Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsentrasi Karbon Dioksida Pecahkan Rekor Tertinggi dalam 800.000 Tahun

Kompas.com, 20 Maret 2025, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Konsentrasi tiga gas rumah kaca, yakni karbon dioksida, metana, dan nitrogen oksida di atmosfer mencapai tingkat tertinggi dalam 800.000 tahun terakhir.

Temuan tersebut disampaikan Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) dalam laporan terbarunya, State of the Global Climate 2024.

Konsentrasi karbon dioksida pada 2023, tahun terakhir di mana data tahunan global terkonsolidasinya tersedia, adalah 420,0 bagian per juta  atau parts per million (ppm).

Baca juga: Karbon Dioksida yang Lepas ke Atmosfer Meningkat Sepanjang 2024

Konsentrasi tersebut 2,3 ppm lebih banyak dari tahun 2022, dikutip dari siaran pers WMO.

Bila dibandingkan lebih jauh lagi, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer 2,5 kali lipat alias 151 persen lebih banyak dari tingkat pra-industri tahun 1750. 

420 ppm setara dengan 3.276 gigaton atau 3,276 triliun ton karbon dioksida di atmosfer.

Data realtime dari lokasi tertentu menunjukkan bahwa tingkat ketiga gas rumah kaca utama tersebut terus meningkat pada 2024. 

Karbon dioksida merupakan salah satu kontributor paling besar pemanasan global dan perubahan iklim.

Baca juga: Pertamina Pangkas Emisi 1,2 Juta Ton Karbon Dioksida, 110 Persen dari Target

Pada proses efek rumah kaca, gas karbon dioksida memerangkap panas yang masuk ke Bumi yang seharusnya dapat dipantulkan ke luar angkasa. 

Karena panas terperangkap, suhu permukaan Bumi menjadi semakin meningkat.

Tahun terpanas

WMO juga melaporkan sekaligus mengonfirmasi bahwa 2024 menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan yang dimulai 175 tahun lalu.

Dalam laporan terbaru berjudul State of the Global Climate 2024, WMO menyebutkan suhu rata-rata global 1,55 derajat celsius di atas tingkat pra-industri.

Di sisi lain, dunia sepakat melalui Perjanjian Paris untuk mencegah suhu Bumi tidak naik lebih dari 1,5 derajat celsius di atas tingkat pra-industri.

Baca juga: Konsentrasi Karbon Dioksida Melonjak 151 Persen Dibanding Era Praindustri

Rekor suhu global pada 2024 disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca yang terus berlanjut, ditambah dengan fenomena El Nino.

Selain kenaikan suhu Bumi yang signifikan, beberapa indikator iklim juga mencatatkan rekor baru. 

Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo menuturkan, data tahun 2024 juga menunjukkan bahwa lautan terus menghangat dan permukaan laut terus meningkat.

Gletser dan es laut mencair dengan cepat. Situasi tersebut menyebabkan naiknya permukaan air laut global yang mengancam ekosistem dan infrastruktur pesisir di seluruh dunia.

"Gletser terus menyusut, dan es laut Antartika mencapai tingkat terendah kedua yang pernah tercatat. Sementara itu, cuaca ekstrem terus menimbulkan konsekuensi yang menghancurkan di seluruh dunia," kata Saulo dikutip dari siaran pers.

Baca juga: Penerapan Karbon Dioksida Tak Lagi Berguna Jika Suhu Bumi Lampaui Batas

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau