Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bos META: Efisiensi Anggaran Boleh, Asal Pemerintah Berikan Dukungan Ini untuk Sektor Infrastruktur

Kompas.com, 4 Maret 2025, 08:03 WIB
ADW,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia mengumumkan pemangkasan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebesar Rp 81,38 triliun dari pagu awal Rp 110,95 triliun, menyisakan Rp 29,57 triliun untuk sisa tahun anggaran 2025.

Kebijakan efisiensi ini berdampak pada penundaan 21 proyek infrastruktur yang mencakup sektor konektivitas, sumber daya air, serta pengembangan kawasan permukiman. Meski begitu, proyek dengan skema multi-years contract (MYC) tetap akan berjalan dengan relaksasi waktu pelaksanaan.

Di tengah keterbatasan anggaran, pemerintah hendaknya tetap mendorong keterlibatan sektor swasta sebagai solusi dalam pembiayaan dan pengelolaan infrastruktur.

Skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) perlu semakin dioptimalkan guna memastikan kelangsungan pembangunan tanpa sepenuhnya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Selain itu, ada pula peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) bertujuan untuk menarik lebih banyak investasi infrastruktur melalui keterlibatan badan usaha nasional dan internasional.

Baca juga: Nusantara Infrastructure Dapat Restu Akuisisi Saham Tol Layang MBZ

Di tengah dinamika itu, Presiden Direktur PT Nusantara Infrastructure Tbk (kode emiten: META) M Ramdani Basri, menegaskan bahwa infrastruktur tidak boleh terhenti hanya karena efisiensi anggaran. Sebab, pembangunan infrastruktur itu untuk rakyat.

Menurutnya, pemerintah harus mengambil langkah konkret agar swasta tetap memiliki ruang untuk berkontribusi dalam pembangunan Tanah Air.

"Efisiensi boleh dilakukan, tetapi harus ada strategi untuk memastikan pembangunan infrastruktur tetap berjalan. Pemerintah perlu mempermudah keterlibatan swasta dalam investasi, memberikan kepastian hukum, serta menciptakan iklim bisnis yang lebih kondusif," ujar Ramdani dalam wawancara eksklusif bersama Kompas.com, Kamis (27/2/2025).

Alasannya, kata Ramdani, pembangunan infrastruktur bertujuan untuk memberi pelayanan kepada masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Dia mencontohkan, pihaknya mengelola sejumlah jalan tol. Apabila, jalan tol ditutup selama 6 jam dengan alasan efisiensi, aktivitas ekonomi di sekitar jalan tol tersebut dapat terhenti. 

“(Kalangan) yang menikmati pembagunan infrastruktur itu rakyat. Konektivitas, penurunan biaya logistik, ketersediaan air bersih, ketersediaan energi bersih, itu semua untuk seluruh rakyat Indonesia,” ungkapnya.

Baca juga: Akan Akusisi Saham Tol MBZ, Nusantara Infrastructure Siapkan Fulus Rp 4,38 Triliun

Untuk diketahui, PT Nusantara Infrastructure merupakan perusahaan infrastruktur swasta terintegrasi di Indonesia yang didirikan pada 2006. Saat ini, perusahaan berinvestasi di sejumlah sektor, seperti jalan tol, air bersih, jasa pengelolaan perparkiran, pergudangan, dan periklanan.

Iklim investasi infrastruktur di Indonesia

Saat ini, Indonesia terus berusaha menarik investasi asing atau foreign direct investment (FDI) untuk mempercepat pembangunan infrastruktur.

Menurut Ramdani, cara yang tepat untuk menarik lebih banyak investasi asing masuk ke Indonesia adalah dengan mendorong lebih banyak keterlibatan swasta. Sebab, di tengah terbatasnya fiskal yang dimiliki pemerintah, swasta bisa membantu mengisi kekosongan fiskal untuk pembangunan infrastruktur tersebut.

“Pemerintah punya target efisiensi Rp 306,69 triliun. Dengan didorongnya swasta untuk berinvestasi, program-program pembangunan infrastruktur tetap bisa berjalan. Secara makro ekonomi, hal itu berimplikasi terhadap perekonomian agar tetap tumbuh,” jelasnya.

Baca juga: Persetujuan Akuisisi Anak Usaha Ditunda, Nusantara Infrastructure Buka Suara

Namun, dalam mendorong lebih banyak investasi asing, Ramdani mengatakan, baik pemerintah maupun swasta, masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah yang harus dilakukan.

1. Konsistensi kebijakan dan kepastian hukum

Ramdani mengatakan, investor membutuhkan jaminan hukum yang kuat dari pemerintah agar kebijakan tarif, pajak, dan konsesi tidak berubah secara sepihak. Sebab, ketidakpastian dalam penerapan regulasi dan hukum yang berlaku dapat menghambat minat investasi.

Menurutnya, pemerintah harus bisa berkomitmen untuk menjalankan hal-hal tersebut sesuai perjanjian kontrak yang telah disepakati.

“Sebab, kami (swasta) berpartner dengan investor asing dan bank. Ada kewajiban kami untuk membayarkan kembali investasi yang telah diberikan serta bertanggung jawab melaksanakan kerja sama sesuai dengan rencana yang telah disepakati,” ungkapnya.

Jika di tengah pelaksanaan kerja sama terdapat perubahan, Ramdani menegaskan agar pemerintah mau memberikan kompensasi yang sesuai, seperti kenaikan tarif atau penambahan waktu konsesi.

2. Insentif ekonomi dan fasilitas pendukung

Skema insentif, seperti tax holiday dan pembebasan pajak, harus diperjelas agar menarik bagi investor. Pasalnya, beban pajak yang tinggi di awal investasi dapat menjadi hambatan bagi swasta.

Ramdani mencontohkan, pihaknya membangun sebuah infrastruktur di suatu daerah dengan kredit bank. Kala itu nilai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp 10.000. Selesai pembangunan, daerah sekitarnya bertumbuh dan nilai PBB naik menjadi Rp 20.500.

Baca juga: Dukung SDGs, Nusantara Infrastructure Bangun Ekosistem UMKM Inklusif untuk Penyandang Disabilitas

“Nah, kalau saya yang keluarin uang (untuk) menghidupkan daerah itu terus kemudian saya kena pajak Rp 25.000, kan enggak fair ya? Jadi menurut saya, kami tetap bayar pajak, tapi Rp 10.000 dari total Rp 25.000. Total pajak dibagi dua, setengah dari kami setengah dari pemerintah (agar fair),” katanya.

Sebab, kata Ramdani, pihaknya telah melakukan pembangunan dan untuk mendapatkan keuntungan butuh waktu yang cukup lama.

“Kalau sejak awal sudah diberi pajak (yang) tinggi, enggak fair. Iklim investasinya enggak bagus. Apalagi, kami juga harus memikirkan manajemen risiko dan keberlanjutan proyek,” ungkapnya.

3. Kredibilitas partner lokal

Ramdani tidak memungkiri, faktor kesuksesan investasi asing masuk ke Indonesia juga ditentukan oleh kredibilitas swasta sebagai partner lokal. Menurutnya, investor asing sangat mempertimbangkan kredibilitas mitra lokal dalam berinvestasi.

Ia mengatakan, calon investor akan mengecek secara detail perusahaan yang akan menjadi partner lokal, mulai dari track record hingga koneksi dengan pemerintah.

Sayangnya, menurut Ramdani, hanya ada sekitar 10 perusahaan swasta nasional yang memiliki reputasi baik dan dipercaya oleh investor global.

PT Nusantara Infrastructure merupakan perusahaan infrastruktur swasta terintegrasi di Indonesia yang didirikan pada 2006. Saat ini, perusahaan berinvestasi di sejumlah sektor, seperti jalan tol, air bersih, jasa pengelolaan perparkiran, pergudangan, dan periklanan.dok. META PT Nusantara Infrastructure merupakan perusahaan infrastruktur swasta terintegrasi di Indonesia yang didirikan pada 2006. Saat ini, perusahaan berinvestasi di sejumlah sektor, seperti jalan tol, air bersih, jasa pengelolaan perparkiran, pergudangan, dan periklanan.

"Kalau mau menarik investasi asing, kami sendiri sebagai partner lokal harus kredibel. Masalahnya di Indonesia, perusahaan yang benar-benar kredibel jumlahnya tidak banyak. Banyak (perusahaan swasta) yang besar hanya karena backup politik, bukan karena fundamental bisnis yang kuat," tegas Ramdani.

Ia juga menambahkan bahwa tanpa transparansi dan tata kelola yang baik, investor akan berpikir dua kali sebelum menanamkan modalnya di Indonesia.

Terkait bidang infrastruktur yang menarik di mata investor, Ramdani menilai, jalan tol masih menjadi bidang yang tetap jadi favorit. Alasannya, jalan tol di Indonesia memiliki regulasi paling maju jika dibandingkan bidang lain.

Strategi META untuk menarik investor

Sebagai salah satu pemain utama dalam sektor infrastruktur, META memiliki strategi tersendiri untuk menarik investor. Ramdani menjelaskan bahwa ada tiga faktor utama yang menjadi perhatian perusahaan dalam membangun kepercayaan investor.

Pertama, proyek yang menguntungkan dan berkelanjutan. Ramdani menuturkan, investor akan tertarik pada proyek yang memiliki business proposition yang kuat. Artinya, infrastruktur yang dibangun tidak hanya harus memberikan dampak ekonomi yang jelas bagi masyarakat, tetapi juga menghasilkan return yang baik bagi investor.

Baca juga: Turunkan Angka Stunting di Makassar, Nusantara Infrastructure Group Gelar Program Nusantara Peduli Stunting

Kedua, manajemen yang transparan dan kredibel. Transparansi dalam pengelolaan keuangan dan bisnis menjadi faktor utama dalam membangun kepercayaan. Sebab, investor akan melakukan sejumlah tahap pemeriksaan, seperti audit mendalam, sebelum menanamkan modalnya.

Ketiga, memanfaatkan tren investasi hijau (Green Investment). Ramdani bercerita, semakin banyak investor global yang tertarik dengan proyek berkelanjutan yang mengusung prinsip environmental, social, and governance (ESG). bahkan, sejumlah lembaga pendanaan yang juga mensyaratkan hal tersebut.

PT Nusantara Infrastructure telah mulai menerapkan aspek health, safety, and environment (HSE) pada lini bisnisnya yang menuju pada implementasi ESG. Baik META maupun anak perusahaannya, juga telah membuat sustainability report setiap tahun. 

Jadikan swasta partner, jangan dicurigai

Meski banyak peluang investasi, Ramdani menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan efisiensi tanpa memastikan ekosistem investasi yang mendukung keterlibatan swasta.

Untuk menjaga keberlanjutan pembangunan, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah nyata agar tercipta iklim investasi yang baik.

"Kalau mau swasta masuk, pemerintah harus memperbaiki iklim investasi. Jangan ada perubahan kebijakan di tengah jalan, jangan ada ketidakpastian hukum. Investor itu butuh kepastian, bukan sekadar janji," tegasnya.

Baca juga: Lunasi Utang 40 Persen Saham Jalan Layang MBZ, Nusantara Infrastructure Siap Ekspansi

Pemerintah, pesannya, juga perlu memikirkan pelaksanaan efisiensi secara masak. Sebab, hal ini bisa berdampak pada banyak bidang, termasuk pelayanan dan pembangunan infrastruktur yang akibatnya bisa memengaruhi pertumbuhan ekonomi di masa depan.

“Kalau efisiensi mau dilakukan, (pemerintah) harus membuat iklim investasi yang baik. Saat swasta masuk membangun, pemerintah dapat memonitor semua, tapi jangan mengganggu,” ucap Ramdani.  

Pasalnya, menurut Ramdani, terdapat pandangan negatif terkait keterlibatan swasta pada proyek pembangunan infrastruktur pemerintah. Tak sedikit yang menganggap bahwa swasta ingin melakukan monopoli.

"Saya ingin mengedukasi masyarakat bahwa swasta bukanlah pesaing, melainkan partner dalam pembangunan infrastruktur. Pemerintah juga jangan bersikap curiga pada swasta, sering kali ada pandangan negatif bahwa swasta hanya mencari keuntungan. Padahal, tanpa investasi swasta, banyak proyek infrastruktur tidak akan berjalan," jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa perusahaan swasta yang berkecimpung di dunia infrastruktur menjalankan bisnisnya padat modal dengan setoran modal besar, pinjaman bank dalam jumlah besar, durasi proyek panjang, serta pengembalian modal lama.

“Bahkan, sering kali kami harus memberikan dana talangan untuk menjaga arus kas Perusahaan. Keuntungan kami tidak berlebihan. Jadi, tidak perlu dicurigai,” tegasnya. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau