KOMPAS.com — Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Purnama Hidayat, berhasil mendeskripsikan spesies baru serangga parasitoid.
Seperti namanya, parasitoid merupakan jenis serangga yang hidup di dalam tubuh serangga lainnya.
“Kami berhasil mendeskripsikan spesies parasitoid baru yang diberi nama Platygaster orseoliae,” kata Purnama.
Purnama menuturkan, serangga tersebut bisa jadi game changer dalam mengatasi hama padi dan mengubah cara pandang kita tentang alang-alang yang selama ini dianggap gulma.
Salah satu musuh utama padi adalah lalat ganjur padi (Orseolia oryzae). Spesies itu memakan daun, membuat tanaman jadi kerdil, dan memicu kerugian ratusan juta rupiah per hektar.
Ternyata ada lalat ganjur lain yang juga hidup di alang-alang, yaitu Orseolia javanica. Selama ini, lalat ganjur alang-alang memicu kerusakan pada tanaman itu hingga 20 persen.
Serangga P orseoliae bisa menjadi game changer karena kemampuannya menginfeksi lalat ganjur padi.
Serangga itu bisa membunuh hama utama padi, mengikis ketergantungan pada pestisida yang merusak lingkungan maupun kesehatan petani.
Di sisi lain, karena juga menyerang lalat ganjur alang-alang, serangga tersebut bisa membuat kita berpikir bahwa alang-alang tak sepenuhnya gulma.
“Artinya, alang-alang yang selama ini dianggap sebagai gulma ternyata dapat berfungsi sebagai refugia alami bagi musuh alami hama padi,” jelasnya.
Baca juga: Populasi Serangga Hutan Tropis Turun Drastis, Apa Dampaknya?
Dengan membiarkan alang-alang tumbuh, kita menyediakan habitat bagi serangga parasitoid yang juga menyerang lalat ganjur alang-alang.
Peran Besar Serangga
Purnama mengatakan, serangga ini memiliki peran yang besar dalam kehidupan manusia.
Kerap kali dianggap remeh, sebenarnya serangga merupakan kelompok hewan paling dominan di bumi, mencakup sekitar 80 persen dari seluruh spesies hewan.
“Secara biomassa, berat total serangga dua setengah kali lipat lebih besar dari total biomassa manusia. Nilai ekonomi dari jasa ekologi yang mereka berikan pun sangat besar,” jelasnya.
Berdasarkan estimasi, serangga berkontribusi terhadap ekosistem dan ekonomi global mencapai hampir Rp 3.760 triliun, angka yang tiga kali lebih besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia tahun 2025.
Meski demikian, memang tetap tidak bisa dipungkiri bahwa serangga juga dapat menyebabkan kerugian.
“Sekitar 30 persen hasil pertanian rusak akibat serangan hama, dan penggunaan pestisida untuk mengendalikannya kerap memperparah kerusakan lingkungan,” jelasnya.
Namun, serangga tetap memiliki potensi untuk kehidupan manusia dan berperan bukan hanya menjaga keseimbangan ekosistem, tetapi juga turut memperbaiki lingkungan.
Beberapa jenis serangga seperti black soldier fly (lalat tentara hitam) bisa menjadi maggot untuk menanggulangi sampah organik, serta ulat sagu bahkan mulai dikembangkan sebagai sumber protein alternatif.
Tidak hanya itu, struktur tubuh serangga pun menginspirasi teknologi modern, seperti mata capung yang menjadi acuan pengembangan kamera 3D untuk mobil otonom, dan manuver terbangnya yang menginspirasi desain drone dan helikopter.
“Serangga adalah makhluk kecil dengan dampak yang luar biasa. Jika dimanfaatkan dan dikelola dengan bijak, mereka bisa menjadi kunci keberlanjutan ekosistem dan pertanian kita,” ucapnya.
Identifikasi beragam serangga dan perannya penting dilakukan.
Purnama menuturkan, proses identifikasi kini lebih mudah dengan teknologi digital bernama LUCID.
Menurutnya, identifikasi serangga tidak bisa dilakukan dengan mata telanjang. Ukurannya yang kecil dan jumlah spesiesnya yang sangat banyak membuat proses identifikasi menjadi tantangan tersendiri.
“Dengan LUCID, proses identifikasi bisa 50 persen lebih cepat dibanding metode konvensional,” ujar Purnama.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa perangkat tersebut juga memudahkan siapa pun untuk belajar mengenali serangga tanpa harus menjadi ahli taksonomi.
Inovasi ini diharapkan dapat memperkuat upaya identifikasi dan pemanfaatan musuh alami secara lebih luas dalam pengendalian hama berbasis keberlanjutan.
Baca juga: Krisis Serangga, Ragam Faktor yang Dipicu Manusia Penyebabnya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya