistema.bio sendiri dapat menekan emisi karbon hingga 6 ton CO2e per tahun.

“Selain menekan emisi dari peternakan, teknologi tersebut juga mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil yang juga menyumbang emisi GRK,” ucap dia.

Di sisi lain, instalasi biogas juga dapat menghasilkan pupuk organik yang berfungsi sebagai pengganti pupuk kimia. Dengan begitu, petani dapat menghemat biaya dan meningkatkan kualitas tanah.

Agung menjelaskan, Sistema.bio menjadi sebuah inovasi yang lebih maju jika dibandingkan sistem biogas konvensional.

Biogas itu menggunakan bahan berkualitas tinggi sehingga mampu bertahan hingga 15-20 tahun dan dilengkapi dengan garansi produk.

Sistem tersebut juga dirancang agar mudah dipasang dan dipindahkan. Dengan teknologi prefabrikasi, unit biogas dapat dikirim dalam bentuk siap pakai dan diinstal hanya dalam waktu satu hari.

Kemudian, sistem tersebut dapat dibongkar dan dipasang kembali dengan mudah jika peternak berpindah lokasi.

Agung berharap, proyek tersebut dapat diperpanjang dan melibatkan lebih banyak pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendanaan, agar memberikan manfaat yang lebih luas.

“Semoga ini menjadi titik awal bagi pengembangan energi bersih yang lebih masif di Indonesia,” imbuh dia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Emisi Metana Diremehkan, Jutaan Ton Berpotensi Tak Terlaporkan

Emisi Metana Diremehkan, Jutaan Ton Berpotensi Tak Terlaporkan

LSM/Figur
KLH Tutup Dua Perusahaan di Tangerang karena Cemari Lingkungan

KLH Tutup Dua Perusahaan di Tangerang karena Cemari Lingkungan

Pemerintah
Menteri LH Sidak Stockpile Batubara Marunda, Dua Sumber Pencemaran Ditutup

Menteri LH Sidak Stockpile Batubara Marunda, Dua Sumber Pencemaran Ditutup

Pemerintah
Perubahan Iklim Picu Kematian Pohon di Perkotaan, Kita Terancam Makin Kegerahan

Perubahan Iklim Picu Kematian Pohon di Perkotaan, Kita Terancam Makin Kegerahan

Pemerintah
Citarum Termasuk, Ini 7 Sungai Paling Tercemar di Dunia

Citarum Termasuk, Ini 7 Sungai Paling Tercemar di Dunia

LSM/Figur
Bukan Mukjizat, Peneliti Coba Ubah Udara Jadi Air Minum dan Berhasil

Bukan Mukjizat, Peneliti Coba Ubah Udara Jadi Air Minum dan Berhasil

LSM/Figur
Kiat-kiat Kurangi Sampah saat Berburu Takjil

Kiat-kiat Kurangi Sampah saat Berburu Takjil

LSM/Figur
Pertemuan Langka Dua Pari Manta, Panggilan Konservasi Laut Raja Ampat

Pertemuan Langka Dua Pari Manta, Panggilan Konservasi Laut Raja Ampat

LSM/Figur
Sampah Gelas Plastik Jadi Masalah Besar, Saatnya Produsen Ikut Bertanggung Jawab

Sampah Gelas Plastik Jadi Masalah Besar, Saatnya Produsen Ikut Bertanggung Jawab

Swasta
UU Minerba Dikhawatirkan Bikin RI Semakin Ketergantungan Batu Bara

UU Minerba Dikhawatirkan Bikin RI Semakin Ketergantungan Batu Bara

LSM/Figur
Produktivitas Kelapa Turun, BRIN Rilis 60 Varietas Unggul

Produktivitas Kelapa Turun, BRIN Rilis 60 Varietas Unggul

Pemerintah
Kabar Baik, Alor Terima Dana Rp 29 Miliar untuk Konservasi Terumbu Karang

Kabar Baik, Alor Terima Dana Rp 29 Miliar untuk Konservasi Terumbu Karang

Pemerintah
Penutupan 343 TPA 'Open Dumping' Buka Potensi Ekonomi Rp 127,5 Triliun

Penutupan 343 TPA "Open Dumping" Buka Potensi Ekonomi Rp 127,5 Triliun

Pemerintah
Sampah Plastik Sulit Terurai, Cek Lokasi Vending Machine Tukar Sampah Jadi Cuan di Area Jabodetabek

Sampah Plastik Sulit Terurai, Cek Lokasi Vending Machine Tukar Sampah Jadi Cuan di Area Jabodetabek

Swasta
KLH Dorong Pemanfaatan Sampah Jadi Energi di Kota Besar

KLH Dorong Pemanfaatan Sampah Jadi Energi di Kota Besar

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau