JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia mengumumkan pemangkasan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebesar Rp 81,38 triliun dari pagu awal Rp 110,95 triliun, menyisakan Rp 29,57 triliun untuk sisa tahun anggaran 2025.
Kebijakan efisiensi ini berdampak pada penundaan 21 proyek infrastruktur yang mencakup sektor konektivitas, sumber daya air, serta pengembangan kawasan permukiman. Meski begitu, proyek dengan skema multi-years contract (MYC) tetap akan berjalan dengan relaksasi waktu pelaksanaan.
Di tengah keterbatasan anggaran, pemerintah hendaknya tetap mendorong keterlibatan sektor swasta sebagai solusi dalam pembiayaan dan pengelolaan infrastruktur.
Skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) perlu semakin dioptimalkan guna memastikan kelangsungan pembangunan tanpa sepenuhnya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain itu, ada pula peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) bertujuan untuk menarik lebih banyak investasi infrastruktur melalui keterlibatan badan usaha nasional dan internasional.
Baca juga: Nusantara Infrastructure Dapat Restu Akuisisi Saham Tol Layang MBZ
Di tengah dinamika itu, Presiden Direktur PT Nusantara Infrastructure Tbk (kode emiten: META) M Ramdani Basri, menegaskan bahwa infrastruktur tidak boleh terhenti hanya karena efisiensi anggaran. Sebab, pembangunan infrastruktur itu untuk rakyat.
Menurutnya, pemerintah harus mengambil langkah konkret agar swasta tetap memiliki ruang untuk berkontribusi dalam pembangunan Tanah Air.
"Efisiensi boleh dilakukan, tetapi harus ada strategi untuk memastikan pembangunan infrastruktur tetap berjalan. Pemerintah perlu mempermudah keterlibatan swasta dalam investasi, memberikan kepastian hukum, serta menciptakan iklim bisnis yang lebih kondusif," ujar Ramdani dalam wawancara eksklusif bersama Kompas.com, Kamis (27/2/2025).
Alasannya, kata Ramdani, pembangunan infrastruktur bertujuan untuk memberi pelayanan kepada masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dia mencontohkan, pihaknya mengelola sejumlah jalan tol. Apabila, jalan tol ditutup selama 6 jam dengan alasan efisiensi, aktivitas ekonomi di sekitar jalan tol tersebut dapat terhenti.
“(Kalangan) yang menikmati pembagunan infrastruktur itu rakyat. Konektivitas, penurunan biaya logistik, ketersediaan air bersih, ketersediaan energi bersih, itu semua untuk seluruh rakyat Indonesia,” ungkapnya.
Baca juga: Akan Akusisi Saham Tol MBZ, Nusantara Infrastructure Siapkan Fulus Rp 4,38 Triliun
Untuk diketahui, PT Nusantara Infrastructure merupakan perusahaan infrastruktur swasta terintegrasi di Indonesia yang didirikan pada 2006. Saat ini, perusahaan berinvestasi di sejumlah sektor, seperti jalan tol, air bersih, jasa pengelolaan perparkiran, pergudangan, dan periklanan.
Saat ini, Indonesia terus berusaha menarik investasi asing atau foreign direct investment (FDI) untuk mempercepat pembangunan infrastruktur.
Menurut Ramdani, cara yang tepat untuk menarik lebih banyak investasi asing masuk ke Indonesia adalah dengan mendorong lebih banyak keterlibatan swasta. Sebab, di tengah terbatasnya fiskal yang dimiliki pemerintah, swasta bisa membantu mengisi kekosongan fiskal untuk pembangunan infrastruktur tersebut.
“Pemerintah punya target efisiensi Rp 306,69 triliun. Dengan didorongnya swasta untuk berinvestasi, program-program pembangunan infrastruktur tetap bisa berjalan. Secara makro ekonomi, hal itu berimplikasi terhadap perekonomian agar tetap tumbuh,” jelasnya.
Baca juga: Persetujuan Akuisisi Anak Usaha Ditunda, Nusantara Infrastructure Buka Suara
Namun, dalam mendorong lebih banyak investasi asing, Ramdani mengatakan, baik pemerintah maupun swasta, masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah yang harus dilakukan.
Ramdani mengatakan, investor membutuhkan jaminan hukum yang kuat dari pemerintah agar kebijakan tarif, pajak, dan konsesi tidak berubah secara sepihak. Sebab, ketidakpastian dalam penerapan regulasi dan hukum yang berlaku dapat menghambat minat investasi.
Menurutnya, pemerintah harus bisa berkomitmen untuk menjalankan hal-hal tersebut sesuai perjanjian kontrak yang telah disepakati.
“Sebab, kami (swasta) berpartner dengan investor asing dan bank. Ada kewajiban kami untuk membayarkan kembali investasi yang telah diberikan serta bertanggung jawab melaksanakan kerja sama sesuai dengan rencana yang telah disepakati,” ungkapnya.
Jika di tengah pelaksanaan kerja sama terdapat perubahan, Ramdani menegaskan agar pemerintah mau memberikan kompensasi yang sesuai, seperti kenaikan tarif atau penambahan waktu konsesi.
Skema insentif, seperti tax holiday dan pembebasan pajak, harus diperjelas agar menarik bagi investor. Pasalnya, beban pajak yang tinggi di awal investasi dapat menjadi hambatan bagi swasta.
Ramdani mencontohkan, pihaknya membangun sebuah infrastruktur di suatu daerah dengan kredit bank. Kala itu nilai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp 10.000. Selesai pembangunan, daerah sekitarnya bertumbuh dan nilai PBB naik menjadi Rp 20.500.
Baca juga: Dukung SDGs, Nusantara Infrastructure Bangun Ekosistem UMKM Inklusif untuk Penyandang Disabilitas
“Nah, kalau saya yang keluarin uang (untuk) menghidupkan daerah itu terus kemudian saya kena pajak Rp 25.000, kan enggak fair ya? Jadi menurut saya, kami tetap bayar pajak, tapi Rp 10.000 dari total Rp 25.000. Total pajak dibagi dua, setengah dari kami setengah dari pemerintah (agar fair),” katanya.
Sebab, kata Ramdani, pihaknya telah melakukan pembangunan dan untuk mendapatkan keuntungan butuh waktu yang cukup lama.
“Kalau sejak awal sudah diberi pajak (yang) tinggi, enggak fair. Iklim investasinya enggak bagus. Apalagi, kami juga harus memikirkan manajemen risiko dan keberlanjutan proyek,” ungkapnya.
Ramdani tidak memungkiri, faktor kesuksesan investasi asing masuk ke Indonesia juga ditentukan oleh kredibilitas swasta sebagai partner lokal. Menurutnya, investor asing sangat mempertimbangkan kredibilitas mitra lokal dalam berinvestasi.
Ia mengatakan, calon investor akan mengecek secara detail perusahaan yang akan menjadi partner lokal, mulai dari track record hingga koneksi dengan pemerintah.
Sayangnya, menurut Ramdani, hanya ada sekitar 10 perusahaan swasta nasional yang memiliki reputasi baik dan dipercaya oleh investor global.
"Kalau mau menarik investasi asing, kami sendiri sebagai partner lokal harus kredibel. Masalahnya di Indonesia, perusahaan yang benar-benar kredibel jumlahnya tidak banyak. Banyak (perusahaan swasta) yang besar hanya karena backup politik, bukan karena fundamental bisnis yang kuat," tegas Ramdani.
Ia juga menambahkan bahwa tanpa transparansi dan tata kelola yang baik, investor akan berpikir dua kali sebelum menanamkan modalnya di Indonesia.
Terkait bidang infrastruktur yang menarik di mata investor, Ramdani menilai, jalan tol masih menjadi bidang yang tetap jadi favorit. Alasannya, jalan tol di Indonesia memiliki regulasi paling maju jika dibandingkan bidang lain.
Sebagai salah satu pemain utama dalam sektor infrastruktur, META memiliki strategi tersendiri untuk menarik investor. Ramdani menjelaskan bahwa ada tiga faktor utama yang menjadi perhatian perusahaan dalam membangun kepercayaan investor.
Pertama, proyek yang menguntungkan dan berkelanjutan. Ramdani menuturkan, investor akan tertarik pada proyek yang memiliki business proposition yang kuat. Artinya, infrastruktur yang dibangun tidak hanya harus memberikan dampak ekonomi yang jelas bagi masyarakat, tetapi juga menghasilkan return yang baik bagi investor.
Kedua, manajemen yang transparan dan kredibel. Transparansi dalam pengelolaan keuangan dan bisnis menjadi faktor utama dalam membangun kepercayaan. Sebab, investor akan melakukan sejumlah tahap pemeriksaan, seperti audit mendalam, sebelum menanamkan modalnya.
Ketiga, memanfaatkan tren investasi hijau (Green Investment). Ramdani bercerita, semakin banyak investor global yang tertarik dengan proyek berkelanjutan yang mengusung prinsip environmental, social, and governance (ESG). bahkan, sejumlah lembaga pendanaan yang juga mensyaratkan hal tersebut.
PT Nusantara Infrastructure telah mulai menerapkan aspek health, safety, and environment (HSE) pada lini bisnisnya yang menuju pada implementasi ESG. Baik META maupun anak perusahaannya, juga telah membuat sustainability report setiap tahun.
Meski banyak peluang investasi, Ramdani menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan efisiensi tanpa memastikan ekosistem investasi yang mendukung keterlibatan swasta.
Untuk menjaga keberlanjutan pembangunan, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah nyata agar tercipta iklim investasi yang baik.
"Kalau mau swasta masuk, pemerintah harus memperbaiki iklim investasi. Jangan ada perubahan kebijakan di tengah jalan, jangan ada ketidakpastian hukum. Investor itu butuh kepastian, bukan sekadar janji," tegasnya.
Baca juga: Lunasi Utang 40 Persen Saham Jalan Layang MBZ, Nusantara Infrastructure Siap Ekspansi
Pemerintah, pesannya, juga perlu memikirkan pelaksanaan efisiensi secara masak. Sebab, hal ini bisa berdampak pada banyak bidang, termasuk pelayanan dan pembangunan infrastruktur yang akibatnya bisa memengaruhi pertumbuhan ekonomi di masa depan.
“Kalau efisiensi mau dilakukan, (pemerintah) harus membuat iklim investasi yang baik. Saat swasta masuk membangun, pemerintah dapat memonitor semua, tapi jangan mengganggu,” ucap Ramdani.
Pasalnya, menurut Ramdani, terdapat pandangan negatif terkait keterlibatan swasta pada proyek pembangunan infrastruktur pemerintah. Tak sedikit yang menganggap bahwa swasta ingin melakukan monopoli.
"Saya ingin mengedukasi masyarakat bahwa swasta bukanlah pesaing, melainkan partner dalam pembangunan infrastruktur. Pemerintah juga jangan bersikap curiga pada swasta, sering kali ada pandangan negatif bahwa swasta hanya mencari keuntungan. Padahal, tanpa investasi swasta, banyak proyek infrastruktur tidak akan berjalan," jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa perusahaan swasta yang berkecimpung di dunia infrastruktur menjalankan bisnisnya padat modal dengan setoran modal besar, pinjaman bank dalam jumlah besar, durasi proyek panjang, serta pengembalian modal lama.
“Bahkan, sering kali kami harus memberikan dana talangan untuk menjaga arus kas Perusahaan. Keuntungan kami tidak berlebihan. Jadi, tidak perlu dicurigai,” tegasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya