KOMPAS.com - Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) meminta pemerintah memperkuat kebijakan dan regulasi yang mendukung pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif kepada anak.
Hal tersebut disampaikan salah satu pendiri AIMI, Mia Sutanto, dalam diskusi daring, Senin (21/4/2025).
Saat ini, terjadi peningkatan pemberian ASI eksklusif di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI).
Baca juga: Dukung Ibu Menyusui di Tempat Kerja, Perusahaan Perlu Hadirkan Konselor Laktasi
Pada 2007, hanya 32 persen anak di bawah usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif. Sedangkan pada 2023, jumlahnya meningkat menjadi 68,6 persen.
Sementara itu, berdasarkan Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan, 74,73 persen bayi baru lahir mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan pertama.
Meski demikian, angka itu bervariasi berdasarkan tingkat ekonomi dan pendidikan dari sang ibu.
Di satu sisi, selama 18 tahun sejak AIMI berdiri, pemerintah membuat kemajuan dalam kebijakan terkait perlindungan ibu menyusui.
Baca juga: Peningkatan Intervensi pada Ibu Menyusui Dapat Cegah Stunting
Beberapa kebijakan yang dinilai signifikan seperti Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang memperkuat regulasi tentang pemasaran susu formula dan produk pengganti ASI.
Kebijakan lainnya yakni UU Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak yang menegaskan hak anak dan ibu dalam menyusui, termasuk hak pendonor ASI, serta kewajiban penyediaan ruang laktasi di tempat kerja dan fasilitas umum.
"Perjalanan kebijakan pemberian makanan bayi dan anak di Indonesia telah menunjukkan kemajuan, namun kita masih menghadapi banyak tantangan," kata Mia, sebagaimana dilansir Antara.
AIMI menyoroti, masih terjadi pelanggaran terhadap kode pemasaran susu formula yang kini sudah mulai merambat ke pemengaruh atau influencer yang fokus kepada segmen ibu dan anak di beragam media sosial.
Baca juga: Peralihan ASI ke MPASI Jadi Masa Rentan Stunting
Sekjen AIMI Pusat Lianita Prawindarti mengatakan, larangan promosi dan iklan susu formula dan pengganti ASI bukanlah sesuatu yang baru diberlakukan.
Lianita mendukung pengawasan yang lebih ketat oleh pemerintah untuk menyaring tren promosi susu formula yang tidak etis.
Langkah tersebut juga perlu dibarengi peningkatan implementasi kebijakan yang mendukung ibu memberikan ASI eksklusif.
Contohnya seperti memastikan cuti melahirkan diberikan sesuai aturan disertai penyediaan fasilitas menyusui yang memadai.
Baca juga: Status Gizi Ibu dan Anak Jadi Penentu Kualitas SDM
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya