Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/09/2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Selama ini, peternakan menjadi dianggap sebagai salah satu sektor kontributor terbesar yang melepaskan emisi metana ke atmosfer, salah satu gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global.

Akan tetapi, dalam penelitian terbaru yang dilakukan Soil Association Exchange (SAE), peternakan sapi juga berperan peran penting penyerapan emisi.

Dalam penelitian tersebut, tanah di gabungan peternakan dan pertanian dalam satu lokasi dapat menyimpan karbon sepertiga lebih banyak dibandingkan hanya lahan pertanian saja.

Baca juga: Amazon Beli Sertifikat Karbon dari Hutan Amazon

Gabungan peternakan dan pertanian dalam satu lokasi juga meningkatkan keanekaragaman hayati.

Kotoran sapi di lahan tersebut dapat mendukung sekitar 28 spesies tanaman padang rumput.

Meski demikian, Kepala Eksekutif SAE Joseph Gridley menggarisbawahi karbon yang dapat diserap oleh gabungan peternakan dan pertanian tersebut tidak akan mampu mengimbangi emisi metana yang dihasilkan.

Di seluruh dunia, peternakan menghasilkan sekitar 14 persen emisi GRK, sebagaimana dilansir The Guardian, Sabtu (28/9/2024).

"Namun, jika Anda mengintegrasikan ternak ke dalam sistem, pada setiap metrik kesehatan tanah, ada peningkatan dan juga pada banyak ukuran keanekaragaman hayati," kata Gridley.

Baca juga: Komisi UE Usulkan Label Jejak Karbon untuk Penerbangan

Alternatif

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, dalam penelitian terbaru University of Minnesota's Institute on the Environment (IonE) dan The Nature Conservancy, ada langkah-langkah yang dapat diambil oleh industri peternakan sapi untuk mengurangi emisi hingga 30 persen.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Food tersebut mengungkapkan, hampir 30 persen emisi GRK dapat dikurangi melalui penerapan praktik alternatif yang bisa dimulai dari proses awal produksi daging di peternakan.

Rylie Pelton, penulis utama dan ilmuwan peneliti di IonE, bersama rekan peneliti yang lain mengembangkan dan menerapkan asesmen lokal yang spesifik terhadap dampak lingkungan industri peternakan sapi untuk mengidentifikasi titik-titik emisi di sepanjang rantai pasoknya.

Melalui asesmen tersebut, para peneliti menguraikan aksi segera yang dapat diambil oleh industri peternakan sapi untuk mulai mengurangi emisi GRK berdasarkan karakteristik geografis regional dan strategi mitigasi yang dapat diakses.

Baca juga: Riset: Mengurangi Kecepatan Pesawat Bisa Turunkan Emisi Karbon

"Rantai pasok daging sapi merupakan salah satu sistem produksi pangan paling rumit sehingga menyulitkan pengolah daging sapi untuk mengidentifikasi peluang guna mengurangi emisi mereka," kata Pelton.

Hasil studi mengungkapkan, hasil asesmen yang bisa digunakan sebagai rekomendasi yang berbeda untuk tiap daerah.

Hal tersebut termasuk sejumlah langkah konkret yang dapat diambil industri peternakan sapi untuk mengurangi emisi GRK dan meningkatkan penyerapan karbon.

Salah satunya adalah menambahkan pohon di padang rumput penggembalaan untuk menyimpan lebih banyak karbon.

"Keberlanjutan harus menjadi hal yang biasa dalam industri daging sapi AS untuk memastikan produksi pangan yang stabil dan jangka panjang serta keamanan ekonomi bagi para peternak dan komunitas mereka serta lingkungan yang sehat bagi kita semua," kata Kris Johnson, salah satu penulis dan direktur program Pertanian Amerika Utara dari The Nature Conservancy.

Baca juga: Pertamina International Shipping Siapkan Armada Angkut Karbon untuk CCS

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BRIN: Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

BRIN: Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

Pemerintah
Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Pemerintah
Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Pemerintah
Laporan 'Health and Benefits Study 2024': 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Laporan "Health and Benefits Study 2024": 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Swasta
Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Pemerintah
Forum 'ESG Edge' Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

Forum "ESG Edge" Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

LSM/Figur
Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Pemerintah
Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Pemerintah
Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah
DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

Pemerintah
Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Pemerintah
Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

BUMN
Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Pemerintah
1,16 Juta Hutan RI Ludes Dilalap Kebakaran, PBB Ungkap Sebabnya

1,16 Juta Hutan RI Ludes Dilalap Kebakaran, PBB Ungkap Sebabnya

LSM/Figur
Studi Ketimpangan Celios: Harta 50 Orang Terkaya RI Setara 50 Juta Penduduk

Studi Ketimpangan Celios: Harta 50 Orang Terkaya RI Setara 50 Juta Penduduk

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau