Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gletser Pertama di Dunia yang Mati Akibat Perubahan Iklim

Kompas.com, 20 Maret 2025, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Gletser Okjokull di Islandia menjadi gletser pertama di dunia yang mati akibat perubahan iklim.

Okjokull adalah gletser berbentuk kubah yang terletak di sekitar kawah puncak gunung berapi Ok dengan ketinggian 1.200 meter.

Lokasinya terletak 71 kilometer di barat laut ibu kota Islandia, Reykjavik, sebagaimana dilansir Live Science, Selasa (18/3/2025).

Baca juga: Permukaan Air Laut Naik 2 Cm Hanya dari Pencairan Gletser

Pada tahun 1901, lapisan es Okjokull mencakup area seluas 39 kilometer (km) persegi. 

Ketika foto satelit pertama diambil pada 1986, luasnya menyusut dan hanya tersisa 2,6 km persegi. 

33 tahun kemudian, pada 2019, ketika foto satelIt kembali diambil, luas lapisan es Okjokull tinggal kurang dari 1 km persegi, menurut Earth Observatory milik NASA.

Gletser tersebut dinyatakan mati pada 2014. Sejumlah ahli glasiologi Islandia mengungkapkan, es di sana menjadi sangat tipis sehingga tidak lagi ditarik perlahan menuruni gunung oleh gravitasi, yang berarti es tersebut berhenti bergerak untuk pertama kalinya dalam puluhan ribu tahun.

Baca juga: PBB Tetapkan 2025 Jadi Tahun Internasional Pelestarian Gletser

Kematian gletser tersebut dieksplorasi dalam sebuah film pendek tahun 2018 berjudul Not Ok, yang dibuat oleh para peneliti dari Rice University, Texas Amerika Serikat (AS).

Pada Agustus 2019, sekitar 100 orang, termasuk para peneliti dan politisi, menghadiri prosesi "pemakaman" Okjokull di dekat puncak Ok, menurut The Guardian. 

Selama upacara ini, sebuah plakat peringatan bertuliskan pesan berjudul Surat untuk masa depan yang ditempatkan di dekat puncak.

Bunyinya sebagai berikut: 

"Ok adalah gletser Islandia pertama yang kehilangan statusnya sebagai gletser. Dalam 200 tahun ke depan, semua gletser kita diperkirakan akan mengikuti jalur yang sama. Monumen ini dibuat untuk mengakui bahwa kita tahu apa yang sedang terjadi dan apa yang perlu dilakukan. Hanya Anda yang tahu apakah kita melakukannya."

Baca juga: Gletser Terluas di Dunia Mencair Cepat, Permukaan Laut Bisa Naik 3 Meter

Plakat tersebut juga mencantumkan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Pada Maret 2025, konsentrasi karbon dioksida sudah lebih dari 428 ppm, menurut Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional atau National Oceanic and Atmospheric Administration (NOOA).

Sampai saat ini, masih belum jelas sudah ada berapa gletser di dunia yang telah mati. Hal itu karena pemantauan yang tidak konsisten dan perdebatan tentang ukuran sebenarnya dari gletser.

Namun, beberapa peneliti memperkirakan bahwa hingga 10.000 gletser dengan berbagai ukuran mungkin telah hilang akibat perubahan iklim, menurut laporan The Washington Post pada 2024.

Baca juga: Pemanasan Global: Venezuela Kehilangan Gletser Terakhirnya

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau