JAKARTA, KOMPAS.com - PT PLN Nusantara Power mengaku melakukan berbagai upaya untuk memangkas emisi untuk mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060.
Direktur Operasi Pembangkit Gas sekaligus Plt Direktur Manajemen Human Capital dan Administrasi PLN Nusantara Power, Komang Parmita, mengatakan pihaknya mengadopsi prinsip efisiensi energi untuk mengurangi emisi.
"Untuk efisiensi energi kami bisa mencapai angka 2,1 juta ton CO2. Kemudian kami melakukan EBT-nisasi PLTU melalui program co-firing. Ini memanfaatkan biomasa untuk dicampur batu bara," ujar Komang dalam Seminar Strategi Upscaling Bisnis Karbon di Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan, Senin (28/4/2025).
Baca juga: 1 Jam Pemadaman Lampu, Emisi GRK Jakarta Turun 297,77 Ton CO2
Dia mencatat, program co-firing telah menekan karbon hingga 0,9 juta CO2 ton per tahun. Komang menuturkan, penurunan emisi juga diupayakan dengan metode combine cycle pada proyek pembangkit yang menggunakan siklus gas dan uap.
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Blok 3 Muara Karang, misalnya, yang berdampak besar pada efisiensi energi.
"Combine cycle ini menghasilkan efisiensi yang sangat baik, mencapai hampir 8,1 juta ton," tutur Komang.
Lainnya, PLN membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung Cirata di Jawa Barat serta PLTS di Ibu Kota Nusantara yang berbasis energi baru terbarukan (EBT). Komang menyebut, dalam satu tahun PLTS mampu menurunkan emisi sebesar 17 juta ton CO2.
Baca juga: Liverpool FC Kurangi Emisi Sebesar 89 Persen, Beri Contoh bagi Dunia Olahraga
"Kalau dilihat dari business as usual kami ditarget (penurunan emisi) di tahun ini, untuk PLN secara keseluruhan mencapai 299 juta ton. Maka capaian ini sudah mencapai hampir 4 atau 5 persen dari business as usual," papar dia.
Dalam kesempatan itu, Komang turut menyoroti penjualan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) PLN yang mencapai 336.000 tCO2e pada Januari-Maret 2025.
Komang mengatakan bahwa saat ini pasar merespons positif perdagangan karbon internasional di Indonesia.
"Di tahun 2025 di tiga bulan pertama, kami berhasil menjual emisi karbon sebesar 336.000 ton CO2 dengan nilai penjualan kurang lebih sekitar Rp 12 miliar," kata Komang.
Baca juga: Penggunaan BBM Kualitas Rendah Perlu dibatasi untuk Pangkas Emisi
Dia menjelaskan, perdagangan SPE-GRK dimulai sejak 2023 dengan total 11.000 tCO2e senilai Rp 625 juta. Lalu, di 2024 bursa karbon pun meningkat dengan total volume 36.000 ton CO2e dan nilai penjualan mencapai Rp 1,4 miliar.
"Jadi kalau melihat dari sisi pertumbuhan dari penjualan karbon ini kami optimis bahwa ke depan pasar karbon akan memberikan dampak yang signifikan bagi keberlanjutan baik dari sisi lingkungan," ucap Komang.
Dia memastikan, perdagangan karbon internasional belum terdampak perang dagang Amerika Serikat. Menurut Komang, sertifikat penurunan emisi PLN masih laku terjual.
"Ini adalah mengenai kebutuhan, jadi banyak perusahaan-perusahaan yang memang masih membutuhkan baik itu di nasional maupun internasional. Kebutuhan untuk bisa nanti menjadi karbon kredit," kata Komang.
Baca juga: CGIAR Targetkan Penurunan Emisi 1 Gigaton CO2 Lewat Program Aksi Iklim
"Karena penurunan emisi ini tidak hanya berlaku di nasional tetapi juga di pasar global, jadi secara umum masih berjalan," imbuh dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya