Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3.207 Hektare Lahan Gambut dan Tanah Mineral Kebakaran hingga April 2025

Kompas.com, 30 April 2025, 09:50 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mencatat 3.207 hektare lahan terbakar dalam periode Januari-22 April 2025. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) itu terjadi di 1.227 hektare lahan gambut dan 1.980 hektare tanah mineral.

“Tiga wilayah provinsi dengan luas karhutla tertinggi berturut turut antara lain Riau 698 hektare, Kalimantan Barat 494 hektare, dan Aceh 296 hektare,” kata Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, dalam keterangannya, Rabu (30/4/2025).

Karhutla di Riau terjadi di Kabupaten Pelalawan seluas 639 hektare, Bengkalis 48 hekare, Dumai 7,5 hektare, serta Kepulauan Meranti 3,5 hekatre. Kendati demikian, dia menyebutkan bahwa angka kejadian kebakaran hutan menurun.

Baca juga: 10 Kabupaten Kota di Riau Umumkan Status Siaga Karhutla

“Jadi ada kebanggaan bahwa kita sudah belajar dan bekerja dengan baik, belajar dari kesalahan masa lalu dan memperbaiki diri sehingga tren karhutla terus menurun," kata Raja Juli.

Menurut dia, ada tiga faktor yang berkontribusi dalam upaya pengendalian karhutla. Pertama, kerja sama antarlembaga. Kemudian upaya pencegahan dan penegakan hukum yang lebih efektif.

Raja Juli berkata, penggunaan teknologi seperti Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) juga akan kembali digelar mulai 1 Mei 2025 di Riau. Selain itu, edukasi kepada masyarakat terus ditingkatkan. Terakhir, makin meningkatnya partisipasi aktif masyarakat untuk mencegah karhutla.

“Pemerintah terus memperkuat peran kelompok masyarakat peduli api, pramuka, masyarakat adat, dan berbagai elemen lainnya dalam upaya pengendalian karhutla di tingkat tapak,” tutur dia.

Baca juga: 629 Karhutla Landa RI Sepanjang 2024

Sementara itu, Plt Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, memprediksi iklim wilayah Indonesia saat ini memasuki kondisi La Nina atau kemarau basah yang berlangsung hingga Mei 2025.

Berdasarkan hasil analisis, Riau akan mengalami kemarau pada Februari-Maret, Mei, Juni, Juli, Agustus menjadi puncaknya, dan kemungkinan mencapai September.

“Sehingga periode mengalami hotspot itu akan lebih sering dari wilayah lainnya secara alamiah. Dan tadi kalau sudah diprediksi dalam proyeksi mingguan meskipun (tidak ada) pembakaran pun akan terbakar karena adanya angin dan gesekan ranting,” papar Dwikorita.

Baca juga: Deforestasi 2024 Capai 175.400 Hektare, Penyebabnya Karhutla dan Gambut

Antisipasi Karhutla

Menkopolkam, Budi Gunawan, menekankan kerja sama lintas sektor penting dilakukan dalam menghadapi ancaman karhutla khususnya di Riau.

"Jangan sampai ada lagi kebakaran hutan dan lahan yang meluas yang dapat menjadi isu internasional," ungkap Budi.

Pemerintah menggelar pemadaman darat dan pemadaman udara dengan prinsip memadamkan api sesegera mungkin serta mencegahnya membesar.

Pemadaman udara berfungsi untuk memberikan dukungan sekaligus membatasi pergerakan api terutama di tempat yang sulit dijangkau. Pengerahan pasukan pemadam api secara terkoordinir dilakukan Satgas.

Baca juga: Peneliti BRIN Rekomendasikan Mitigasi Karhutla Berbasis Komunitas

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau