Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lawan Pembalakan, IPB-WRI Indonesia Kembangkan Database Genetika Ramin

Kompas.com, 19 Mei 2025, 11:50 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com – IPB University bersama World Resources Institute (WRI) mengembangkan database genetika kayu ramin (Gonystylus bancanus) sebagai bagian dari sistem identifikasi kayu berbasis DNA. Inisiatif ini bertujuan memperkuat penegakan hukum dalam melawan praktik pembalakan liar (illegal logging).

Ramin dikenal sebagai jenis kayu eksotis yang kini berada di ambang kepunahan. Organisasi konservasi dunia, International Union for Conservation of Nature (IUCN), telah menyatakannya Critically Endangered Species. Ramin juga masuk CITES Appendix II, daftar yang mengatur perdagangan terbatas spesies tumbuhan dan hewan yang terancam punah.

Meski kasus pembalakan liar ramin yang terakhir mencuat ke publik terjadi pada 2008, perdagangan ilegal jenis kayu ini diduga masih berlangsung melalui berbagai modus, termasuk pemalsuan dokumen.

Fifi Gus Dwiyanti, peneliti dari Forest Genetics Lab IPB yang menjadi koordinator proyek ini, menyebut bahwa identifikasi berbasis genetika memberikan presisi lebih tinggi dibandingkan metode analisis anatomi konvensional.

“Karena anatomi hanya bisa sampai genus atau spesies. Kalau mau tahu dari mana asal kayu atau pohonnya mana, kita harus pakai DNA,” jelas Fifi.

Analisis genetika dinilai mampu menghadirkan bukti ilmiah yang kuat dan tak terbantahkan dalam penyelidikan kasus pembalakan liar. Melalui analisis kloroplas, asal-usul kayu bisa ditelusuri hingga tingkat spesies dan wilayah. Sementara analisis berbasis microsatellite memungkinkan pencocokan gelondongan kayu dengan pohon sumbernya.

Menyusuri Hutan Sebangau

Untuk membangun database genetika ramin, Fifi dan tim IPB turun langsung ke habitat alaminya guna mengumpulkan sampel jaringan pohon.

Pada Sabtu (17/5/2025), tim Kompas.com ikut mendampingi mereka menelusuri hutan gambut di kawasan Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah—sekitar dua jam perjalanan dari Palangkaraya melalui darat dan perahu.

Menggunakan bor manual, Fifi dan timnya mengambil inti kayu untuk dianalisis. Ia juga membawa palu dan pencungkil kayu untuk mengambil sampel batang, serta ketapel guna menjangkau daun. 

Sebelum Sebangau, tim sudah mengoleksi sampel dari Natuna, Kepulauan Riau, dan Bangka Belitung.

Fifi mengungkapkan, tantangan terbesar adalah semakin langkanya populasi ramin. Di Natuna, mereka hanya menemukan 13 pohon. Sementara di Kepulauan Riau dan Bangka Belitung, tak satu pun individu ramin ditemukan.

Di Sebangau, hingga Sabtu lalu, tim sudah mengoleksi sampel dari 11 individu. Mereka menargetkan 20 individu. Setelahnya, mereka akan melanjutkan pengumpulan ke Kalimantan Barat.

Bagian dari Proyek Nasional Wood ID

Pengembangan genetika ramin merupakan bagian dari proyek nasional Wood ID, yang bertujuan membangun sistem identifikasi kayu Indonesia berbasis sains dan teknologi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
RI-Inggris Teken MoU Kurangi Sampah Plastik dan Polusi Laut
RI-Inggris Teken MoU Kurangi Sampah Plastik dan Polusi Laut
Pemerintah
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
Pemerintah
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Swasta
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
Pemerintah
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Pemerintah
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
LSM/Figur
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Swasta
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
LSM/Figur
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
LSM/Figur
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Pemerintah
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Pemerintah
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
LSM/Figur
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Swasta
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
LSM/Figur
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau