Oleh Angga Marditama Sultan Sufanir*
KOMPAS.com - Saat pandemi Covid-19, sekitar tahun 2020 hingga 2022 lalu, tren bersepeda atau gowes sempat ‘booming’ di Indonesia. Sepeda bukan cuma dipakai untuk berolahraga tetapi juga menjadi pilihan transportasi harian masyarakat urban, khususnya kalangan anak muda.
Tren bike to work dan bike sharing tumbuh pesat, terutama di kota-kota besar. Sayangnya, begitu pandemi mereda, tren ini juga perlahan redup. Padahal kalau tren ini berlanjut, sepeda bisa menjadi solusi ampuh mengurangi emisi dari sektor transportasi.
Sebuah studi menyebut, jika semua orang di dunia bersepeda sebanyak rata-rata orang Denmark (sekitar 1,6 kilometer per hari), maka emisi karbon global bisa berkurang hingga 414 juta ton. Atau jika semua orang mengadopsi cara hidup orang Belanda yang bersepeda 2,6 kilometer setiap hari, emisi yang berkurang bisa lebih banyak lagi—mencapai 686 juta ton. Dampaknya besar sekali, bukan?
Perkembangan urban cycling
Anak muda punya peran penting dalam mempopulerkan budaya bersepeda, baik sebagai target maupun penggerak perubahan. Sebagai kelompok demografis terbesar, jika sebagian besar anak muda mengadopsi budaya bersepeda, maka dampaknya akan masif terhadap kebiasaan masyarakat secara keseluruhan.
Di Indonesia, komunitas Bike to Work (B2W) adalah salah satu penggerak utama kampanye penggunaan sepeda untuk aktivitas sehari-hari, terutama bagi pekerja kantoran dan profesional muda.
Selain itu, ada pula inisiatif bike-sharing—layanan sewa berbagi sepeda—yang awalnya dimulai di Bandung oleh komunitas bike.bdg bersama Bandung Creative City Forum (BCCF) pada 2012. Sayangnya, layanan ini sempat mati suri sebelum dihidupkan kembali oleh pemerintah setempat dengan nama Bike on the Street Everybody Happy (Boseh) pada 2017.
Dinas Perhubungan Kota Bandung selaku pengelola Boseh menghadirkan 30 shelter yang tersebar di seluruh Bandung. Namun pada 2024, tercatat 13 shelter sudah tidak aktif lagi.
Baca juga: Paling Berpolusi, Industri Fast Fashion Picu Krisis Sampah Global
Di Jakarta, layanan ini juga sempat berkembang, peminatnya cukup tinggi terutama saat pandemi Covid-19. Namun kini, kondisinya terbengkalai dan tak terawat karena manajemen yang buruk.
Tantangan menerapkan budaya bersepeda?
Secara umum, ada beberapa tantangan utama yang membuat sepeda selama ini sulit diadopsi sebagai moda transportasi utama yang mudah, aman, dan nyaman, di antaranya;
1. Infrastruktur dan konektivitas terbatas
Infrastruktur untuk bersepeda di Indonesia kurang mendukung. Jalur sepeda masih terbatas. Di DKI Jakarta, misalnya, jalur sepeda hanya sepanjang 313,6 kilometer, terdiri dari 23,2 km jalur sepeda di trotoar dan 258 km lajur sepeda berbagi. Di Kota Bandung jauh lebih pendek lagi, hanya sekitar 20 kilometer yang tersebar di 16 ruas jalan.
Idealnya, panjang jalur sepeda harus sesuai dengan kebutuhan mobilitas penduduk dan cakupan area perkotaan. Kota dengan kebijakan ramah sepeda biasanya memiliki jalur sepeda sekitar 10-30% dari total panjang jalan.
Selain itu, konektivitas dengan moda transportasi lain seperti bus dan kereta saat ini juga belum optimal, sehingga membuat sepeda kurang praktis digunakan sebagai moda transportasi utama.
2. Keamanan kurang terjamin
Dari segi keamanan, parkir sepeda yang aman di fasilitas publik dan perkantoran juga minim. Jangankan sepeda milik pribadi, layanan bike-sharing saja misalnya, sering menghadapi masalah pencurian dan vandalisme.
3. Iklim dan fasilitas kurang mendukung
Dari segi kenyamanan, faktor iklim tropis yang panas sering menjadi kendala bagi pengguna sepeda dalam mobilitas sehari-hari. Sementara itu, fasilitas seperti shower dan ruang ganti di kantor masih minim. Belum lagi, jalur sepeda kerap digunakan sebagai tempat parkir atau dilintasi kendaraan lain, sehingga rawan konflik dan mengurangi kenyamanan pesepeda.
Baca juga: Industri “Fast Fashion” Hasilkan Limbah Tekstil Tak Terkelola 92 Juta Ton Per Tahun
Bagaimana menarik minat anak muda bersepeda?
Untuk meningkatkan minat masyarakat terutama anak muda untuk bersepeda, wajib hukumnya untuk menyediakan fasilitas yang mudah, aman, dan nyaman bagi pengendara sepeda.
Belajar dari negara maju, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendesain kota yang ramah pesepeda, yakni dengan menyediakan jalur sepeda yang luas dan terhubung dengan sistem transportasi umum. Rambu khusus, lampu lalu lintas, dan parkir sepeda yang memadai juga harus disediakan. Dalam hal ini, pemerintah bisa menggandeng sektor swasta dan komunitas untuk membangun infrastruktur.
Kebijakan pendukung juga harus disiapkan. Pemerintah bisa mengadopsi regulasi yang memberikan prioritas bagi pesepeda di persimpangan tertentu, insentif bagi pekerja yang menggunakan sepeda untuk mobilitas harian, serta kampanye edukasi keselamatan bersepeda sejak dini.
Pemerintah harus berinvestasi di bidang ini. Paris menjadi contoh sukses bagaimana investasi yang serius dalam infrastruktur bersepeda bisa mengubah pola mobilitas dan sukses menjadikan sepeda sebagai sarana transportasi baru sejak masa pandemi. Paris menggelontorkan dana 2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 33,59 triliun selama empat tahun sejak 2023. Hasilnya, menurut Paris Region Institute, kini 11,2 persen perjalanan di dalam kota dilakukan dengan sepeda, sedangakan pengguna mobil hanya 4,3 persen.
Di Indonesia, komunitas B2W berhasil melobi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengembangkan skema insentif bagi pesepeda pada momen peringatan World Bicycle Day Juni 2024 lalu. Singkatnya, para pesepeda berlomba mengumpulkan angka carbon saved melalui aplikasi Strava sebanyak mungkin, yang kemudian bisa ditukarkan dengan insentif tertentu.
Namun, inisiatif ini masih sebatas momentum. Sepeda seharusnya menjadi bagian dari strategi besar pengurangan emisi karbon. Berbekal kepedulian tinggi terhadap lingkungan, anak muda bisa menjadi motor penggerak utama perubahan dari ‘candu bermotor’ menuju mobilitas berkelanjutan.
* Assistant Professor, Politeknik Negeri Bandung
Baca juga: Perubahan Iklim dan Deforestasi Sebabkan Sejumlah Jamur Terancam Punah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya