KOMPAS.com - Lembaga think tank Institute for Essential Service Reform (IESR) mendorong penguatan kemitraan pembangunan hijau dalam peringatan 75 tahun hubungan Indonesia dan China.
Direktur Eksekutif IESR menuturkan, kolaborasi antara kedua negara penting untuk mendukung transisi energi dan transformasi ekonomi Indonesia menuju net zero emissions dan selaras dengan target Persetujuan Paris.
Fabby menekankan, berdasarkan kajian terbaru IESR terdapat 333 gigawatt (GW) proyek energi terbarukan skala utilitas di Indonesia yang bisa dikembangkan dan layak secara finansial.
Baca juga: Krisis Pekerja Hijau Landa Dunia, Transisi Berisiko Terhambat
Pemanfaatan potensi ini akan mendukung Indonesia menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia pada 2045 dan ekonomi rendah karbon.
Fabby menyatakan, dengan China sebagai pemimpin global dalam pembangunan infrastruktur dan manufaktur energi terbarukan, kerja sama antara kedua negara akan saling menguntungkan dan mendukung ambisi pembangunan jangka panjang masing-masing pihak.
Dia juga menuturkan, kerja sama di sektor energi bersih dapat membantu pengembangan proyek Belt and Road (BRI) hijau yang berdampak pada penurunan emisi, mengingat posisi Indonesia sebagai penerima utama.
"Proyek yang didanai oleh BRI dapat diprioritaskan pada investasi energi terbarukan, substitusi pembangkit listrik energi fosil, serta pengembangan rantai pasok dan manufaktur teknologi energi bersih," kata Fabby dikutip dari siaran pers, Kamis (17/4/2025).
Menurut Fabby, BRI berperan multifungsi bagi China dan Indonesia.
Baca juga: Kurangi Dampak Lingkungan, Bandara Heathrow Umumkan Inisiatif Hijau Baru
BRI hijau juga berpotensi mendorong pemberdayaan masyarakat, meningkatkan perdagangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Manajer Program Diplomasi Iklim dan Energi IESR Arief Rosadi bertutur, selain kerja sama antarpemerintah, ada potensi untuk memperluas kolaborasi melalui dialog antar masyarakat.
Menuturnya, dialog yang efektif di tingkat masyarakat antara China dan Indonesia dapat membuka ruang pembelajaran dari pengalaman "Negeri Panda" dalam mentransformasi ekonominya menuju pembangunan hijau.
"Serta berbagi praktik terbaik yang dapat menginspirasi pemangku kepentingan Indonesia untuk mengadopsi praktik berkelanjutan dan teknologi baru," ujar Arief.
Arief menegaskan, perayaan 75 tahun hubungan diplomatik ini bukan sekadar peringatan sejarah, tetapi juga peluang bagi kedua negara untuk mempererat kerja sama dalam menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Baca juga: Schneider Sediakan 50.000 Data untuk Bantu Profesional Kembangkan Konstruksi Hijau
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya