KOMPAS.com - Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Asep Hidayat menyampaikan, kajian ilmiah memiliki peran penting dalam mendukung konservasi keanekaragam hayati di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Asep dalam Jamming Session Seri 1 Tahun 2025 bertema "Konservasi dan Pemanfaatan Tumbuhan Khas Indonesia" yang digelar secara daring, Kamis (24/4/2025).
Asep menuturkan, kajian ilmiah dalam konservasi memang tidak berdampak secara instan. Namun, jika kajian ilmiwah dimanfaatkan secara tepat, bisa mempunyai pengaruh yang sangat besar.
Baca juga: Dukung Konservasi Hutan, ABC Tanam 1.000 Pohon di Pasuruan
"Konservasi bukan hanya soal pelestarian, tapi juga tentang bagaimana kita mengelola kekayaan hayati ini secara berkelanjutan dengan pendekatan berbasis pengetahuan, teknologi modern, dan kearifan lokal," ujar Asep, sebagaimana dikutip dari situs web BRIN, Senin (28/4/2025).
Asep juga menyoroti sejumlah ancaman nyata dalam upaya konservasi seperti alih fungsi lahan, deforestasi, dan perubahan iklim.
Dia menambahkan, untuk mengatasi ancaman tersebut diperlukan upaya konservasi yang terintegrasi dan berkelanjutan melalui kolaborasi lintas sektor berbasis data ilmiah.
Menurutnya, ribuan spesies tumbuhan khas Indonesia bersifat endemik, langka, dan memiliki nilai ekologis, ekonomis, serta budaya yang tinggi.
Baca juga: Kondisi DAS Ciliwung Kritis, Ahli UGM Serukan Konservasi Menyeluruh
"Keberadaan flora kita sedang menghadapi tekanan besar mulai dari deforestasi, konversi lahan, perambahan hutan, hingga perubahan iklim. Sehingga, tak sedikit spesies kini berada di ambang kepunahan," ungkap Asep.
Maka dari itu, lanjut Asep, dibutuhkan ruang strategis untuk mempertemukan akademisi, peneliti, pembuat kebijakan, dan praktisi.
Ketua Forum Pohon Langka Indonesia (FPLI) Tukirin Partomihardjo menyampaikan, tujuan dari konservasi adalah tidak sekadar melestarikan keanekaragaman hayati, namun juga menjaga sistem pendukung kehidupan sekaligus memastikan pemanfaatannya yang berkelanjutan.
"Dari kurang lebih 6.500 spesies tumbuhan yang sudah dikaji statusnya, 21,4 persen tumbuhan terancam punah, 1 jenis sudah punah dan 2 jenis punah di alam. Sedangkan pemerintah baru menetapkan 116 spesies atau 13 persen tumbuhan," jelas Tukirin.
Baca juga: Pembayaran Jasa Lingkungan Mendukung Konservasi Air di Hulu Sub DAS Pusur
Tukirin menekankan pentingnya konservasi tumbuhan khas Indonesia sebagai langkah terpadu untuk menjaga kelestarian dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Dia juga menyoroti, strategi konservasi perlu mencakup perlindungan habitat, pengelolaan kawasan secara berkelanjutan, dan restorasi lahan terdegradasi.
Tukirin juga menekankan pentingnya kerjasama berbagai pemangku kepentingan, akademisi, peneliti dan masyarakat untuk penyelamatan pohon langka di Indonesia.
Baca juga: Sekolah Lapang Pertanian Dorong Petani sebagai Garda Depan Konservasi Air
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya