Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 30 April 2025, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Melki Laka Lena mengatakan, pengembangan geotermal atau panas bumi di Pulau Flores akan ditinjau lebih lanjut oleh tim teknis yang dibentuk untuk melihat langsung situasi di lapangan.

"Hal ini untuk menindaklanjuti pendapat masing-masing pihak pengembang, serta para bupati dan juga Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) NTT," kata Melki, sebagaimana dilansir Antara, Selasa (29/4/2025)

Ia mengatakan, pihaknya telah menggelar rapat pembahasan tentang geotermal di Kupang bersama dengan Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi.

Baca juga: Uskup Labuan Bajo Tolak Proyek Eksploitasi Geotermal

Menurut Melki, nantinya tim yang dibentuk akan turun ke lapangan untuk mengamati kondisi dan isu di masing-masing lokasi yang akan melakukan uji petik sebagai langkah lebih lanjut.

Nantinya, bersama dengan para bupati, wakil bupati, dan jajaran, Gubernur NTT akan turun dan mengecek satu per satu untuk mendapat data dan informasi yang akurat.

"Dalam hal ini ada pro dan kontra dan saya juga ingatkan agar kita bergerak dengan tenang dan hindari pergerakan yang bersifat demo dan provokatif," papar Melki.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT dan Pemerintah Pusat, ujar dia, akan meneruskan kebijakan ini. Melki juga mengatakan dirinya tidak akan tutup mata bila ada penolakan ataupun protes di lapangan.

Baca juga: Keuskupan Agung Ende Tolak Proyek Geotermal di Ngada dan Ende

"Kami membuka ruang diskusi dan melakukan komunikasi dengan setiap aspirasi," ujar Melki.

Melki menambahkan, isu mengenai panas bumi tersebut harus segera diselesaikan dengan cepat karena ini salah satu pintu NTT menjadi provinsi yang sejahtera.

Dia menambahkan, pengembangan geotermal saat ini yang sudah berjalan baik dan bagus akan tetap dilanjutkan. Sedangkan yang masih kurang atau terkendala dapat diperbaiki sesuai aspirasi. Sementara yang kurang baik atau tidak bisa dikembangkan lagi maka akan ditutup.

Melki berujar, Pemprov NTT berkomitmen memperhatikan beberapa hal di antaranya menjamin transparansi penuh dalam seluruh proses pengembangan panas bumi, termasuk membuka data lingkungan dan hasil audit independen kepada publik.

Baca juga: Sejalan Dengan Asta Cita Pemerintah, Pertamina Dukung Pengembangan Geotermal

Selain itu mengutamakan keterlibatan masyarakat adat dan tokoh lokal dalam setiap tahap pembangunan, sejak sosialisasi awal hingga operasionalisasi proyek.

Pemprov NTT juga menerapkan prinsip pelestarian lingkungan berbasis kearifan lokal, termasuk sistem reinjeksi air panas, rehabilitasi hutan, dan pemetaan rona awal yang ketat.

Pemerintah juga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui skema pembagian manfaat, pengembangan infrastruktur, program pendidikan, dan usaha berbasis energi terbarukan.

Baca juga: Limbah Geotermal di Ngada NTT Cemari Air Minum dan Sawah, Warga Tuntut Hentikan Pengeboran

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Pemerintah
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
LSM/Figur
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
LSM/Figur
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
LSM/Figur
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Pemerintah
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
Pemerintah
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
LSM/Figur
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Pemerintah
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Pemerintah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
Pemerintah
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
KLH Identifikasi Hutan di Aceh Dibuka untuk Sawit dan Tambang Ilegal
KLH Identifikasi Hutan di Aceh Dibuka untuk Sawit dan Tambang Ilegal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau